"Hubunganku sama Jeen sudah berkahir Vin," jawab Mada nyaris tak terdengar. Hah? Lavina mengernyitkan dahi. Namun, diam-diam dia mengulum senyum. Meski sedikit kaget, Lavina bersyukur karena menurutnya Jeen bukanlah laki-laki yang baik untuk Mada.
"Ya udah, Da, kamu nggak usah sedih begitu. Jeen juga kan udah punya cewek, nggak seharusnya kamu ada hubungan sama dia. Kamu itu pantas mendapat laki-laki lain yang lebih-lebih dari Jeen." Lavina berusaha menenangkan meski ia tahu Mada justru makin buyar.
"Nggak segampang itu, Vin!"
"Terus lo mau balikan lagi? Jadi simpenan cowok model dia gitu? Lo mau?"
Mada menyandarkan tubuhnya ke tembok pagar sekolahan. Pikirannya kembali kepada Jeen. Sudah hampir satu tahun ia menjalani hubungan gelap dengan cowok jurusan Teknik Mesin itu. Selama satu tahun, Mada merasa sangat bahagia, tapi sering kali kebahagiaan itu diikuti rasa bersalah. Dan pertanyaan Lavina tadi membuat Mada makin yakin kalau Jeen bukan yang terbaik.
"Da, ada angkot. Kalau lo mau di sini dan terus-terusan mikirin Jeen, gue mau balik duluan."
Lavina melambaikan tangan kepada angkot yang berhenti di depan sekolahan. Ia berjalan dengan mantap meninggalkan Mada. Tapi, baru di tengah jalan, ia tak kuasa untuk tidak menengok.
"Lo mau balik apa jadi patung di situ?"
Mada dengan wajah murungnya berjalan menuju angkot yang Lavina stop.
♥
![](https://img.wattpad.com/cover/215380895-288-k835346.jpg)
YOU ARE READING
Menghitung Rasa
Teen FictionSetelah lulus SMA pasti ada aja masalahnya. Kadang tiba-tiba putus sama pacar, renggang persahabatan, dan lain-lainnya. Atau bisa juga malah pas lulus makin banyak sahabat dan bisa punya pacar. Tapi, masa kelulusan juga menjadi moment penting, mau s...