Bagian 21

485 23 13
                                    

Dua rasa tercipta dalam satu waktu. Satu rasa yang mengganggu setelahnya. Khawatir. Itu bagian tersulit dalam kisah ini.



*****

Egi tersenyum melihat wajah Salma yang semakin terlihat gugup.

"Begini, Sal"

"Hm?"

"Saya tau mungkin ini terlalu cepat untuk sebuah pendekatan. Saya juga tau mungkin hanya saya yang memiliki rasa ini. Tapi, saya tidak takut kalo akhirnya kamu tau perasaan saya. Saya suka kamu sampai saya ingin menjaga kamu dimanapun dan bagaimanapun caranya. Sebab bagi saya, kamu segalanya. Kamu mau bantu saya?"

"Bantu apa?" Tanya Salma menahan senyum.

"Bantu saya melakukan keinginan saya untuk menjaga kamu. Kamu tidak perlu berbuat banyak ko, serius, Sal. Karna saya tidak ingin kamu kelelahan membantu saya."

"Terus aku bantu kamu dengan cara apa?"

"Tetap bersamaku sampai kamu tidak menemukan celah untuk pergi dari tempat kita berdiri. Temani saya untuk menuju titik itu bersamamu, Sal. Gimana, mau?"

Salma terlihat mempertimbangkan permintaan Egi membuat Egi sedikit merasa cemas akan jawaban dari Salma setelah ini.

Tapi pada akhirnya, Salma tersenyum, mengangguk mengucapkan "iya" dengan perasaan senang.

Egi membalasnya dengan mengusap puncak kepala Salma sembari berkata terimakasih.

Lalu mereka benar-benar menikmati setiap detik yang terjadi di tempat ini. Angin, cahaya, awan, dan kicauan burung menyaksikan bagaimana dua hati ini berbahagia. Mereka terlihat membicarakan sesuatu, kemudian tertawa lepas, sampai mereka terlihat merasa sangat bahagia. Tanpa mengingat, bahwa bahagia berteman begitu akrab dengan makhluk pecicilan bernama patah hati.

Langit memang sering berganti rasa. Tidak peduli secepat apa dia berubah. Entah apa penyebab dari pergantian rasa itu, tetapi dia sering kali menggambarkannya melalui apapun yang ada di dekatnya. Dari awan yang begitu cerah menjadi awan gelap tak bersahabat. Dari angin yang begitu halus menjadi angin yang terasa kasar. Tapi berbeda dengan yang berada jauh di bawahnya. Sebagian manusia terkadang menantikannya, adapula yang menghindarinya. Semua tergantung pada apa yang sedang terjadi kepada mereka.

Seperti saat ini, Salma ingin sekali semesta berpihak kepadanya sekali saja. Salma ingin semesta menurunkan hujan yang begitu lebat supaya dia lupa bahwa dirinya tengah kecewa. Kecewa mendapati seseorang yang katanya ingin menjaganya, sedang berada diatas motor Vespa miliknya tetapi bukan dengan dirinya. Bagaimana bisa dia menjaga Salma, jika menjaga hal kecil yang ada di dalam tubuh Salma saja dia tidak bisa. Memang, Salma belum mendengar alasan yang masuk akal untuk kejadian yang baru saja di nikmatinya. Lantas apa telinga masih bisa berfungsi ketika hati tidak memberi waktu untuk sekedar mendengarkan kata maaf saja?. Karena baginya, kata maaf adalah pemberitahuan bahwa akan ada kesalahan setelahnya yang lebih hebat dari itu.

Namun sayang sekali, semesta begitu berpihak kepada Egi dan teman wanitanya yang kini sedang berada di atas motor yang sama. Egi tau bahwa sekarang dirinya harus tau batas untuk bergaul dengan teman-temannya karena sekarang ada hati yang harus dia jaga. Dengan penuh harap, Egi berdo'a supaya Salma tidak melihatnya sekarang. Bukan karena ingin menyembunyikan sesuatu dari Salma, hanya saja Egi ingin menjaga hubungannya yang baru saja di mulai.

"Berdua aja terus" ledek Raka melihat Egi bersama Thania. Teman wanita Egi yang sedang bersama Egi saat ini.

"Sirik aja lu" balas Thania.

Thania memang sudah tidak perlu menjaga image ketika bersama Egi. Karena baginya, Egi adalah seseorang yang natural dan apa adanya. Kedekatannya bersama Egi membuat dirinya merasa senang. Walaupun dia tidak tahu bagaimana kelanjutan rasa senangnya itu. Teman-teman sekelasnya pun sudah tidak asing lagi ketika melihat Thania dan Egi saling bertukar canda, tertawa bersama, bahkan pulang bersama.

Filosofi SenjaWhere stories live. Discover now