、lima

4.6K 823 112
                                    

lagi, wooyoung mengulanginya lagi.

tanpa sepengetahuan seonghwa dan para perawat yang sering keluar masuk ruangannya―dia kabur.

bukan kabur sebenarnya, wooyoung hanya ingin bermain. dia seperti hidup di dalam sebuah penjara, tanpa diperbolehkan melihat dunia luar yang selalu menjadi favorit wooyoung.

“kamu kabur-kaburan terus mau kapan sembuh?!”

wooyoung mendengus sebal ketika suara seonghwa terngiang di dalam kepalanya.

“gak bakal sembuh juga,” gumamnya sebal.

sebelah tangannya terulur ke depan, menengadahkan telapak tangannya, menerima setiap tetes air hujan yang tersaring dari ranting pohon, terjun bebas dari atas permukaan dedaunan.

senyum manis terulas dibibirnya, kekehan lembut mengalun ketika rintik demi rintik terjun di atas telapak tangannya.

menyenangkan sekali bersembunyi di balik pohon sambil menikmati hujan yang turun tak cukup deras hari ini.

aromanya, wooyoung sangat menyukainya.

“hallo!”

tubuhnya tersentak ketika dikejutkan dengan suara sapaan yang muncul dari arah sampingnya.

kedua alisnya saling bertaut tak suka kala mendapati sosok san bersama payung putih itu berdiri di sampingnya, memayungi tubuhnya hingga tetesan yang terjun ke atas telapak wooyoung terhenti.

wooyoung tak bersuara hanya sekedar untuk membalas sapaan itu. dia menggeser tubuhnya, keluar dari lindungan payung milik san untuk kembali menikmati hujan.

namun, sungguh menyebalkan ketika san kembali memayungi tubuhnya.

“tau, gak? berdiri di atas hujan bisa bikin kamu demam, loh.”

wooyoung tak meresponnya, dengan sedikit kesal kembali bergeser keluar dari payung san.

benar-benar mengganggu.

sementara itu sosok choi san yang kembali ditanggapi ketus oleh si manis jung di sampingnya hanya mengulas senyum tipis ketika gelagat yang seharusnya membuat san kesal malah terlihat menggemaskan.

wooyoung dengan wajah sebalnya adalah hal yang akan selalu menjadi termanis di mata san.

“ck, kamu bisa diem, gak?!”

akhirnya, si lelaki jung itu mengeluarkan suaranya, berseru pada san yang lagi-lagi mendekat untuk memayunginya.

“harusnya aku yang bilang gitu. kamu bisa diem, gak? hujan bisa bikin kamu sakit.”

“terserah aku!”

memang, hujan selalu membawa rasa sakit, tapi wooyoung tetap menikmatinya karena ia menyukainya.

“kamu gak takut sakit dari kemarin hujan-hujanan terus?”

“engga, aku kan kuat.”

“terus ini apa?”

san menunjuk botol infus yang berada dalam pegangan tangan wooyoung.

“sakit bukan?”

“bentar lagi juga sembuh.”

‘ya, sembuh.’

wooyoung menunduk, menatap pantulan dirinya pada genangan air di bawah, juga pantulan wajah san yang terlihat tak pernah lepas tatap padanya.

kembali, sedikit dari banyaknya perasaan bersalah memukul relung hatinya, setiap kali matanya menatap potret wajah san.

wooyoung kesal, bukan pada san, tapi pada dirinya sendiri yang sangat bodoh ini.

grep!

hangat.

sensasi hangat familiar yang sangat ia rindukan itu merengkuh tubuh lemahnya, sangat erat, menenggelamkannya dalam memori rindu yang tidak dapat ditepis oleh egonya.

“san―”

“diem dulu, please.”

san semakin mengeratkan pelukannya pada pinggang wooyoung, menelan tubuh kecil itu dalam pelukan long coat yang dikenakannya.

“san, aku basah―”

i miss you.”

wooyoung mengepalkan kedua tangannya dalam diam, matanya memanas ketika bisikan itu menerpa permukaan telinganya.

tidak, ini salah, sangat salah. seharusnya lubuk hati itu tak meronta ingin membalas bisikan rindu.

mereka sudah berakhir.

maka dari itu, dari pada membalas, wooyoung memilih untuk memberontak, ingin melepaskan diri dari rengkuhan erat itu, ingin melepaskan diri dari belenggu rindu menggebu.

“sedang apa kalian di sini?”

keduanya menoleh ke arah sumber suara di belakang, mendapati seonghwa yang berdiri, bersedekap dada dengan sorot tajam dan raut―


























penuh kecemburuan.

penuh kecemburuan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pluviophile, Woosan.✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang