(28)

12.8K 1.3K 361
                                    

still, sweet night coba ")





































Malam hari, ketika Seokjin sudah terlelap dan Jungkook tertidur dalam dekapannya, Namjoon memasuki kamar Seokjin, berjalan pelan agar kedua malaikatnya tak terbangun. Namjoon sengaja datang setelah selesai bekerja. Dirinya bersimpuh disamping ranjang dekat Jungkook, mengulurkan tangan panjangnya guna menyentuh pipi mungil anaknya.

Lusa ia akan mempresentasikan tugas akhirnya, lusa ia akan berada dititik yang selama ini ia nantikan. Lusa ia berharap semua berjalan lancar. Tangan Jungkook berada diantara kepala kecilnya, kakinya terbuka lebar, mata kecilnya terpejam rapat. Namjoon menatap Seokjin dan Jungkook bergantian, mereka mirip, sangat mirip.

Matanya memanas, dadanya menghangat, bibirnya bergetar terkunci rapat. Ada atau tidak adanya Jungkook dan Seokjin, Namjoon akan tetap merampungkan tugas akhirnya dengan cepat, itu tekadnya. Tapi apa rasanya akan sama seperti ini? Dadanya berdebar, penuh bahagia dan haru. Ia akan lulus, lalu menjadikan Seokjin miliknya, ia akan diakui sebagai Ayah Jungkook oleh dunia. Rasanya, Namjoon sudah tidak dapat menahan debaran kegembiraan ini.

Jempol besarnya mengelus jemari mungil anaknya, begitu halus, begitu lembut, begitu kecil. Bagaimana bisa, sesuatu yang sekecil ini, setakberdaya ini mampu membuatnya berjuang setengah mati? Bagaimana bisa Namjoon memberikan seluruh hidupnya pada bayi yang bahkan tak dapat melakukan apapun? Dan bagaimana bisa, setelah ia begitu berharap semua ini mimpi kini ia berharap semua ini begitu nyata dalam hidupnya.

Ia ingin Seokjin nyata dalam hidupnya. Ia ingin Jungkook nyata dalam hidupnya. Ia ingin memiliki keduanya. Ia ingin mempertahankan keduanya. Ia ingin semua ini tak lenyap dalam hidupnya.

Tapi bagaimana bisa Jungkook yang kecil ini mampu membuatnya semakin dewasa? Membuatnya mengerti bahwa hidup tak hanya tentang keindahan, bahwa Namjoon harus melewati semua luka dan penderitaan. Bahwa hidup tak selalu sesuai dengan apa yang ia harapkan. Anaknya sekecil ini, tapi mampu mengajarkan Namjoon segalanya tentang hidup.

Seokjin bergerak dalam tidurnya, Namjoon menaikkan alis menunggu apa yang akan terjadi. Seokjin tetap memejamkan mata. Lelaki manis dan lembut itu melewati begitu banyak hal karena Namjoon. Seokjin merasakan penderitaan besar karena dirinya. Bagaimana bisa lelaki yang tengah tertidur dengan nyenyak itu nyatanya seseorang yang begitu kuat yang tak pernah Namjoon duga?

Kakinya bergerak, Namjoon berdiri dari posisi awalnya. Berjalan lirih mengecup kening Seokjin. "Selamat tidur Seokjin, sudah tidak ada mimpi buruk kan?" Suara Namjoon begitu lirih, tangannya mengelus kening yang sempat ia cium tadi. "Jangan bermimpi buruk lagi, Jungkook menemanimu tidur. Aku ingin mendengar tentang mimpi apa yang kau alami malam ini. Aku ingin mendengar tentang mimpi indahmu. Tidur yang nyenyak, sebentar lagi kita akan menjadi satu bukan? Kau, aku dan Jungkookie."

Dan ketika lusa datang, ada perayaan kecil di flat Jimin. Mereka memesan begitu banyak makanan, ada balon berserakan, potongan kertas warna-warni, suara terompet kecil yang mampu membuat Jungkook tertawa dan mereka yang berlomba membunyikan terompet hanya agar si bayi tersenyum. Namjoon berhasil melewatinya.

.

.

.

"Kau keluar dari pekerjaanmu?"

"Eum!" Jawab Namjoon sembari menggelitiki perut Jungkook, membuat bayi itu tertawa lucu sementara Seokjin tengah melipat baju Jungkook. "Aku harus mengurus segala persyaratanku untuk kelulusan, dan aku ingin banyak waktu untuk Jungkookie. Setelah itu aku akan sibuk mengurus beasiswaku, iyakan?"

Namjoon tak sadar ketika Seokjin tiba-tiba berhenti melipat baju, matanya mendadak kosong, namun raut wajahnya menegang, Namjoon masih bermain dengan Jungkook. "Kedua adikku setiap hari meminta foto Jungkook. Aku bahkan bisa mengiriminya sepuluh foto setiap hari."

He is OursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang