[26] Flashback - Jeno

916 163 37
                                    

"Jeno, berangkat sekolah naik bus saja ya, Papa nggak bisa antar,"

Jeno manggut-manggut. Mulutnya bersenandung lagu upbeat yang mengalun dari earphone nya. Tangannya sibuk menuangkan susu ke dalam mangkuk penuh cereal.

"Coba kalau di meja makan earphone nya ditaruh dulu,"

Jeno meringis, lalu menarik pelan benda bulat itu dari telinganya.

Kalau Mama sudah bertitah, artinya semua yang dia katakan harus dituruti.

"Denger nggak tadi Papa bilang apa?"

"Papa nggak bisa anter," ulang Jeno, "Mama yang antar?"

Sejeong tertawa kecil, lalu mengusak kepala Jeno pelan, "iss, bisa aja kamu. Naik Bus, Mama pagi ini juga ada janji pasien di klinik,"

Jeno mengerucutkan bibir, "iya iya, naik bus,"

"Nah, gitu dong, anak baik," Perempuan itu tersenyum lega.  "nanti sepulang sekolah langsung pulang ya, mampir ke klinik buat jemput Adik Bi," tambah Sejeong yang masih sibuk menata bekal.

Jeno menghela napas pasrah, lalu melirik baby seat yang ada di samping Mama. Ada makhluk mungil polos yang memainkan sendoknya dengan muka belepotan bubur.

Hilih. Melihatnya saja sudah malas.

"Yaaang kaos kaki ku dimana?" Suara Doyoung menggema di penjuru ruangan.

Sejeong berdecak sebal, "Adaa di lemari atas, aku taruh tempat biasanya,"

"Oh, iyaa ada,"

Kalau kata orang-orang, kapasitas otak Doyoung sudah habis untuk memikirkan proyek konstruksi nya yang tidak ada habisnya. Doyoung memang dua tahun ini setelah memutuskan keluar dari perusahannya dia membuat perusahaan konstruksi sendiri mulai dari nol bersama teman-temannya sewaktu kuliah dulu, Ten dan Chungha.

Jadi intinya Doyoung sudah tidak bisa apa apa lagi kalau tidak ada mama.

Sebergantung itu Doyoung pada perempuan ini.

"Papa perginya berapa lama?" Tanya Jeno.

Biasanya yang menjemput Adik Bi dari klinik Sejeong itu Doyoung, tapi Jeno sudah hapal, kalau dia diminta jemput Adik Bi, berarti entah Papa ada perjalanan dinas selama beberapa hari, atau hanya harus lembur seharian penuh di kantor.

"Mungkin dua hari, nanti malam Papa telfon," Jawab Doyoung asal. Dia muncul tergesa-gesa -- entah dari mana, menenteng mantel dan sepatu pantofelnya.

"Bekalnya jangan lupa dibawa, kunci mobilnya ada di bawah, di garasi,"

"Oke sayang, makasih,"

Dia bergantian mencium Pipi Sejeong, mencium pipi baby Bi, kemudian mengusak kepala Jeno, "Kakak jaga Mama dan Adik Bi, oke?"

"Siap kapten," jawab Jeno singkat, membuat Sejeong tertawa kecil.

***

Jarak antara halte bus dengan rumah Jeno tidak terlalu jauh, hanya memerlukan waktu kurang lebih 10 menit.

Jeno datang terlalu awal, bahkan Bus nya belum kelihatan.

Tapi ada anak laki-laki memakai seragam yang sama sudah duduk terlebih dahulu di sana.

Badge di kemejanya berwarna hijau. Sama seperti milik Jeno. Itu artinya satu angkatan dengannya.

Jeno menaikkan alis. Dia tidak ingat ada anak semacam itu tinggal di sekitar rumahnya. Bahkan dia juga tidak pernah melihatnya di sekolah.

Jangan jangan anak baru.


Tapi seragamnya tidak terlihat rapi seperti baru dipakai. Kemejanya kusut dikeluarkan, dengan lengan digulung seperempat dan kerah yang dikancing seadanya. Kontras dengan penampilan Jeno.

Sepertinya anak itu menyadari keberadaan Jeno. Dia menoleh dan tersenyum.

Jeno tidak ambil pusing dan duduk di samping anak itu. Aroma kayu dingin dan besi tua menguar dari tubuh anak itu.

Aroma yang ramah dan menenangkan. Apakah itu sejenis parfum?

"Kamu dengerin lagu apa?" Anak itu tiba-tiba berbicara pada Jeno.

Jeno meliriknya. Anak laki-laki berambut hitam gelap itu menunjuk ipod Jeno penasaran.

Jeno yang awalnya tidak begitu tertarik dengan anak itu, jadi menanggapi pertanyaannya.

"Red Jumpsuit Apparatus,"

Anak itu membulatkan matanya. "Wah, bukannya band itu sudah lumayan lama? Ternyata seleramu tua juga,"

Jeno melotot. Baru kali selama hidupnya ada yang mengomentari selera musiknya.

Jeno menarik ipodnya pelan, duduk memunggungi anak itu, menunjukkan sikap defensif.

Sepertinya anak itu menangkap sikap Jeno yang terlihat tidak suka. Dia menggaruk tengkuk sambil meringis, terlihat salah tingkah.

"Errr, aku Na Jaemin, sepertinya kamu satu sekolah denganku ya?" Jeno mendengar anak itu memperkenalkan diri.

"Jeno," balas jeno singkat. "Anak baru?"

"Iya hehe, aku sepertinya salah naik bis tadi, sampai turun di sini," anak bernama Jaemin itu meringis. "Kau mau berangkat sekolah bersamaku? Sekalian menunjukkan jalannya,"

Oh, dia tersesat.



"Oke,"


Jeno waktu itu tidak tahu, pertemuan pertamanya dengan Na Jaemin adalah awal yang akan mengubah hidupnya selamanya.

***


Halo? Meri dikit dikit dulu yaa apdetnyaa buat pemanasan hehehe.

Sekalian mo minta maap gara2 udah ilang gantungin book ini sampek berbulan bulan lamanya. Hehehehe. Gomeenasaaai.

Baby's Day OutWhere stories live. Discover now