Before 8

2.7K 240 46
                                    

"Sudah berapa lama menjalin hubungan?"

"Empat jalan lima bulan."

Rita berfikir dulu sebentar sebelum mengangguk-angguk mengerti. Pulpen di tangannya sudah bergerak lincah di atas kertas kosong miliknya. "Lumayan lama," ujarnya meremehkan. "Pernah melakukan hubungan sejauh apa?"

Rian mengernyit. "Maksudnya gimana?"

"Maksudnya, kalian pernah pelukan, ciuman atau seks?"

Rian melotot mendengar ujaran bernada santai dari wanita berkacamata di depannya. Bahkan wanita itu terlalu enggan untuk menatap Rian. "Kepo."

"Oh berarti pernah, ya." Dia kembali mencatat.

Rian menahan diri agar tidak kelepasan menjambak rambut kriting si ketua mading sekolahnya tersebut.

"Seksnya biasa aja atau pake mainan? Atau---"

"Atau kalau lo berhenti ngajuin pertanyaan konyol, gue jamin majalah edisi bulan depan masih bisa terbit." Rian memperingati.

Rita membenarkan letak kaca matanya, sedikit gugup. "Oh--Oke!"

"Alasan kalian pacaran?" dan dia mengganti pertanyaannya.

"Coret dulu jawaban ngawur lo yang sebelumnya!" titah Rian tegas.

Rita buru-buru mencoret satu baris kalimat yang terakhir dia tulis.

Rian tersenyum--sedikit puas--faktanya, dia amat sangat merasa sial bisa berhasil terseret ke ruang mading dan berhadapan dengan si lambe turah sekolah, yang beraninya hanya dengan Rian dan menjadi ciut saat Rian mengajukan untuk mewawancarai Fajar saja. "Pertanyann yang itu tanya Fajar."

Rita mendongak, menatap Rian tak suka sebelum kembali siap-siap menulis. "Jawab aja! Apa karena beneran saling suka atau karena bosan jomblo, atau kamu cuma manfaatin dia aja supaya bisa populer?"

Rian refleks menggebrak meja. "Helah, sebelum pacaran sama Fajar aja, gue udah tenar kali!" Rian berujar angkuh, lebih kepada kesal. "Udah deh, ya! Kalau lo terus nanya sama gue yang ada entar gue hancurin ruangan dosa ini. Jadi, lo terbitin aja seadanya yang gue jawab. Kalau mau tambahan, tanya Fajar!" Rian memakai tasnya dan bersiap-siap keluar. "Satu lagi! Sampai artikel yang entar lo muat ngaco, gue bisa jamin, eskul lo gulung tikar langsung."

Dan Rian langsung keluar dari ruangan itu.

***

Hujan.

Bukan gerimis, bukan hujan besar. Tapi hujan badai disertai angin. Sialnya, hujan melebat saat bel tanda pulang dibunyikan.

Rian yang masih belum sembuh betul akan sakitnya saat camping kemarin, terpaksa diam di kelas daripada harus menerobos hujan, meski dia punya payung atau jas sekali pun.

Sedikitnya, dia masih cemas akan artikel yang dimuat oleh anak mading nanti. Takut ada berita-berita buruk yang memicu salah paham. Rian sih cuek-cuek saja, tapi Fajar beda lagi. Dia seorang murid teladan, ketua OSIS, kesayangan guru. Rian mana tega kalau nanti nama pacarnya jadi buruk.

"Yan, gak pulang?" Bagas bertanya sambil menepuk pundaknya. Kepala Rian yang tenggelam dalam balutan hoodie hitam menggeleng. Dilihatnya anak-anak yang lain memilih menunggu hujan reda juga sambil mengobrol dengan yang lainnya.

Anthony dan Jojo sudah pamit terlebih dahulu karena katanya ada urusan. Sementara teman-temannya yang lain sudah dia usir untuk jauh dari jangkauannya. Berisik. Apalagi Apri dan Ester, yang punya tiga mulut; satu di wajah, satu di bawah satu lagi tak kasat mata.

"Yaudah, gue duluan..."

"Ahay Fajar!" Rian dan Bagas cepat-cepat menoleh ke arah Jasmine. Wanita sekelasnya itu melambai-lambaikan tangannya ke arah pintu dengan senyum lebarnya.

Day (FAJRI)Where stories live. Discover now