11. Smile (2)

308 25 2
                                    

Eya dan Cross baru sampai 30 menit kemudian. Sebenarnya tempatnya tidak terlalu jauh tapi juga gak dekat; cuma karena Eya si gadis manja nan imut ini masih kekeuh tidak mau pergi, alhasil Cross pun harus membujuknya lagi.

"Eya, senyum dong. Kan mau beli cincin buat lo, harusnya seneng dong." Cross berujar.

Gadis itupun tersenyum walau sambil di paksakan, tapi Cross ikut tersenyum melihatnya.

Melanjutkan jalan, mereka pun akhirnya sampai di tempat kedua ibu mereka menunggu. Aeera dan Zely nampak tengah mengobrol sambil melihat-lihat cincin yang terpampang di etalase.

"Lama banget Cross, kemana dulu?" Kata Aeera.

Cross hanya melirikan matanya pada Eya, memberitahu bahwa yang membuatnya lama adalah Eya.

"Yaudah nih, kamu mau yang mana sayang." Ucap Zely seraya menarik lengan Eya dan menyuruhnya duduk di sebelahnya.

Cross pun ikut duduk di sofa sebelah Eya, mengamati cincin-cincin di depannya.

Sementara Eya, dia nampak tak berselera. "Jelek," cibir Eya.

"Mbaknya mau yang seperti apa? Nanti kami carikan, kebetulan kami punya desain baru; mungkin mbaknya mau." Kata sang penjaga toko berlian itu.

"Mau yang kayak gimana Eya?" Aeera ikut bertanya.

"Ya gak tahu, tapi aku gak mau yang ini. Jelek semua," Eya berkata dengan nada jutek. Padahal dia belum melihat semua contohnya.

Zely menatap Eya heran. "Atau kamu punya desain sendiri mungkin? Nanti biar di bikinin." Tawar Zely.

Eya nampak berpikir, cincin di depannya bukan tidak bagus. Eya hanya ingin mengerjai mami nya saja. Sebenarnya apapun bentuknya asal tidak terlalu ramai dan besar, Eya sih mau saja.

"Lo mau yang kayak gimana Ya?"

Kali ini Cross ikut bicara, dia lalu mengambil salah satu cincin di meja itu. Memperlihatkan pada Eya.

"Yang ini gak mau?" Tanya Cross seraya menunjukkan cincin dengan desain unik dan lucu. Eya belum sempat melihatnya.

Mata Eya pun membola saat melihat cincin yang Cross tunjukkan, dia pun  mengambil cincin itu.

Mata Eya pun membola saat melihat cincin yang Cross tunjukkan, dia pun  mengambil cincin itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Wah, lucu!" Pekik Eya girang.

Mereka yang melihatnya tersenyum senang, lalu Eya kembali sadar. "Eh —yaudah yang ini aja." Ujarnya.

"Hmm, giliran Cross yang milih aja suka." Ledek Zely.

Aeera tersenyum, "yaudah berarti yang ini yah?" Kata Aeera.

Eya hanya mengangguk saja dengan wajah innocent nya, sementara Cross tersenyum gemas pada Eya.

••••

"Lain kali kalau mau ngerjain orang pikir-pikir dulu," kata Cross sambil lalu melepas safety belt milik Eya.

"Yaudah sih," sewot Eya.

Cross hanya terkekeh, dia lalu menyuruh Eya turun dari mobilnya.

"Lo gak mau mampir?"

Cross menggelengkan kepalanya, menolak tawaran Eya. "Gue masih ada perlu, lagian udah sore." Ucapnya.

Eya mengangguk samar,"yaudah, hati-hati." Kata Eya pelan.

Cross hanya tersenyum dia lalu mengemudikan mobilnya pergi meninggalkan Eya yang masih menatap kepergiannya.

"Gak akan hilang, jangan di liatin mulu." Kata Zely dari balik pintu.

Eya hanya mendengus, dia lalu berbalik; memasang wajah jutek pada Zely.

"Mana senyumnya? Kan hanis jalan sama calon suami." Goda Zely.

"Apaan sih Mi,"

Eya lalu hanya melewati saja Zely tanpa memberikan ciuman ditangan seperti biasanya.

Zely tahu Eya masih marah padanya, dan pasti ngambeknya tuh lama.

"Mami buatin udang asam manis ya buat makan malam." Tawar Zely. Berniat membujuk Eya, tapi ternyata tak berpengaruh.

"Ayam fillet ya? Sausnya yang pedes nanti, mami abis belanja tadi." Tawar Zely lagi.

Tapi Eya masih diam, sekarang anaknya malah sedang tiduran di sofa sambil menonton teve.

"Yaya, maafin mami dong."

Eya sedikit menolehkan kepalanya pada Zely saat memanggilnya 'Yaya' panggilan kecil dan sayang Eya oleh kedua orangtuanya.

"Papi juga pasti marah kalau tahu," sahut Eya jutek.

Membuat hati Zely sedikit mencelos; ingat kembali mendiang suaminya itu. Zely sudah menjadi single parents saat usia Eya masih 12 tahun; dan sekarang Eya sudah berumur 20 tahun, itu berarti 8 tahun Zely hidup menjanda. Bukannya tidak mau menikah lagi atau tidak ada yang mau, tapi Zely sangat-sangat memikirkan Eya —puteri satu-satunya yang dia punya. Eya kesayangan dia dan Dylan; Zely tidak mau nanti Eya merasakan jadi anak tiri.

Zely tidak mau Eya menderita, lagipula kasih sayang ayah tiri berbeda dengan ayah kandung. Pun Dylan sebelum kepergiannya, dia sudah meninggalkan warisan untuknya juga Eya; jadi mereka tidak akan kelaparan maupun hidup kekurangan. Eya pun tak pernah menyinggung soal sosok ayah, dia anak penurut jika dalam hal ini. Lagipula tidak ada yang bisa menggantikan Dylan dalam hati mereka.

"Eya kangen Papi," cicit Eya sembari memeluk lututnya.

Zely hanya tersenyum sambil menghampiri Eya yang kini terduduk itu. "Nanti kita tengok Papi ya, sama Cross juga mau?"

Eya mengangguk, dia lalu memeluk Zely sambil menangis. Eya benar-benar merindukan Dylan.

Tapi, sekuat apapun rindunya. Dylan tak akan pernah kembali.

Rindu yang menyakitkan itu; adalah ketika merindukan seseorang yang tak akan pernah bisa di temui.

Dan Eya ... Benci itu.

Tbc.

Happy waiting dear🍑

AFFECTEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang