Part 15

975 35 11
                                    

Pagi harinya Langit dan Bintang sarapan bersama mama dan papa Langit. Bintang membuatkan sarapan untuk suaminya. Roti dengan selai cokelat dan segelas susu.
" Ma, Pa, kayaknya aku sama Bintang mau pindah ke apartemen aja deh." Kata Langit membuka pembicaraan.
" Kenapa, Lang? " tanya mama kaget.
" Ya biar kita lebih mandiri aja dalam berumah tangga, Ma. Udah gitu jarak dari kantor ke apartemen kan lebih deket. Jadi lebih enak." Kata Langit memberi alasan.
" Gak mau disini aja? Nanti rumah ini makin sepi donk." Pinta mama memelas.
" Ma, kalo anak ingin mandiri, ya sudah dilepas aja. Sampai kapan Langit berada di bawah ketek Mama terus? " kata Papa menasihati istrinya.
" Sampe Mama udah gak ada. Langit kan anak kita satu2nya, Pa." Kata mama membela diri.
" Iya, tapi kan dia laki-laki. Biarkan dia membangun rumah tangganya sendiri." Kata Papa membela Langit.
" Iya, Ma. Lagian kita gak pindah jauh2 kok, cuma ke apartemen. Mama bisa main kesana dan kita juga bakal sering main kesini. Ya kan, Bin? " kata Langit menyenggol lengan Bintang.
" Eh, iya..." jawab Bintang kaget.
" Huuffttt... Jadi kapan kalian mau pindah? "
" Minggu deh, Ma."
" Hmm... Yaudah deh. Tapi janji ya bakal sering2 main kesini."
" Iya, Ma."
" Sedih deh gue." Kata mama sambil memanyunkan bibir.
Langit dan yang lainnya hanya tersenyum sambil geleng2 kepala.

***

Minggu pagi...
Langit dan Bintang sedang merapikan barang2 mereka begitu tiba di apartemen. Bintang memasukkan kopernya ke kamar.
" Kamu ngapain? " tanya Langit saat melihat Bintang memasukkan kopernya ke kamar yang berada di sebelah kamarnya.
" Nyusun barang aku lah."
" Kamar kita yang itu." Kata Langit menunjuk kamar di sebelah.
" Kita? Kamu aja kali, aku enggak." Balas Bintang dengan nada kekinian.
" Kamu gak mau sekamar sama aku?" Tanya Langit bingung.
" Lebih tepatnya gak mau di kamar tempat kamu dan cewek lain tidur bareng. Emang aku kayak dia? " kata Bintang sinis karena di kamar itu dia pernah melihat Gisel dan Langit tidur bareng.
" Bin..."
" Udah deh gak usah berdebat. Disini kan gak ada Mama dan Papa, jadi kita tidur sendiri2 aja. Aku disini dan kamu disana." Kata Bintang sambil menarik kopernya masuk.
Langit hanya bisa geleng2 kepala melihat sikap keras kepala Bintang itu.

***

Malam harinya Bintang sedang menonton tv sendirian. Langit keluar sejak sore hari. Bintang merasa sangat bosan berada di apartemen ini sendirian. Dia ingin tidur tapi tidak bisa karena hati kecilnya ingin menunggu Langit pulang. Sudah jam sembilan malam tapi Langit belum pulang juga.
" Kreekkk..." seseorang membuka pintu dan mengagetkan Bintang.
" Kok belum tidur? " tanya Langit saat melihat Bintang baring di sofa.
" Belum ngantuk."
" Belum ngantuk atau nungguin aku?" Tanya Langit sambil tersenyum nakal.
" Ih, apaan sih? Kamu dari mana? " tanya Bintang penasaran.
" Mau tau aja atau mau tau banget? " goda Langit sambil menuangkan air ke dalam gelas.
" Langiiitttt, aku serius."
" Gak usah serius2 lah. Hahaha..."
" Mck! "
" Dari rumah Awan. Ngomongin bisnis dengan perusahaan Gisel. Aku minta bantuin gimana caranya memutuskan kontrak kerja dengan perusahaan Gisel." Kata Langit setelah meneguk segelas air.
" Kamu mau mutusin kontrak kerja dengan Gisel? Kenapa? " tanya Bintang heran.
" Biar dia gak muncul lagi di hadapan aku dan kamu gak bete terus karena ketemu dia." Kata Langit yang kini sudah berdiri di hadapan Bintang.
" Aku? Bete? Apa hubungannya? " tanya Bintang menipis tuduhan itu.
" Iyalah. Tiap abis ketemu Gisel, pasti kamu langsung sinis ke aku."
" Ih, GR banget lu! "
" Biarin. Lagian, aku dijebak sama dia. Aku gak tau kalo orang ketiga yang mau kerja sama dengan perusahaanku dan Megamax itu adalah perusahaan Gisel. Kalo tau, aku gak akan menandatangani kontrak kerja itu." Kata Langit menjelaskan.
Seketika Bintang tertegun. Ternyata bukan Langit yang sengaja menjalin hubungan kerja drngan Gisel, tapi Gisel yang sudah menjebak Langit.
" Terus apa kata Awan? " tanya Bintang.
" Sulit untuk dihentikan kecuali nunggu sampe hasil kerja sama bisnis itu selesai."
" Berarti... Sama kayak perjanjian nikah kontrak kita? " kata Bintang teringat dengan perjanjian kontrak.
Langit menatap Bintang tajam, seolah ingin mengatakan jangan samakan perjanjian pernikahan mereka dengan yang lain.
" Beda. Perjanjian nikah kita ada waktunya, cuma enam bulan. Setelah itu, kamu dan aku bebas menjalankan hidup masing2." Jawab Langit dingin.
Bintang merasa seluruh darahnya mengalir dengan cepat.
" Iya, kamu dan aku bukan siapa2. Kita hanya membuat kesepakatan sebelum ini semua dimulai. Aku akan bayar hutangku sedikit demi sedikit sama kamu."
" Gak usah dipikirin. Dengan kamu menerima tawaranku, aku sudah melupakan hutangmu." Jawab Langit tanpa mengalihkan pandangannya pada Bintang.
" Gak bisa, aku akan tetap membayarnya." Balas Bintang bersikeras.
Mereka bertatapan beberapa saat sampai Bintang tersentak karena hpnya berbunyi. Bintang meraih hpnya yang ada di atas meja.
" Halo, Ken." Jawabnya.
Langit langsung bisa menebak itu adalah Kenzi. Langit langsung pergi meninggalkan Bintang yang sedang telponan sama Kenzi. Bintang hanya menatap kepergian Langit.
" Braakkk..." Langit membanting pintu kamarnya.
" Huuffttt... Sabar, Lang, sabaarrr... Lo gak papa, lo gak papaaa..." gumam Langit sambil mengelus dada karena menahan sesuatu yang menyesak di dadanya. Dia memegangi dagunya sambil menatap ke jendela kamarnya.
" Lo gak papa, lo gak papa..." kata Langit mencoba menenangkan diri.
Dia tidak mau terbawa emosi, akhirnya dia memutuskan untuk mandi.

Langit & BintangWhere stories live. Discover now