Chapter 1

15 9 0
                                    

Keriuhan terjadi di sebuah lapangan yang sudah menjadi arena bermain sepak bola. Mereka dengan girangnya menendang, menggiring dan beradu skill dengan teman-temannya. Mereka semua menikmati permainan ini.

Saat ini bola sedang dikuasai oleh Dery. Dery tidak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk menyerang lawan, dia langsung berlari kencang menuju gawang sambil membawa bola tentunya. Jalan Dery tidak begitu mulus, pasalnya sudah ada lawan yang siap menghadangnya.

Dery tak kehabisan akal, dia mengoper bolanya ke Nikko tepat ketika bolanya akan direbut. Nikko menerima dengan baik bola umpan itu dan berlari menuju gawang. Dery juga berlari mengikuti Nikko disampingnya, akan tetapi sudah banyak lawan di hadapan mereka.

Umpan satu-dua dilakukan Dery dan Nikko untuk mengelabuhi sekaligus melewati lawan-lawan mereka. Strategi itu berhasil membawa mereka ke daerah dekat gawang lawan. Nikko mengumpan bola itu ke Dery. Dery menerimanya dengan baik melalui kaki kirinya dan langsung menendangnya dengan kaki kanannya.

Bola itu melesat kencang menuju gawang lawan. Kiper lawan yang tidak bisa menghalau bolanya, pasrah gawangnya kebobolan. Kami berdua berlari ke pinggir lapangan dan bersorak gembira.

*****

Kegirangan itu sekarang hanya sebatas kenangan indah sebelum Indonesia memasuki masa 'stay home'. Apalagi semenjak Jakarta menerapkan sistem PSBB selama satu bulan lebih. Aktivitas di luar menjadi sangat sepi. Bermain, belajar, bekerja, dan beribadah, semua dilakukan di rumah, membuat Jakarta menjadi mati suri.

Bagi kebanyakan orang, masa 'stay home' adalah masa untuk berkumpul dengan keluarga. Orangtua yang dulunya sibuk dengan aktivitasnya di luar rumah, sekarang bisa berkumpul bersama anak-anaknya. Namun, hal itu tidak berlaku pada keluarganya, ayahnya tidak bisa pulang ke rumah karena harus bertugas di salah satu rumah sakit rujukan corona.

Di belakang Dery sudah berdiri Alvira -ibu Dery- yang sedang melihat putranya duduk termenung. Alvira tahu betul perasaan putranya yang sangat sedih karena hampir tiga bulan lamanya belum bertemu dengan ayahnya. Dery memang sangat lengket dengan ayahnya, apalagi semenjak dia mulai menyukai ilmu medis. Tidak ada hari, bahkan jam tanpa mengintili ayahnya kemanapun. Karena itu lah Dery sangat mahir dalam ilmu medis.

Alarm di smartphone-nya berbunyi. Alvira mengecek smartphone-nya dan mendapati alarm itu adalah alarm pengingat Dery masuk kuliah online. Biasanya Dery tidak pernah lupa akan jadwalnya, bisa jadi karena kerinduannya itu membuatnya lupa akan kuliahnya itu.

"Biasanya jam segini putraku stay di depan komputernya. Sepertinya putraku kali ini sudah bosan berdiam diri di rumah mulu, makannya dia merenung memikirkan ayahnya. Apa aku ajak saja dia keluar rumah?," pikir Alvira.

Pada waktu yang sama

Alvira dan Dery yang masih sibuk dengan kegiatannya masing-masing tidak menyadari Vivy -putri tunggal keluarga ini- sedang berjalan mengendap-endap menuju Dery. Setelah sampai di samping Dery, Vivy langsung berteriak sambil mendorong bahu Dery. "Dooorr." Teriakan Vivy yang menggelegar itu sukses menyadarkan Dery dari lamunannya.

Teriakan Vivy juga hampir membuat Dery melompat dari tempat duduknya. Untungnya tidak jadi. Dery langsung menatap horor adiknya itu. Vivy menelan ludah dan memasang ancang-ancang untuk lari. "Kabuuuuurr."

Vivy berlari meninggalkan TKP, Dery juga berlari mengejar Vivy. Aksi kejar-kejaran pun tak terelakkan. Vivy berusaha kabur dari terkaman singa yang sedang kesal gara-gara dia ganggu. Sayangnya Vivy malah tertangkap ketika mau berlari menuju kamarnya. Dery langsung membopong Vivy, dan meletakkannya di sofa.

"Kau berat juga yah. Kirain masih sama seperti dulu," Celetuk Dery.

"Yee ... Kakak, aku kan sudah hampir 7 tahun. Ya aku sudah berat lah," jawab Vivy.

"Sudah menyadari dirinya berat, masih saja minta gendong kepada ayah," cibir Dery.

Vivy diam terpaku mendengar pernyataan tadi. Vivy langsung teringat dengan keadaan ayahnya saat ini yang masih belum diketahui olehnya. Ketika Vivy bertanya tentang ayah kepada ibunya, ibunya hanya memberi senyuman saja dan menyuruh Vivy mendoakan keselamatan ayahnya. Jujur Vivy sangat rindu dengan ayahnya dan ingin sekali memeluknya seerat mungkin.

Dery yang melihat raut muka sedih telah tercetak di wajah cantik adiknya, membuat dirinya merasa bersalah telah mengingatkannya dengan ayahnya yang masih belum bisa pulang.

"Kakak, apa gara-gara Vivy nakal, ayah belum pulang sampai sekarang?" tanya Vivy dengan raut muka yang masih menunjukan rasa sedih.

Dery mengusap-usap rambut adiknya. "Bukan seperti itu Vivy. Ayah belum pulang karena harus bertugas untuk negara. Vivy tidak nakal, cuman sedikit nyebelin," Dery mencoba menghibur Vivy yang sedang sedih.

"Ih Kakak. Aku kagak nyebelin, cuman sedikit jahil ... hehehe," jelasku disertai kekehan geli tentunya.

"Dasar kau ini," Dery memekik seraya melebarkan kedua matanya.

"Hihihi, weeek" ejek Vivy.

Dery menyeringai merencanakan beribu cara untuk membalas Vivy. Otaknya yang sudah memendam beribu-ribu cara menjahili adiknya, akhirnya berguna juga. Dery mulai berancang-ancang dan pembalasan pun dimulai. Dery mulai mengelitiki Vivy, sementara Vivy hanya bisa tertawa terbahak-bahak. Tawa Vivy mengisi ruangan itu.

Alvira yang masih fokus pada smartphone-nya, akhirnya tersadar kalau ada hiburan di depannya. Ya, ini adalah hiburan untuknya. Namun, hiburan ini harus berakhir sekarang karena sudah waktunya Dery mengikuti kampus online. Alvira harus mengingatkannya dengan jadwalnya hari ini.

Alvira mulai berjalan menghampiri mereka berdua. Sesampainya disana, Vivy menepuk pundak Dery, Dery sangat terkejut. Dery menoleh ke samping dan mendapati ibunya lah yang menepuk pundaknya.

"Sudahlah Nak. Jangan kau geletiki Adikmu. Kasihan dia ketawa mulu. Nanti sakit perutnya gara-gara ketawa mulu. Oh ya, bentar lagi kan ada kampus online. Cepat sana masuk ke kamar! Nanti telat lagi."

Dery langsung mengambil smartphone-nya dan mengecek sekarang jam berapa, ternyata sekarang sudah jam sembilan kurang semenit. "Aku telaaat," teriak Dery langsung cabut meninggalkan mereka berdua. Sedangkan ibu dan anak itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Dery memang kalau bermain bersama adiknya itu kadang-kadang suka lupa waktu.

"Makasih, Bu. Akhirnya aku selamat dari singa ganas itu," ucap Vivy sambil tersenyum manis.

"Iya anakku tersayang. Apapun untukmu, sayang," tutur Alvira.

Vivy mendekati ibunya dan langsung memeluknya seerat mungkin. Alvira pun membalas pelukan itu sembari tangannya mengelus-elus rambut Vivy. Dengan belaian kasih sayang ibunya, Vivy akhirnya bisa tertidur di pangkuan ibunya.

"Pasti kau mengantuk sekali gara-gara harus bangun pagi-pagi untuk sahur kan, Sayang? Aku akan membawamu ke kamarmu, Sayang," tuturnya sembari melihat Vivy yang terlelap tidur.

Alvira bangun dari duduknya dan melangkah pergi menuju kamar Vivy yang berdekatan dengan kamarnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 14, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hero Jaman NowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang