Chapter 5 ~ Memegang Janji

2.8K 325 87
                                    

Tujuan dan keinginanku sudah ada di depan mata.
Lantas, haruskah aku berbangga diri?
Tidak, jangan bangga karena usahamu sudah membuahkan hasil.
Tetaplah berusaha semampumu.
Ini bukanlah akhir dari pencarianmu, ini adalah awal dari perjalananmu.
(Birendra Sadhana)

🍁🍁🍁

Aura perpustakaan yang awalnya begitu mencekam, mendadak cerah. Apalagi perkataan Radit soal gadis manis, body minimalis itu benar adanya. Setelah melihat nama yang terpajang di meja petugas, kemudan sesosok perempuan yang dikira Birendra adalah "penunggu" seram muncul dari balik meja tinggi itu.

Birendra mengikuti apa yang dilakukan oleh Radit. Meja petugas yang tinggi menyembunyikan mereka yang sedang duduk di balik meja,  persis dengan meja resepsionis di hotel. Hal itulah yang menyebabkan perpustakaan tampak tidak berpenghuni dan beraura seram. Apalagi, si petugas wanita itu sedang membungkuk merapikan beberapa kartu peminjam yang tercecer.

"Neng, lagi apa?" tanya Radit, sementar Birendra hanya berdiam sambil mengamati apa yang dikerjakan petugas itu.

"Eh, Pak Radit? Ini Pak, loker kartu peminjamnya jatuh, kesenggol." Radit hanya ber-oh-ria dan menoleh kepada loker kecil berwarna hijau toska yang tergeletak di samping petugas itu.

"Neng, kenalin dulu. Ini namanya Birendra Sadhana, dia guru baru di sekolah kita. Bi, ini penunggu tetap yang Abang ceritakan tadi."

Birendra mengulurkan tangannya ke hadapan wanita itu. "Birendra Sadhana!"

"Lystia Surya Nirmala, bisa dipanggil Lilis atau Lysti. Ada yang bisa saya bantu?"

"Eh ..., anu, ..., apa ya?" Birendra mendadak gugup, sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dia menoleh pada Radit dengan tampang innocent-nya dan berkata, "Bang Radit, kita ke sini ngapain?"

Radit hanya tertawa dan merengkuh bahu Birendra dengan erat. "Kita mau pinjam buku guru maple Bahasa Inggris, sekalian sama buku siswa juga."

"Oh, buku guru, itu ada di rak barisan depan, Bapak bisa cari sendiri di sana, nanti setelah dapat baru saya catat di daftar pinjaman." Lystia menjelaskan dengan perlahan.

Radit masih tak melepaskan rengkuhan di bahu Birendra. Mereka bersama-sama mencari buku yang dibutuhkan untu kelas pertamanya hari ini. Harapan Birendra hari ini begitu sederhana,. Semoga semua berjalan dengan lancar, begitupun hari-hari berikutnya.

🍁🍁🍁

Mengajar ternyata butuh tenaga ekstra. Tak hanya untuk mengendalikan kelas yang rata-rata berisi paling sedikit 29 siswa, tetapi juga harus bisa mengelola kelas dengan baik. Di kelas pertama, Birendra bertemu dengan anak-anak Multimedia. Lebih banyak siswa perempuan yang dia hadapi. Sedangkan di kelas kedua dia bertemu dengan anak-anak Teknik Otomotif yang keseluruhannya adalah siswa laki-laki.

Hari pertama yang begitu mengesankan. Baru pertama bertemu, dia sudah dihadapkan dengan riuh suara anak-anak bersorak, meneriaki temannya yang baku hantam satu lawan satu di depan kelas. Birendra membawa kedua siswa tersebut untuk menghadap guru BK. Ruang pengadilan bagi mereka yang bermasalah.

Suara ketukan di pintu kamar Birendra mengusik lamunannya. Tak lama dari ketukan pintu sudah terbuka, Ganesh memunculkan kepalanya dari balik pintu.

"Bi, dipanggil Mama, makan malam dulu, katanya!"

"Hm. Bentar, Mas, masih pengen rebahan, lima menit lagi aku nyusul," jawab Birendra.

"Jangan lama-lama, Ayah sudah nungguin di bawah. Besok jangan nunggu Mas yang panggil, soalnya Mas ada acara keluar kota selama tiga minggu. Kamu harus nunggu atau bantuin Mama di bawah, biar Mama gak usah repot-repot panggil kamu."

Déanach ✔ [TERBIT]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora