10

5.1K 321 15
                                    

Kinanti menatap wajah ibunya yang terlelap. Kegelisahan hatinya membuatnya terjaga. Ia kemudian menatap ke luar jendela. Gelapnya malam ini seakan membawa firasat buruk. Intuisinya selalu tepat namun ia belum bisa menebak. Ada kabut gelap seakan menutupi semuanya.

Setelah merasa cukup mengecek kondisi ibunya ia menutup pintu kamar itu lalu dengan memejamkan mata sebuah suar cahaya keemasan muncul dari tangannya kemudian bergerak melingkupi seluruh sudut rumah ini.

Saat ia melangkah keluar dari rumahnya ia masih mencoba mencari aura keberadaan Danu. Namun kembali kabut hitam itu menutupi pikirannya seakan terhalangi sesuatu. Bergegas ia berlari dengan kecepatan tak terukur mengarah ke bukit dimana pondok Danu berada.

Seperginya Kinanti. Juragan Tomo dan beberapa orang yang bersembunyi di balik tanaman taman rumah keluar. Juragan Tomo memandang kalung yang ia kenakan, sebuah kalung yang berbandul dari taring binatang.

"Hebat juga orang sakti yang Sinta bawa. Anak terkutuk itu bahkan tak menyadari keberadaanku" Juragan Tomo menyeringai dengan sinis. Lalu ia berbalik menatap rumah yang diyakini orang sakti itu sudah dipasang segel penghalang. Ia kemudian mengeluarkan batu berwarna ungu kehitaman memandangnya sebentar lalu menatap ke arah rumah. Menurut orang sakti itu, batu hitam ini akan menyerap segel penghalang.

Juragan Tomo mengulurkan batu tersebut lalu tiba-tiba ia merasakan sebuah gerakan pada batu seperti menyerap sesuatu. Dan, ketika ia masih berusaha fokus pada batu tersebut. Suar keemasan yang melingkupi rumah tiba-tiba terserap masuk ke dalam batu itu. Juragan Tomo tersenyum miring ketika sukses segel itu telah ia buka.

"Ayo laksanakan! Bawa Fatimah keluar, ingat apa yang telah di perintahkan Juragan Sinta pada kalian."

"Siap Juragan!" seru empat orang yang berada di belakang Juragan Tomo.

***

KInanti mengamati pondok kediaman rumah Danu yang temaram itu dengan kewaspadaan yang semakin tinggi. Ia merasakan hawa yang bukan manusia. Bukan pula roh-roh orang mati. Hawa ini mencekik dan dapat menyerap aura seseorang. Hawa yang sangat familiar. Ia menebak bahwa Danu tidak ada di pondok itu. Namun aura membunuh ini menariknya ke pondok ini.

Klan Agni. Mata keemasan Kinanti menyipit. Sepertinya ada sesuatu yang tak ia ketahui sehingga Klan kuno itu menyinggungnya di kehidupan ini.

"Keluar kalian!" teriak Kinanti menantang.

'slasshh'

'wuusshh'

Berkelebat bayangan hitam saling memutari Kinanti. Kinanti memejamkan matanya lalu dengan mengepalkan tangan ia mengeluarkan sebuah cahaya keemasan dan melingkupi dirinya. Bayangan hitam itu semakin cepat berputar ke segala arah membingungkan Kinanti. Lalu ketika membuka matanya, pupil mata yang semula berwarna hitam berganti menjadi keemasan.

Ia langsung merentangkan tangan membentuk gestur memanah, sebuah busur panah emas beserta anak panah dengan lambang klan Bhinaya terpatri halus di tangannya. Dengan memejamkan mata ia membuat perhitungan untuk memanah kecepatan musuh yang mengelilinginya tersebut. Ia memusatkan segala aura alam yang berada di sekelilingnya. Telinganya menajam untuk memilah segala bunyi yang masuk ke pendengarannya. Dan akhirnya ia melihat sosok hitam itu terlihat di antara samar-samar aura yang berkumpul. Sosok hitam yang berbeda dari jenis manusia maupun hewan.

Kinanti tersenyum sinis. Ia memasang kuda-kuda memanah ke depan. Dengan masih menutup matanya ia kembali memfokuskan serangan itu. Tepat. Sosok hitam itu bergerak menyerang dari arah belakangnya. Kinanti memutar dengan secepat kilat lalu melepaskan anak panah yang terasa bergetar itu. Panah Klan Bhinaya adalah panah pemusnah. Dan ia akan bergerak mengejar musuh ketika musuh lolos dari targetnya.

SESAT : Dendam Ribuan TahunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang