Ada yang saling jatuh cinta, namun tidak ditakdirkan untuk bersama,
Ada yang selalu bersama, namun hubungannya hanya sebatas penyampaian rasa,
Ada yang tidak pernah bersama sebelumnya, namun akhirnya disatukan oleh takdir.
.
.
.
.
Started: 22/04/20
...
Ya, saat ini bayangannya terlihat begitu nyata di sebuah supermarket, pikir seorang wanita yang menyangka bahwa ia telah berpapasan dengan bayangan mantan kekasihnya. Dan anehnya, ia merasakan jantungnya berdegup begitu cepat saat bayangan itu mulai melemparkan senyuman kearahnya.
"Ai? Airena," suara itu, suara yang sudah lama sekali ingin didengar olehnya. Bayangan itu bersuara. Tunggu. Itu artinya lelaki yang dilihatnya memang nyata, dia bukan bayangan.
Sekali lagi, dia bukan bayangan. Ini bukan halusinasi, melainkan kenyataan yang saat ini harus dihadapi.
"Hai, kamu apa kabar Ren?" pertanyaan sederhana itu terucap dari bibir seorang lelaki yang pernah berjanji untuk mencintai kekasihnya hingga akhir hayat.
Si pemilik pertanyaan tersenyum kaku, sembari menunggu jawaban dari seorang wanita yang kini berdiri mematung tepat dihadapannya. Hingga detik kesekian, wanita yang bernama lengkap Airena Azalea Ariesta itu masih belum menjawab pertanyaan yang diajukan khusus untuknya. Ia justru mengalihkan pandangannya ke segala arah, seolah enggan untuk menatap lawan bicaranya.
"Apa kabar katanya?" gumamnya dalam hati. Entah mengapa Rena (sapaan untuk Airena), justru merasa pertanyaan yang diajukan kepadanya hanya untuk sekedar basa-basi belaka. Ya, alias tidak benar-benar mempertanyakan bagaimana kabarnya selama ini.
"Ren?"
"Eh hai, iya, kabarku? A..aku baik, selalu baik seperti biasa. Kamu nggak usah khawatir pokoknya hehe," jawab Rena canggung, diiringi dengan senyuman indah khas miliknya.
Nggak usah khawatir apanya? Dia juga tidak peduli denganmu bodoh, pikir Rena.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Jawaban serta senyuman wanita itu justru membuat lelaki dihadapannya semakin merasa bersalah. Bagaimana tidak, senyum Rena memang cukup merekah terukir di wajah cantiknya, namun kedua matanya memberikan jawaban yang berbeda. Matanya seolah mengatakan bahwa wanita itu berbohong mengenai kabarnya.
Ia tidak baik-baik saja,
Ia begitu terluka di masa lalu, dan luka itu masih membekas hingga detik ini.
Benar, tanpa diberitahu pun lelaki itu mengetahuinya. Untuk apa menanyakan hal yang kamu sendiri bahkan sudah mengetahui jawabannya. Sayangnya, si lelaki memilih untuk bungkam. Karena penyesalan saat ini pun tidak ada arti baginya.
"Kamu sendiri, juga baik-baik saja kan kabarnya?" Rena balik bertanya. Lelaki itu hanya tersenyum simpul, tanpa menjawab pertanyaan tersebut.
"Baik kalau begitu, aku lega mendengarnya. Jaga dirimu ya Ren. Kamu nggak boleh sakit, apalagi sedih. Titip salam untuk ibu ya. Semoga kita bisa bertemu lagi untuk mengobrol lebih lama. Aku duluan ya karena adikku sudah menunggu di depan," ujarnya sembari menepuk pundak kanan lawan bicaranya dengan hati-hati. Setelahnya, ia berjalan melewati sisi kanan wanita yang tengah bersusah payah menahan tangis.
Seiring langkah kaki lelaki itu menjauh, tangis wanita itu akhirnya pecah. Rasa sesak di dalam dadanya tidak tertahan lagi yang seolah memaksa butiran bening keluar dari matanya. Namun, pada kenyataannya butiran bening itu enggan keluar, hanya terendap saja pada lapisan terluar bola matanya.
Kamu nggak boleh sakit, apalagi sedih. Kata-kata yang terdengar begitu familier baginya. Hanya saja kalimat terakhir sebagai pelengkapnya sudah tidak lagi disertakan oleh lelaki itu, aku akan selalu ada di sisimu.
Benar, kalimat terakhir itu menghilang bersamaan dengan putusnya tali yang menghubungkan cinta diantara mereka pada masa lalu.
"Ya, kamu juga nggak boleh sakit, cukup aku aja yang sakit," ucap Rena dengan suara parau.
"Ayolah, stop Ren, nggak boleh nangis ya. Kuat Rena kuat!" tambahnya untuk menyemangati diri sendiri sembari memukul pelan dadanya. Sebelum orang-orang disekitar menyadari bahwa matanya sudah berkaca-kaca, Rena mengusap matanya dengan kasar. Ia pun kembali mendorong troli belanjaannya dan segera pergi meninggalkan tempat itu.
Tanpa Rena sadari, tampak seseorang tengah memperhatikannya dari belakang. Seseorang yang merasakan sama sesaknya dengan Rena. Seseorang yang memiliki rasa penyesalan yang begitu mendalam, atas perbuatan yang pernah dilakukannya di masa lalu. Bahkan untuk sekedar mengucapkan kata "Maaf" saja ia tidak mampu. Saat itu, rasanya ia hanya dapat mengutuk dirinya sendiri.
.
.
.
Hai, ini pertama kalinya gue publish cerita di wp. Harap maklum ya kalau ada yang typo atau penulisannya berantakan :')
Harap meninggalkan jejak ya~ vote boleh, komen boleh, dua-duanya juga boleh banget^^