BAB 4

2.9K 380 41
                                    

[Cerita ini dilindungi undang-undang akhirat. Jika melakukan plagiat, akan dicatat oleh malaikat]

"Yakinlah di saat hati bimbang, Allah selalu hadir memberi kemudahan dalam menentukan pilihan."

Ketampanan Rifly yang telah menjadi fitrah untuk dirinya sendiri membuat beberapa mata wanita di kampusnya terpikat, terlebih dengan mereka yang tak tahu batasan-batasan dalam bergaul dengan lawan jenis. Jadi tak jarang ia selalu mendapat cobaan dari Tuhan. Untung saja, ia selalu menghindar dan bahkan tak mengindahkan para barisan wanita yang bisa menyebabkan fitnah baginya.

Di setiap malam, di balik kamar yang berukuran kecil di sebuah indekos belakang kampus, Rifly selalu dihantui dengan wanita-wanita yang tak bisa dipungkiri setiap hari selalu saja ada yang meliriknya. Bahkan dengan sikapnya yang tak sesuai dengan realita harus tetap ia pertahankan entah sampai kapan. Ia bersyukur akan dirinya yang telah memikat banyak wanita, tapi ia takut jika ketampanannya kelak yang akan menggiringnya ke pintu neraka. Naudzubuillah.

Terlihat dingin, cuek, dan tak pernah peduli kepada para wanita itu adalah pilihan yang menurut Rifly baik untuknya; kendati hal tersebut melukai hati penggemarnya, tapi ia tidak mau mengambil resiko. Satu hal yang sedang Rifly jalani saat ini, adalah hati dan pikirannya sedang tersandung pada satu nama saja; Inayah, seorang wanita yang ia tunggu kepulangannya dari timur tengah, Istanbul.

Sudah hampir setahun ia kehilangan kontak dengan Inayah. Mengenai bagaimana kabar wanita itu, ia bahkan tak tahu lagi. Terakhir kejujuran telah meretakkan hubungan persahabatan mereka. Rifly sejatinya tak sedingin ini dulu; hatinya terbuka ke setiap wanita yang ingin mengenalnya semasa SMA. Tapi, setelah Inayah wanita yang ia tolaknya itu pergi, ada penyesalan dalam diri karena membohongi Inayah dan diri sendiri.

Dalam kamar, Rifly hanya bisa berkhayal perihal masa-masa indahnya dulu dengan kehadiran Inayah, membuka kembali potret bersama Inayah di masa lalu yang kini wanita itu tengah menjalani pendidikan di negeri timur tengah. Inayah telah mendapatkan promosi beasiswa dari kementerian pendidikan oleh karena prestasinya yang diakui sebagai siswi peraih nilai tertinggi jurusan Sosial di Ujian Nasional pada tingkat se-Indonesia tahun lalu. Jika Rifly masuk di Fakultas Hukum melalui proses seleksi yang panjang dengan jalur SBMPTN, beda halnya Inayah yang beruntung bebas tes melalui jalur undangan beasiswa untuk lanjut di Fakultas Ekonomi dan Bisnis di salah satu kampus Negeri di Turki, tepatnya di kota Istanbul.

Sambil berbaring di tengah malam yang suntuk, Rifly menengadah ke atas langit-langit kamar sembari berpikir, Inayah dulu pernah menjadi seperti wanita-wanita yang sedang mengejarnya di luar sana saat ini, akan tetapi cara Inayah berbeda. Ia mengagumi sosok Rifly tidak hanya dari ketampanannya saja, tapi juga kebaikan yang ada pada diri Rifly dengan tidak membenci keburukan yang ada pada dirinya Lagi pula mereka juga dulu pernah menjalin persahabatan yang cukup lama; tiga tahun lamanya, pada masa putih abu-abu yang sekarang penuh rindu.

Rifly menarik napas panjang sembari membatin, "Apa nggak ada yah Inayah kedua di kampus gue?"

Embusan napas pasrah membuatnya harus menutup mata. Malam sudah begitu laruta. Sekarang waktunya untuk berhenti mengkhayalkan yang tidak mungkin akan terjadi.

Titip rindu untuk, Inayah, ya Allah ... semoga ia masih menyimpan perasaannya untukku. Aamiin.

***

~Istanbul, Turki~
09:30 AM

Inayah terbangun kesiangan saat dirinya harus benar-benar berada di kampus untuk presentasi tuga sesuai jadwal yang sudah diberikan oleh dosennya pada pertemuan minggu lalu. Saat membuka mata, ia terperanjat dari atas kasur, kemudian dengan cekatnya bergegas untuk bersiap-siap diri. Gamis dan juga jilbab pashmina yang tak sempat lagi ia setrika, langsung saja dikenakan. Untung saja gamisnya berwarna navy bercorak bunga serta jilbabnya berwarna hitam pekat, jadi tak terlihat kusut dari kejauhan.

Dirinya semalam dibuat terjaga oleh beberapa pesan yang selalu saja ia baca ulang-ulang. Pesan yang tak bisa ia lupakan, yang membuatnya sulit untuk memaafkan. Hingga ia terjebak pada pilihan yang membuatnya sendiri penuh akan penyesalan. Inayah sudah bertekat untuk selalu menyertakan Allah dalam setiap langkah yang ia pilih. Namun tetap saja, hatinya masih sulit mengubur dalam-dalam semua perihal tentang Rifly.

Malam tadi satu per satu pesan dari Rifly yang telah berhasil ia arsipkan dibuka dan dibaca ulang. Pesan di mana dirinya menyampaikan salam perpisahan yang Rifly sendiri berpikir bahwa itu hanyalah pesan perpisahan karena ia pamit dalam waktu yang cukup lama, menempuh pendidikan di Istanbul dengan tanpa kehadiran Rifly di hari-harinya.

Mengigat kembali semua memori di masa lalu yang sudah hampir setahun lamanya terkubur dalam kepedihan, tanpa terucapkan dan tersampaikan pada Rifly secara langsung karena hubungan persahabatan mereka sudah benar-benar berakhir.

Terlihat hingga pagi ini matanya masih saja terlihat merah karena semalam sembab, mencoba ingin menahan tangis tapi tak bisa lagi. Lantas bagaimana dengan pagi ini? Apa semalam sudah benar-benar isi hatinya tercurahkan.

Di sebuah flat tengah kota Instanbul yang dihuni para pelajar Indonesia yang sedang menempuh pendidikan dari strata satu hingga program doctor, dan salah satunya dihuni oleh wanita yang mencoba menemukan dan menempuh jalannya sendiri selama di Istanbul, kini ia sedang berdiri menatap wajahnya di hadapan cermin dalam kamarnya yang ada di lantai lima.

Inayah yang tadinya terburu-buru, setelah melihat wajahnya di hadapan cermin dan juga matanya yang masih memerah itu, tak lama menatap ia langsung melepaskan embusan napas pasrahnya.

Ya Allah, aku mohon kuatkan aku dan imanku. Sudah hampir setahun aku dan dia tidak pernah saling berkabar, bertegur sapa oleh karena diri ini yang telah berusaha menutup diri dan hati darinya, sampai semua jenis sosial media yang menghubungkan aku dengannya sudah kublokir.

Wanita itu membantin panjang, matanya kembali menitikkan air mara kesedihan.

Aku tak ingin ia terus-terusan menghantui pikiranku, ya Allah. Bukankah jalan yang kutempuh ini adalah sebuah kebaikan? Bukankah berharap lebih pada lelaki yang tak pernah mengharapkan kita adalah sebuah kesalahan?
Restui pilihanku, ya Allah. Setidaknya, buatlah hatiku lapang.

Engkaulah sebaik-baiknya penolong, ya Allah. Tunjukkanlah aku selalu jalan kebenaran. Aku ingin memantaskan diri ini, agar kelak aku bisa mendapatkan jodoh yang baik sekalipun bukan dia.

Setelah merasa baikan, ia menghapus air matanya di pipi. Perlahan wajahnya mencoba untuk tersenyum.

Bismillah .... daha fazla üzüntü yok! (Tak ada lagi kesedihan!), ucapnya penuh keyakinan dalam hati diawali seruan pada Allah.

Inayah kembali mengucap istigfar, ia harus segera bergegas menuju kampus. Terlambat untuk pertama kalinya semoga saja bisa membuatnya semakin sadar bahwa memelihara kesedihan tidak akan membuatnya bisa mengembalikan keadaan. Mulai hari ini, ia akan bena-benar berhenti untuk memikirkan Rifly, dan sebisa mungkin ia lebih ingin memantaskan diri di hadapan Allah daripada mencari celah merindu yang membuat waktunya terbuang sia-sia.

***

To be continued ....

Masih pada di sinikan? Ada yang nungguin update-an single lillah? Komen yuk? Selamat ngebubu-READ ....
Jangan lupa di-vote, yaaa.

Oh, ya, kemarin ada Intan. Hari ini ada Inayah yang muncul ke permukaan cerita. Kira-kira akan ada siapa lagi yaaa?

Jangan lupa, add cerita ini ke reading list kalian. See you tomorrow.

Follow me on instagram:
@yudiiipratama
@wattpad.wahyudiipratama

Single Lillah [Single Karena Dia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang