Chapter 14

1K 161 36
                                    

Mereka melihat Agung yang tergeletak dikoridor penginapan tanpa sehelai kainpun. Darah berceceran diseluruh tubuhnya tapi wajahnya bersih tanpa setetes darah pun.

Kepalanya penyok dan mengeluarkan banyak darah begitu juga kelamin Agung yang hilang dan mengeluarkan banyak darah.

Beberapa peserta disana mulai mual setelah melihat jasad Agung yang mengenaskan. Ada yang pingsan dan ada yang berlari ketakutan.

Wulan, Meysa dan Rere tidak kuat menopang diri mereka dan terduduk dilantai. Fajri, Fenly, Fiki dan Zweitson yang baru datang langsung menyadarkan mereka dan membantunya berdiri.

Para petugas berwenang pun berdatangan mengamankan TKP dan menyelidiki pembunuhan itu. Mobil polisi dan detektif mengelilingi penginapan itu.

Begitu juga dengan ahli forensik yang berdatangan membawa berbagai macam peralatan. Penduduk desa berbondong bondong ke penginapan itu untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.

Desa Watugunung yang aman dan tentram menjadi resah setelah pembunuhan itu terjadi. Para penduduk desa merasa ketakutan.

Setelah beberapa jam petugas berwenang pergi dan membawa jasad Agung untuk diperiksa lebih lanjut. Namun masih ada beberapa polisi yang menjaga TKP.

Panitia dan guru meminta maaf atas kejadian yang menimpa Agung kepada orang tuanya kemudian mengajak yang lainnya untuk pulang dan menghentikan kegiatan mereka.

Berhari hari mereka masih merasa ketakutan dan trauma dengan kejadian itu. Banyak yang memutuskan untuk berhenti dan tidak melanjutkan ke tahap selanjutnya.

Tersisa Wulan, Meysa, Rere, Fajri, Fenly, Zweitson, Fiki, Faneza, Irma dan 15 orang lainnya yang tetap lanjut. Sebenarnya masih ada satu tahap lagi tetapi karena jumlah yang sedikit panitia memutuskan untuk langsung merekrut mereka.

Seminggu setelah kejadian itu, mereka dilantik menjadi pengurus osis yang baru. Mereka mulai menjalankan tugas mereka sebagai pengurus osis.

Berbulan bulan setelah kejadian itu, sekolah kembali normal. Tidak ada yang pernah mengungkit tentang pembunuhan lagi.

Bahkan menyebut kata pembunuhan atau membunuh pun sudah menjadi kutukan disekolah itu. Jika ada yang menyebut kata itu, mereka percaya akan ada yang terbunuh lagi.

Dibelakang sekolah yang sudah sepi karena memang sudah jam pulang sekolah terlihat Faneza yang masih saja membully Irma.

Gilang yang saat itu melihat kelakuan Faneza mendorongnya sampe terjatuh ke kolam ikan didekatnya. Kemudian Gilang memegang tangan Irma dan lari menghindari Faneza.

Mereka bersembunyi di perpustakaan sekolah. Faneza dan gengnya memasuki perpustakaan itu namun tidak menemukan mereka.

Sebenarnya sengaja untuk tidak menemukan mereka. Faneza keluar perpustakaan dan meminta penjaga sekolah mengunci ruangan itu dengan dalih guru yang menyuruhnya.

Gilang dan Irma yang tidak menyadari itu malah merasa tenang dan aman karena Faneza tidak menemukan mereka.

Mereka berdua menghembuskan nafas serempak setelah itu keheningan menguasai ruangan itu. Gilang mulai angkat bicara dengan mengutarakan perasaannya kepada Irma.

"Kak Gilang bilang gini karena kasian kan sama aku yang selalu di bully?" kata Irma yang kemudian berdiri hendak menuju pintu keluar.

"Nggak Ir," kata Gilang menghentikan Irma dan menarik Irma kepelukannya. "Lo mau kan jadi pacar gue?" kata Gilang

Irma tak berkata apapun namun matanya menunjukan bahwa ia menerima Gilang. Gilang langsung mendekatkan bibirnya ke bibir Irma hingga tak tersisa jarak sedikit pun.

Calon Pengurus Osis ||  UN1TY [REVISI BESAR-BESARAN]Where stories live. Discover now