💕CINTA SENDIRI💕

3.7K 483 16
                                    

💕CINTA SENDIRI 💕

Ku ambil pakaian dari dalam lemari, kumasukan ke dalam tas milikku yang sudah usang.
Pakaian yang kumasukan juga sudah usang. Begitu pula daster batik yang kini melekat di tubuhku. Warnanya sudah pudar. Tapi ini semua adalah milikku, bukan pemberian dari pemilik rumah besar yang aku tinggali saat ini.

Setelah pakaian aku masukan, aku duduk di tepi ranjang.
Ku hela napas, untuk mengusir sesak yang memenuhi rongga dadaku. Aku menunduk dalam, aku sudah berpikir ribuan kali, sebelum mengambil keputusan untuk pergi, dan meninggalkan semua ini.

Tiga tahun adalah waktu yang cukup lama bagiku, bertahan, dan diam menerima rasa sakit ini.
Sakit, karena cinta yang bertepuk sebelah tangan.
Sakit, karena merasa diabaikan.
Sakit, karena kehadiranku seakan tidak berarti.

Aku ada di sini atas permintaan istri pertama pria yang tiga tahun lalu menikah denganku. Pria itu Bapak Adiaksa Hermanto, saat beliau menikah denganku, usia beliau 37 tahun, sedang usiaku baru 18 tahun.

Aku, berasal dari keluarga tidak mampu, diminta untuk menikah, dan melahirkan anak yang sangat Bu Adi harapkan, karena beliau tidak bisa lagi menjalankan kewajiban beliau sebagai istri. Disebabkan oleh penyakit yang Bu Adi derita.

Aku pikir, saat malam pertama adalah saat di mana aku harus menyerahkan segalanya, pada pria yang seumuran dengan ibuku.
Tapi aku keliru, karena sedikitpun beliau tidak menyentuhku, bahkan sampai saat ini, setelah tiga tahun pernikahan kami, sedikitpun beliau tidak pernah menyentuhku.

Saat beliau tidur di kamarku, beliau selalu tidur di sofa, tidak pernah sekalipun menyentuh kasur yang aku tiduri.
Awalnya aku bahagia, aku senang, karena beliau tidak nenginginkan aku. Tapi rasa cinta perlahan mulai tumbuh di dalam hatiku. Itu menyiksa lahir, dan batinku.

Sebagai istri, aku tersiksa karena suamiku tidak berkenan memberikan hakku. Dan tidak berkenan menerima pengabdianku sebagai seorang istri.

Sebagai wanita, aku merasa terhina, karena diabaikan dan tidak mendapatkan perhatian sedikitpun.
Dan, bodohnya, selama ini, aku menutupi semuanya dari Bu Adi, istri suamiku. Tapi, sekarang aku sudah tidak sanggup lagi. Aku sudah berada pada penghujung kesabaranku. Aku lelah!

Aku tahu Pak Adi menyimpan rasa pada wanita lain. Aku tahu!
Wanita itu memang pantas untuk dicintai, untuk diharapkan.
Pak Adi pun sudah meminta ijin pada ibu untuk menikahi wanita itu. Dan ibu sudah memberikan ijinnya.
Jadi untuk apa lagi aku di sini!?

Kuusap dadaku yang terasa sangat sesak. Aku tidak punya tempat untuk mengadu, selain pada Allah.

Ckleek ....
Pintu kamar terbuka.
Pak Adi masuk dengan memakai celana pendek, dan kaos oblong membungkus tubuh tinggi tegapnya.

Beliau menatapku seperti orang yang tidak mengenaliku. Tapi beliau tidak berkata apa-apa, beliau langsung menuju sofa, dan berbaring di sana. Satu tangannya di atas dada, satu lagi menyilang di atas wajah menutupi matanya.

Itulah yang terjadi di setiap beliau tidur di kamarku.

Kutatap langit-langit kamar.
Rumah ini besar, sangat besar, sangat kokoh. Di rumah ini, aku mendapatkan perlindungan dari apapun hal buruk yang ada di luar sana, saat berada di sini. Tapi sayangnya, aku tidak mendapatkan kebahagiaan, dan ketenangan jiwa di sini.

Aku bisa dengan mudah masuk ke dalam rumah ini. Tapi tidak bisa masuk ke dalam kehidupan Pak Adi seutuhnya, meski aku sudah secara sah menjadi istri beliau.

Ku hela napas panjang, lalu kuhembuskan perlahan. Kutatap Pak Adi yang tidur di sofa.
Aku yakin beliau belum tidur.

"Pak, saya minta cerai," ucapan singkat yang harus kupikirkan ribuan kali sebelum terlontar dari mulutku. Ucapan singkat yang aku lontarkan dengan mengumpulkan segenap keberanianku.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 23, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Kumpulan CerpenWhere stories live. Discover now