22 4 50
                                    


____________________________________________

"On the first page of our story,
the future seemed so bright
then this thing turned out so evil."
____________________________________________

Kepulan asap putih terlihat keluar mengudara dari celah kecil bibir tipis gadis muda yang berpoleskan lipgloss merah muda. Sesekali gadis itu mengatupkan kedua bibirnya, mencoba menelan ludah yang tak lagi terasa di dalam mulutnya.

Hanya satu.
Hanya satu pesan saja harinya yang indah berubah menjadi sebuah mimpi buruk yang selalu muncul seperti saat ia tidur tapi  kali ini ia dalam keadaan sadar dengan mata terbuka.

Tatapan nanar terlihat jelas terpancar dari kedua bola mata coklat tua milik Avery, menatap lurus ke arah layar ponsel yang masih menyala. Sebuah pesan masuk membuat kesadarannya kembali tertarik ke dunia nyata. Ia mengalihkan pandangannya ke depan, dimana mimpi buruk itu masih berada disana.

[ Aku tidak jadi pulang mungkin agak malam, Nessa tiba-tiba minta ditemani ke rumah sakit. ]

"Rumah sakit? Huh?" gumam Avery dengan senyum remeh-- lebih tepatnya senyum pedih terulas di wajahnya.

Di depan sana sepasang manusia tengah bercengkrama menikmati indahnya langit sore dengan gelas kertas berisi kopi hangat di tangan mereka. Avery bisa lihat seulas senyum yang kemudian berubah menjadi tawa renyah dari seorang gadis berambut blonde itu, mentertawakan lelucon yang mungkin di lontarkan sang pria yang bersamanya.

Pria berambut coklat, memunggungi nya. Avery tak perlu melihat wajahnya, bahkan hanya dengan melihat punggung pria itu ia sudah bisa mengenali siapa pria itu.

Oh bukan, dia bukan cenayang. Namun, pria itu adalah kekasihnya. Pemilik hatinya sekaligus penghancur hatinya. Ironi bukan? Namun itu lah kenyataannya.

Avery membalik tubuhnya. Cuaca begitu dingin seolah membungkus seluruh tubuhnya namun itu tak membuat aliran hangat di pipinya berhenti turun. Lelehan air mata nya dengan cepat turun mengalir bebas melewati pipi nya. Ia tak berniat menyeka air matanya sendiri, punggung tangannya mungkin sudah ribuan kali menghapus air matanya sendiri.  Kedua tungkainya terus berjalan membawa nya menyusuri trotoar jalan itu, pergi dari tempat dimana ia berdiri tadi. Kepalanya tertunduk membiarkan tetesan air mata nya turun ke trotoar jalan.

Rumah. Rumah adalah tujuan terakhirnya hari ini.

_____________________________________________

"But you'll always be my hero even though you've lost your mind."

_____________________________________________

"Sayang? Sudah tidur? Kepala ku sedikit sakit."

Sebuah kalimat berhasil membuat Avery membuka kembali kedua matanya yang tadinya terlelap. Avery menoleh ke sumber suara, oh kekasihnya pulang. Avery bisa lihat wajah kekasihnya sedikit cemberut dibawah cahaya yang temaram dari lampu kamar mereka.

"Sini, kemari berbaring," seulas senyum tulus Avery tunjukkan saat kekasihnya itu membuka mantel coklat yang di pakai dan berjalan ke arahnya.

Josh Alvaro namanya. Pria berumur 25 tahun, itu merangkak mendekati Avery. Seketika kedua tangan besar Josh melingkari pinggang Avery dengan erat, merebahkan tubuh tingginya dengan kepala di atas paha Avery.

"Aku pusing, kaki dan tangan juga pegal," keluh Josh.

Keluhan dari Josh membuat Avery tersenyum. Kedua tangannya mulai memijat kepala kekasihnya itu, memberikan rasa nyaman pada Josh. Aroma parfum Josh menguar menyapa indera penciumannya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 05, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

LOVE THE WAY YOU LIEWhere stories live. Discover now