3

1.3K 118 97
                                    

"Apakah perlu dijawab mas, toh dia sudah menjadi milik mas, dan aku sudah berhenti berharap sejak lama, aku ke luar dulu mas, makasih sudah membuatku menjadi seperti sekarang, menyekolahkanku dan menyayangiku sebagai adik dan menghidupiku layaknya seorang bapak, aku mencintai dan menghormati mas, tidak akan berharap apapun padanya lagi, percayalah, aku hanya perlu menyesuaikan diri saja," Adit menatap Setya sekilas dan melangkahkan kakinya ke luar, pamit pada ibunya dan menunduk sambil berusaha tersenyum pada Aisyah.

Setya menatap punggung adiknya yang menjauh, ikut merasakan pedihnya cinta adiknya yang layu sebelum berkembang.

***

Sementara di tempat lain, di apartemen Setya, Aisyah, kaget mendengar cerita Setya jika akhirnya Adit memang mengakui secara tak langsung jika Aisyahlah yang ia cari selama ini. Sekali lagi Aisyah memandang lekat wajah suaminya.

"Kok bisa, nggak mungkinlah mas, masa cuman sekali ketemu langsung suka, lagian aku loh hampir lupa seandainya mas nggak tanya detil, nggak masuk akal kayaknya, iya kan mas?" tanya Aisyah dengan polos.

"Hmmmm cinta memang tidak bisa kita ukur dengan akal, kamu yang asik membebat, membersihkan luka Adit, sementara Adit memandangi wajah kamu tanpa kamu sadari, itu sudah lebih dari cukup," ujar Setya.

"Alaaah mas ngarang,"

"Loh bisa saja kan kejadiannya seperti itu?"

"Lah ya gimana kalau diingat lagi memang iya kayaknya, Dik Mai lak takut darah, waktu itu memang darah banyak keluar dari kaki mahasiswa itu yang ternyata dik Adit, harus segera dibersihkan agar tak infeksi, di posko hanya ada aku dan Dik Mai serta temannya Dik Adit, Kak Arman masih ambil perban dan perlengkapan kesehatan ke posko utama, ya sudah aku tangani sendiri mas, masak hanya kejadian sebentar trus bisa tertarik?" ujar Aisyah lagi.

"Bisa, aku sejak pertama melihatmu juga langsung tertarik dan yakin jika kamu jodoh yang dikirim Allah untukku," sahut Setya cepat dan wajah Aisyah memerah seketika.

"Ah mas Setya...,"

"Betul, melihat mata bersinar kamu yang mengerjab saat sekilas menatapku lalu menunduk, wajahmu yang cantik ah aku langsung mengangguk saat ibu bertanya, cocok?"

Keduanya tertawa dan bersiap untuk tidur, namun sekali lagi Setya menghela napas dengan berat, bisa ia bayangkan hancurnya perasaan adiknya.

***

Sejak pertemuan dengan Aisyah, Adit merasa jika konsentrasinya sering buyar, ia sering istighfar berkali-kali menenangkan perasaannya. ia tak ingin pekerjaannya menjadi berantakan gara-gara perasaannya yang benar-benar kacau. Adit melirik jam di dinding rungan kerjanya, masih pukul lima sore, ia bangkit dan memutuskan untuk pulang, dan tersentak saat ia baru ingat jika hari ini ibunya berulang tahun. Adit sudah menyerahkan semuanya pada Rani, karena ia tak tahu apa yang ibunya butuhkan.

***

Napas Adit kembali terasa sesak saat melihat mobil milik kakaknya, artinya ia akan kembali bertemu Aisyah. Adit menghembuskan napas dengan berat dan melangkah masuk, membuka pagar dan terus menuju pintu utama rumah sederhana milik orang tuanya.

Di ruang tamu ia melihat Rani, ibunya dan Aisyah yang tertawa bersama, sementara Setya menatap mesra istrinya yang masih terlihat malu-malu. Adit berusaha bersikap wajar, melewati mereka dengan mengucap salam dan semuanya menjawab. Lalu seperti biasa, suara cempreng Rani membuka kekakuan diantara mereka.

"Eh mas Adit, siniiii kan ibu ulang tahun, duduk bareng sini," Rania memanggil Adit yang baru saja masuk.

"Dari mana Dit?" tanya Setya, Adit mencium punggung tangan ibunya lalu berjalan ke arah Setya melakukan hal yang sama seperti pada ibunya.

End of The Road (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang