Brother Complex

2.7K 169 12
                                    


Hai its wei
cerita ini mungkin sangat tidak well made.
ini adalah cerita yang kubuat tahun 2014 dan hanya kuubah cast nya.
tadinya aku mau merombak supaya sedikit lebih layak baca, tapi urung karna ini karya dari diriku versi lebih muda, lebih immature dan less experience, dan aku ingin menghargai itu.
jadi mohon maklum jika cerita ini yah begitulah
well, please enjoy ...

jadi mohon maklum jika cerita ini yah begitulah well, please enjoy

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Jaehyun tak memimpikan hidupnya akan berakhir seperti ini. Ia tak pernah berfikir panjang, kalau setiap kesenangan yang dilaluinya hanya akan membuatnya menjadi gembel dan terkurung di neraka ini menunggu waktu untuk mati.

Semuanya berawal ketika malam menjelang ulang tahunnya yang ke-17. Jaehyun meminta pada orang tuanya untuk mengadakan pesta di salah satu hotel termewah di kotanya. Awalnya mereka mengiyakan permintaan yang sudah Jaehyun ajukan sejak seminggu sebelum hari itu datang, tapi Jaehyun tak pernah melihat tanggapan serius dari mereka semenjak hari itu. Sampai pada akhirnya Jaehyun memutuskan untuk menanyakannya lagi di malam menjelang hari ulang tahunnya.

“Pah, apa ulang tahun Jae sudah disiapkan?”

“Ya ampun, maaf Jae Papa lupa coba kau tanya Mamamu. Sekarang Papa sedang sibuk tak mungkin menyiapkannya dalam waktu semalam saja.”

Jaehyun menggerutu, ia begitu kesal mendengar jawaban sang Papa. Jaehyun kan sudah memberitahu semua temannya kalau besok ia akan mengadakan pesta yang membuat mereka kagum. Tapi saat ini Jaehyun hanya bisa membayangkan kalau besok ia hanya akan jadi bahan tertawaan karena ucapannya takkan mungkin terjadi. Ingin rasanya Jaehyun menelfon sang Mama, tapi jawaban yang dilontarkannya nanti pastilah sama.

Jaehyun menatap ponsel barunya yang dilayarnya tertulis nama dan nomor telefon Mama. Ia sangat tak ingin berdebat dengan sang mama untuk masalah seperti ini, tapi jaehyun kepalang malu. Ia tak mau dianggap pengecut oleh semua temannya. Entah apa yang bisa Ia lakukan untuk menutupi rasa malu yang akan mengejarnya esok hari.

‘Apa Mingyu masih mau jalan denganku kalau semuanya benar-benar akan berantakan?’ isi dari sepotong pikiran dalam kepala cantik Jaehyun malam itu.
Baru saja tiga hari Jaehyun mulai berkencan dengan pria tampan bertaring itu. Tentu Jaehyun tak ingin Mingyu merasa malu berkencan dengannya. Apalagi akhir-akhir ini sepertinya Mingyu mulai benar-benar membalas perasaannya. Sungguh Jaehyun tak ingin Mingyu menjauh darinya. Jaehyun sudah menyukainya satu tahun belakangan dan takkan ia biarkan Mingyu lepas dari genggaman dengan begitu mudahnya.

Suara klakson mobil Johnny terdengar dari depan gerbang, membuyarkan lamunan si pria manis serupa buah persik sekitar pukul setengah satu malam.  Jaehyun yang masih terjaga sontak berjalan dengan gontai dan menyambar jaket yang tergantung disisi ranjang. Sebenarnya Jaehyun sudah kelelahan, tapi Jaehyun tak bisa membiarkan Hyungnya itu tidur di mobil malam ini.

Satpam yang biasanya menunggui pagar rumahnya sedang mengambil cuti menemani anaknya yang sakit. Pembantunya pun tak tinggal di rumahnya. Jadi segala urusan pintu dan gerbang harus Jaehyun urus sendiri. Johnny hanya berada di rumah saat ia tidur, setelahnya ia  hanya akan mencium kening Jaehyun, mencari kunci mobil dan segera pergi meninggalkan rumah entah kemana.

Jaehyun melihat wajahnya nanar Johnny dalam mobilnya. Seperti dugaannya, Johnny pulang dalam keadaan mabuk lagi. Tapi kali ini ia membawa sebongkah tas yang tersrempang di badan tegapnya yang kini mulai terlihat kurus. Setelah memasukkan mobil ke dalam garasi, Jaehyun berjalan tertatih menopang tubuh Johnny ke kamarnya. Ia tak pernah menyalahkan keadaan Johnny saat ini, terkadang Jaehyun malah merasa kasihan dengannya karena orangtua mereka yang terlalu kasar pada Johnny.

Di tengah suasana yang sunyi malam itu Johnny meraih tasnya dengan kesadarannya yang belum pulih sepenuhnya. Ia merangkul Jaehyun yang masih terduduk di sisinya, mengeluarkan beberapa lembar kertas dari tasnya dan sesaat setelahnya ia menyanyikan sebuah lagi dengan wajah setengah sadarnya.

“Happy birthday..hik..to you, happy birthday to.. hik you, happy hik birthday dear Jaehyun.. Happy birthday to you..”
Air mata Jaehyun menetes mendengar suara Johnny yang masih parau dan matanya yang memerah. Johnny mencium kening sang adik dengan lembut dan penuh kasih sayang. Nyanyian setengah mabuknya mengalir mengiringi Jaehyun yang masih tenggelam dalam tangis haru. Johnny menyerahkan bungkusan yang dikeluarkannya dari dalam tasnya. Beberapa lembar bukti sewa salah satu klub di pinggiran kota lengkap dengan DJ dan guest star untuk ulang tahun adik tiri kesayangannya.

Paginya Jaehyun merasa sangat bahagia, hari itu hari minggu dan juga hari ulang tahunnya. Sang Mama dan Papa mungkin masih sibuk di luar kota dengan pekerjaan mereka. Pun Jaehyun hanya mendapat ucapan selamat dari mereka lewat pesan singkat dan beberapa tawaran untuk memilih hadiah yang kuinginkan.

“Bagaimana kalau misserati biru yang kemarin kita lihat di showroom”

“Terserah Papa dan Mama saja” ucap Jaehyun lewat pesan singkat.

Hari itu Johnny tak tampak terburu-buru pergi seperti biasanya. Ia mengajak adik kesayangannya itu makan panekuk dan membeli jus di sekitar kompleks pertokoan dekat rumah perumahan mereka. Sarapan sederhana yang entah mengapa rasanya sungguh berbeda. Mengingat sang mama dan papa yang tak mengizinkan Johnny dan Jaehyun makan bersama dirumah.

“Udah undang temen?” tanya Johnny

“Belum Hyung, ohh aku lupa ponselku.”

“Pakai ponsel hyung saja dulu.” Johnny mengusak surai sang adik sembari menyodorkan ponsel kearahnya.

Jaehyun mulai menyebarkan informasi dan alamat klub yang disewa Johnny. Begitu bahagianya saat mendengar Mingyu juga berjanji akan datang malam itu. Tak lagi ia pikirkan tentang kedua orang tuanya yang malah mengumpati Johnny dan memintanya berhati-hati pada sosok hyungnya itu.
Jaehyun semakin tak mengerti kenapa orang tuanya begitu benci pada Johnnydan malah mencurigainya. Johnny takkan mungkin membiarkannya kenapa-kenapa, Jaehyun tahu Johnny sangat menyayanginya dan ia pasti akan menjaganya.

Malamnya semua yang Jaehyun harapkan benar terjadi. Jaehyun mengenakan baju yang dibelinya dengan Johnny siang tadi. Semua temannya tak henti berdecak kagum pada persiapan yang sudah dilakukan Johnny untuknya.

“Hyungmu pasti sangat menyayangimu. Bisa-bisanya dia buat pesta sehebat ini”

“Jaehyun-ah kenalkan aku pada hyungmu.”

Jaehyun begitu bahagia malam itu. Mingyu, pria yang dicintainya terlihat sudah sangat akrab dengan Johnny. Semuanya terasa sempurna bagi jaehyun sampai pesta mulai tak terkendali dan suasana menjadi begitu panas. Mereka larut dalam pesta yang tak terkendali hingga pagi mulai menjelang. Jaehyun dan Johnny pulang kerumah dalam kondisi setengah mabuk. Beberapa teman memaksa Jaehyun meminum minuman yang dibawa teman-teman Johnny.

Baru saja Jaehyun dan Johnny keluar dari mobil sepulang dari pesta, sang papa langsung meninju wajah Johnny dan meninggalkan memar yang mengerikan di wajahnya yang semula terlihat biasa. Jaehyun berteriak histeris melihat sang Papa terus melanjutkan aksinya. Berkali-kali Jaehyun mencoba menghalangi dengan merengkuh tubuh Johnny begitu erat.
Amarah sang Papa belum juga mereda, ia terus menerus menyalahkan atas semua yang Jaehyun lakukan.

“Anak tak tahu diri, kenapa kau merusak adikmu sendiri hah? Kau sudah gila?”

“Ini bukan salah Johnny hyung pa, please stop! Its my fault.”

Sang kepala keluarga tak bisa lagi menahan amarahnya. Ia bahkan tak sadar kalau hantaman keras yang ditujukannya pada Johnny juga mengenai putra kandungnya.

“Anak tak tahu di untung, Sudah untung aku mengadopsimu. Sampah memang tak pernah bisa jadi berlian. Pergi! Menyesal aku memungutmu dulu, dan jangan berani-berani menemui adikmu lagi.”

Jaehyun merasa begitu sakit melihat orang tuanya yang seperti ini, mereka tak pernah ada di sampingnya. Setelah sekarang ada Johnny yang selalu membuatku bahagia, justru mereka ingin Jaehyun menjauh darinya.

Benar saja, Johnny mengemasi barangnya dan pergi meninggalkan rumah pagi itu juga. Jaehyun dikurung di kamar dan ditinggalkan,membuat bocah itu semakin marah pada kedua orang tuanya. Jaehyun tak tahu harus melakukan apa karena ia sangat memikirkan bagaimana keadaan Johnny saat itu. Mengendap-endap, Jaehyun berganti pakaian dan segera mengambil kunci mobil yang baru saja dibelikan Papa dan Mama sebagai hadiah ulang tahunnya. Jaehyun pergi tanpa meninggalkan satupun pesan untuk mereka. Mengelilingi kota kecil tempat tinggalnya, berharap dapat menemukan Johnny hyungnya. Hingga sebuah pesan masuk berisikan sebuah lamat menginterupsi kegiatannya.

Setelah berkendara cukup lama Jaehyun tiba di sebuah rumah megah yang nampak suram di seberang kota. Juga sepertinya Jaehyun mengenali mobil yang terparkir di depan garasinya. Jaehyun yakin, tak salah lagi itu mobil Hyungnya. Segera ia menepikan mobil dekat dengan rumah tua itu dan berjalan memasukinya. Jaehyun berjalalan langkah demi langkah memasuki beranda rumah itu dan mendengar gelak tawa beberapa pria termasuk suara tawa Johnny dari dalamnya.

“Permisi” lirih Jaehyun berharap mendapat jawaban dari suara-suara pria yang didengarnya dari dalam.

Benar saja, Johnny keluar dari rumah itu dan terlihat begitu terkejut dengan keberadaan sang adik di sana membawa mobil dan barang-barangnya. Ia mulai menjelaskan kalau rumah yang Johnny tempati itu adalah milik bosnya dan sudah diberikan padanya karna kinerjanya yang baik. Jaehyun tak begitu terkejut mendengar kalau Johnny ternyata sudah lama bekerja sebagai pengedar narkoba.

Tanpa sepengetahuan Johnny, selama ini Jaehyun memang selalu mengecek isi tasnya setiap ia pulang ke rumah dalam keadaan mabuk. Meskipun Jaehyun tak pernah melihatnya memakai benda itu. Secara langsung jaehyun sudah sejak lama menyimpulkan bahwa sang kakak adalah seorang pengedar.

***

Sudah lebih dari satu setengah tahun mereka tinggal berdua di Rumah miik Johnny, Jaehyun tak pernah lagi berangkat sekolah dan mulai menjadi seorang pengedar seperti yang hyungnya lakukan. Johnny tak pernah membiarkan adik manisnya memakai barang yang mereka jual sendiri. Ia selalu bilang kalau ia tak ingin Jaehyun menjadi pecandu. Sekian lama hidup tanpa perhatian orang tua memang membuat Jaehyun sepenuhnya hanya melihat Johnny sebagai sosok pelindung.

Jaehyun tak pernah lagi merasa kesepian, meskipun Johnny selalu membawa wanita yang berbeda setiap harinya dan kadang terlalu asyik dengan mereka sampai tak menghiraukan keberadaannya. Mingyu yang Jaehyun kenal sebagai orang biasa di sekolah, ternyata juga seorang pemakai jasa Johnny. Membuat rasa penasaran Jaehyun mengenai keakraban hyung dan kekasihnya itu akhirnya terjawab sudah.

Semenjak Jaehyun memutuskan untuk tinggal dengan Johnny, hidupnya tak pernah sama lagi dengan sebelumnya. Sampai saat itu Mingyu masih jadi kekasih Jaehyun, dan hubungan mereka terasa semakin bebas. Hal itu perlahan membuat jaehyun merasa sedikit tak nyaman, karena Mingyu jadi sering berkata jorok dan mengkhayalkan hubungan seks saat bersama Jaehyun.

Jaehyun tak pernah lagi bertemu dengan orang tuanya. Ia tak tahu dan tak ingin tahu apapun yang terjadi dengan mereka. Ia merasa sudah bahagia dengan hidupnya saat itu. Ia tak ingin lagi mengingat mereka yang selalu bersikap buruk pada Johnny yang berstatus sebagi anak adopsi. Hanya Johnny yang selalu ada untuknya, meskipun Jaehyun akui memang terkadang ia rindu suasana rumah.

Pukul sebelas malam hari itu, seperti biasa Johnny dan sang adik mulai keluar dari rumah mencari peruntungan. Megusik keramaian malam di sela-sela kesibukan kota yang seakan tak punya lelah.

“Kamu siap untuk malam ini?”

Johnny berucap sambil tertawa kecil dan mengusap wajah Jaehyun yang sedari tadi memandanginya. Jaehyun punya firasat buruk malam ini, namun entah pada siapa firasat itu tertuju.

“Entahlah hyung, aku merasa sedikit khawatir” desahnya dengan Johnny yang masih membelai rambutnya penuh kasih sayang.

“Baiklah aku yang menyetir” ungkap Johnny ya bertingkah seolah ia tahu apa yang membuat sang adik merasakan firasat buruk.

“Sudahlah hyung aku saja, aku tak keberatan kok. Aku saja yang menyetir” sergah Jaehyun.

Kakak beradik itu mulai beranjak dari rumah dan menyalakan mobil yang sudah setahun lebih Jaehyun bawa lari dari rumah. Mulai berjalan pelan menuju tempat yang sudah di beritahukan bos mereka sebelumnya.

Entah mengapa Jaehyun melihat gelagat aneh dari dua orang anak buah Mingyu mengikuti mereka dari rumah sampai pada kompleks perumahan terpencil di sudut kota untuk mengambil stok barang dari bos mereka. Jaehyun membiarkan Johnny memasuki kompleks itu sendiri dan hanya mengantarnya dengan senyum kecil. Mengawasinya dari belakang sampai tak dapat lagi Jaehyun lihat sosok hyungnya karena terlalu jauh melangkah dari tempatnya memarkirkan mobil.

Baru Jaehyun sadari saat itu kalau dua orang yang tadi mengikuti mereka juga masuk ke kompleks itu tak lama setelah Johnny memasukinya. Dengan debar jantung yang bertalu Jaehyun mencoba berlari masuk dan memperingatkan Johnny. Tapi selang tiga menit Ia berlari, suara tembakan terdengar begitu jelas terulang sampai empat kali. Jaehyun seketika lemas dan membaku, ia panik bukan kepalang. Terus berlari dengan nafas yang tak henti memburu.

Jaehyun menemukan sosok hyung yang sangat disayanginya itu sudah terkapar bersimbah darah dengan bekas luka tembakan tepat di jantungnya. Detik itu pula Jaehyun tahu jika ia takkan mungkin bisa menyelamatkannya lagi.
Dengan gontai Jaehyun menyangga tubuh Johnny yang berlumur darah masuk ke dalam mobil, tak menghiraukan orang-orang yang hanya melihat mereka berjalan tertatih. Jaehyun tahu Johnny sudah tak bernafas, tapi hatinya menolaknya. Ia terus memacu mobilnya kerumah sakit dan memaksa sang dokter menyembuhkan hyungnya meskipun ia sudah tahu kalau Johnny memang sudah tidak bisa di selamatkan lagi. Lututnya terasa gemetar tak bisa merasakan apa-apa, Jaehyun terkubur dalam kemarahan yang amat sangat.

Jaehyun tak mampu lagi membendung gejolak di hatinya, ia tahu siapa mereka dan ia bersumpah akan balas dendam atas kematian Johnny. Dengan tubuhnya yang masih berlumuran darah, Jaehyun menyalakan mesin mobilnya. Menekan starter misserati biru itu lal menginjak pedal koplingnya untuk memindahkannya ke gigi rendah. Jaehyun kembali ke rumah mengambil senjata api milik Johnny yang disimpan di tempat yang hanya ia dan Johnny ketahui.

Jaehyun berjaln memasuki klub milik Mingyu yang baru saja Jaehyun asumsikan telah merenggut nyawa Johnny. Tak Mendapati ia di sana, Jaehyun menodogkan pistolnya ke bartender disana. Berasil memperoleh info jika Mingyu dan kedua antek-anteknya sedang menuju ke dermaga.

Segera Jaehyun menyusul mereka ke sana untuk mendapatkan balasan dendam atas apa yang mereka lakukan. Awalnya mereka mengajak Jaehyun hampir gagal. Kedua pria itu mencekal tangannya dan dengan angkuh mengatakan kalau semua itu pantas untuk Johnny dapatkan.

“Kau tahu Hyungmu mengancamku, ia berkata ingin membunuhku kalau aku berani menyentuh tubuhmu. Kau sendiri tahu kan, aku tak bisa kalau pacaran hanya begini begini saja, aku mau tubuhmu tapi bedebah itu selalu menghalangiku. Ia tak pernah mengizinkanku menyentuhmu. Ia memang pantas untuk mati.” Jelas Mingyu pada Jaehyun yang menatap nyalang matanya.

“Kau sudah gila Gyu. Kau.. berani-beraninya!” teriak Jaehyun semakin tenggelam dalam kesakitan.

“Memang sudah gila baby Jay, aku gila karena Kau dan Hyungmu yang tak tahu diuntung itu. Ia tak pernah mau memberiku ‘barang’ lagi setelah ia tahu aku berpacaran denganmu. Tapi dia sama sekali tak memperbolehkanku untuk menyentuhmu. Ia memang pantas untuk mati.” Teriak Mingyu.

Jaehyun bergidik mendengar setiap ucapan mantan kekasihnya itu, seluruh tubuhnya rasanya lumpuh. Sakit rasanya mengingat kepergian Johnny yang baru saja mengguncang jiwa Jaehyun, dan semakin sakit lagi saat mengetahui bahwa hyungnya itu mati karena melindunginya dari Mingyu. Jaehyun berteriak histeris tak bisa menahan emosi yang meluap dari dalam dirinya.

“Aaaaaarrrggghhhhhhhh!!!!!!!!!!!!!”

Dengan kesadarannya yang telah tertutupi emosi, Jaehyun menembakkan pistol yang ada di tangannya secara membabi buta. Ia tak tahu lagi hidupnya akan jadi seperti apa setelah semua ini, entah apa ia bisa hidup tanpa Johnny. Selama ini hanya Johnny yang Jaehyun miliki. Ia tak perduli lagi dengan apapun kecuali membalaskan dendam atas kematian Hyung kesayangannya itu.

“Aku lelah”

Tak ada satu katapun yang bisa keluar dari mulut Jaehyun melihat mayat-mayat yang terkapar didepannya. Ia masih saja terpaku hingga suara sirine mobil polisi membuatnya terpaksa mulai berlari dengan gontai. Rasa takut membayanginya di setiap langkahnya di bawah sinar bulan malam itu.

Dorrr....

Jaehyun tak bisa lagi merasakan langkah kakinya yang sejak tadi masih berlari. Ia tersungkur dengan luka tembak yang membekas di kaki kirinya. Terduduk di tepi dermaga dengan belasan ujung pistol yang terarah ke kepala cantiknya.

Saat ini di sinilah Jaehyun pada akhirnya, duduk di penjara sebagai tersangka pembunuhan tiga manusia biadab dan tujuh orang tak bersalah di dermaga malam itu, menanti hukuman mati yang sudah ditimpakan padanya.

Kini segala gemerlap itu telah berganti wajah. Dengan terbangnya nafas Johnny ke surga, Jaehyun pun sebenarnya sudah tak bernyawa. Baginya, Johnny seperti malaikat yang lupa membawa sayapnya. Dalam benaknya Jaehyun berpikir kini mungkin Johnny sedang pulang menuju surga untuk mengambil sayapnya yang tertinggal dan akan segera menjemputnya. Jaehyun terlelap dalam senyum, dalam tidur panjang dengan gantungan tali dilehernya.

it will be my second participation in your event if you allow me to NoonaMVP

terimakasih buat yang mau baca
hehe :")
sekali lagi maaf kalau ini masih sangat buruk dan berantakan

 Brother Complex [[JOHNJAE]] Oneshot Where stories live. Discover now