<9>

2.6K 73 0
                                    

Aku mendorong Darwis dariku dan menatapnya dengan mata lebar.

“Pixi?” aku bertanya dengan bingung.

Dia termenung sebentar dan menggelengkan kepalanya. Memandangku sebelum berdehem. Dia melirik gaun itu sekali lagi sebelum menunjuk ke arahku.

“Buka gaun itu.”  dia menyuruh

“permisi?” aku mengejek.

“Apa aku harus mengulanginya lagi? kau tidak akan ikut denganku.” dia berbalik. 

Aku meraih tangannya tapi dengan cepat menariknya kembali, bahkan dia tidak melirikku.

“jangan sentuh aku.”  katanya dan pergi ke ruang tamu untuk mengambil dasinya.

Aku sangat bingung tentang bagaimana dia mengubah suasana hatinya tiba² seperti itu. Apa dia sedang haid? Dia baik² saja sebelumnya. 

Dia menyuruhku memakai gaun ini lalu tiba² akan memelukku dan menyuruhku melepas gaun itu? Sikap macam apa yang dimilikinya? 

Aku menginjak kakiku menuju kamar dan mengganti pakaianku dengan yang sebelumnya yang sudah aku kenakan selama berminggu-minggu karena aku tidak punya pakaian lain untuk dipakai. 

Aku meraih gaun itu dan pergi ke luar, pergi ke ruang tamu untuk melihat Darwis mengenakan pakaiannya.

Aku mendekatinya dan melemparkan gaun itu dengan santai lalu berbalik tanpa mengatakan apapun. 

Aku tidak ingin berbicara dengan seorang pria bipolar, terutama padanya.

“apa?” Aku mendengarnya tapi aku hanya memutar mataku dan berjalan ke atas lagi untuk pergi ke kamar tidurku.

Aku membanting pintu sampai tertutup dan berbaring di tempat tidur. Menatap langit² tapi tidak sampai aku mendengar beberapa ketukan keras di pintu. 

Aku tidak melakukannya karena rumah ini hanya berisi aku dan dia.

Yang aku tahu itu benar² dia yang mengetuk pintu. 

“Buka.”  dia menyuruh

Aku memutar mataku dan menyelami selimut untuk menutupi seluruh keberadaanku. Beberapa saat, aku mendengar suara keras di pintu. Aku menjerit dan berdiri dalam waktu singkat.

“apa-apaan ini ?!”  aku berteriak.

“Buka ini atau aku akan membuat pintu ini meledak.” dia memperingatkan.

Dengan kesal aku berdiri dan membuka pintu. Hanya untuk melihat Darwis dengan alis rajutan dan lengannya bersilang, terlihat sangat profesional dalam setelannya.

Sial. 

“apa yang kau inginkan?” aku bertanya, menghindari kontaknya karena tatapannya terlalu kuat. 

Dia melirik ke atas dan ke bawah, “kau sudah memakai pakaian yang sama selama berminggu-minggu.”

“Apakah aku punya pilihan?”  kataku dengan sadis. 

“kau tidak punya pakaian?”  dia mengangkat alis, lengan masih disilangkan. 

“Apa kau lupa kau menculikku? maka kau seharusnya membiarkan aku mengepak pakaian dan barang-barangku sebelum menculikku.” kataku dengan sinis, menyilangkan tangan.

“Berhentilah bersikap sarkastik,” erangnya,

“kau bisa meminjam pakaianku.”

“Tidak higienis.”  kataku dan memutar mataku.

“Aku higienis.”  katanya padaku sambil bersandar pada kusen pintu.

Tiba², aku mencium diriku sendiri dan mengerutkan hidungku dengan jijik. Pakaian yang aku kenakan berbau tidak enak sekarang dan itu membuat ku ingin muntah. 

“Aku bau sekarang,” keluhku, tapi aku mendengarnya mendesah.

“Menyusahkan sekali,” katanya sebelum memperbaiki dasinya agar sejajar, “aku akan membelikanmu pakaian.”

“aku bisa ikut?” aku secara otomatis bertanya ketika mata ku berkilau.

Karena aku suka belanja banyak, jika aku sangat berarti, itu benar. Bocah manja, aku tahu. Ditambah, jika dia tidak akan membiarkan ku pergi dengan gaun bodoh itu ke perusahaannya, mungkin dia akan membiarkan ku datang memilih pakaian ku sendiri?

“tidak.”

Duniaku hancur dan semua mimpiku lenyap. 

“lalu bagaimana kau akan membelinya? online?”  Aku memutar mataku.

“Tidak, tidak ada yang pernah datang ke sini kecuali kau dan Jk.”

“lalu bawa aku bersamamu! Aku punya barang-barang wanita untuk dibeli!” aku merengek. 

Dia tampak kesal namun dia mempertahankan postur profesionalnya, memandang rendah padaku.

“Kamu tidak akan ke mana².”  katanya dengan suara resmi. 

Aku kesal dan melotot ke sosoknya yang tinggi, membuatku tampak seperti kurcaci cengeng di depannya.

“Bagaimana kau akan membeli pakaian dalamku?! Bra dan celana dalamku?! Apa kau tahu ukuranku?!”

“lalu lepaskan saja itu, aku akan pergi ke mal dengan itu__”

“kau gila? pakaian dalamku digunakan dan aku memakainya sekarang__”

“berapa ukurannya?”  dia memotongku. 

“K-kenapa aku harus memberitahumu?”  kataku sambil mengangkat tangan untuk menutupi dadaku.

“Karena aku akan membelikanmu?” dia mengangkat alisnya dengan sarkastis. 

“cabul! Tidak pantas memberitahumu ukuranku_”

“lalu bagaimana aku bisa membelikanmu?”  dia menggeram tapi aku tidak takut lalu hanya memutar mataku. 

“bawa aku bersamamu.”  kataku di antara gigiku yang mengertak, membuat kontes menatap dengan tatapannya.

Dia berjalan ke arahku dan aku otomatis mundur selangkah. Dia tidak meninggalkan mata ku dan hanya menatap ku saat kami berdua bergerak.  Aku panik ketika aku merasakan tempat tidur di bagian belakang lututku, membuatku jatuh dia mengambil langkah maju. Lain kali aku berkedip, dia berada di atasku. 

“apa-apaan__” kutukku tetapi terputus olehnya.

“Katakan saja ukurannya supaya aku bisa membelinya sekarang.”  katanya sambil menatap ke bawah untuk menatap mataku.

“tidak, kenapa aku__” aku menolak tapi dia tiba² mencondongkan wajahnya ke depan. 

“maka aku tidak punya pilihan.” katanya dan tiba” aku merasakan dia meraba-raba payudaraku.

Tangannya yang besar dan lebar meraup dadaku jika itu bola. Dia perlahan memijatnya dan aku merasakan perasaan baru dalam diriku. Matanya tidak pernah meninggalkan mataku saat melakukan hal itu. 

Tiba², aku kembali sadar dan tersentak.  Aku mendorongnya dariku saat dia berguling ke tempat tidur. 

“I-itu penyerangan seksual! Dasar pedo__” kataku sambil berdiri tapi sekali lagi, terputus olehnya.

“Aku hanya melakukan itu untuk mendapatkan ukuranmu.” ucapnya kemudian berdiri sambil memandangi tangannya yang berbentuk cangkir. Dia menatapku, “apa ini ukuranmu?”

Aku tidak percaya pria ini, “b-bagaimana kau tahu? Kau cabul!” kataku dan menutupi dada dengan tanganku lagi.

Aku mendorongnya ke pintu sampai aku berhasil, tapi dia menghentikanku untuk menutup pintu dan memuncak.

“Biarkan aku periksa lagi kalau begitu.”  dia berkata dan hendak mendekati ku lagi tapi aku membanting pintu di depan wajahnya. 

Itu pedofil. Itu cabul. Itu-ugh!





°°°°°

Next...💕


Inget votenya ya guys

My Kidnapper[END!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang