Ch2 - si pengembara

238 16 5
                                    

Dimana Gai adalah kucing pengembara yang telah mendaki gunung melewati lembah mengarungi sungai dan sampai ke rumah seorang Nenek.

.

.

.

Gai itu kucing Russian Blue, yang kelihatannya gembel karena emang suka ngegembel tapi sebenernya mahal juga.

.

.

.

"Gai-san akhir-akhir ini kemana ya..."

Jetta menatap piring kosong di lantai, yang mereka sediakan khusus untuk seekor pengelana yang senang mampir. Tapi seminggu terakhir ini, yang ditunggu tidak kunjung datang.

Naomi-lah yang paling sedih, karena 1. Gai-san adalah moodbooster terbaiknya, dan 2. Dia sudah keluar uang yang gak sedikit demi beli makanan kucing enak-enak dan si gak tahu diri itu malah gak dateng-dateng. Apa.. dia kenapa-napa? Dia.. gak ketabrak, kan? Atau gimana gitu?

Shin berseru tiba-tiba. "SELESAI!"

"Gak usah tereak-tereak juga dong!" Jetta mengeluh kesal, karena orang itu barusan ngomongnya di dekat telinganya.

"Fufufu, teman-temanku, aku tahu kalian tengah gundah, sedih, dan putus asa akhir-akhir ini, dan aku, Shin Matsudo si jenius telah menemukan solusi akan semua problem kalian itu!" Si pemuda berkacamata itu menunjukkan dengan kebanggaan setinggi langit, sebuah mesin aneh menyerupai gendang.

"Hah? Mungkinkah?! Kamu menemukan, alat pencetak uang?! Hore kapten kita kaya!!"

"Bukan! Itu ilegal tau!" Shin memupuskan harapan dan impian kedua temannya dalam jangka waktu satu detik. "Ini, alat pencari kucing hilang!" Ia berkata bak Doraemo*n.

"Oh, untuk mencari Gai-san?" Naomi mengamati benda itu. "Bagaimana cara pakainya? Cepat tunjukkan! Ayo ayo!"

"Tinggal menginput datanya disini, dan otomatis di peta pada monitor akan menunjukkan posisi si kucing! Tapi aku belum mencobanya nih, jadi kalau gagal ya maap." Katanya tidak meyakinkan.

Naomi yang sudah terlalu kangen pada kucing yang mereka panggil-panggil Gai (dengan honorifik –san malahan) itu langsung menarik kedua temannya ke luar rumah. "Oke, Something Search People— ah bukan, Cat Searching People!! Maju—!"

.

.

.

"Ohoho, kau datang lagi."

Seorang wanita tua pemilik toko manisan kecil tersenyum ketika melihat tamu spesialnya berjemur, ah bukan, 'mengademkan diri' di atas freezer es krim. Tentram sekali kucing berwarna abu-abu itu, seperti tidak punya beban hidup, tidur dengan damai.

Ketika merasakan ada orang yang mendekat, kucing abu itu bangun dan menengok, ia meregangkan badan dan menguap, lalu melompat turun dari atas kulkas, mengeong menyapa si nenek.

"Halo juga, kamu." Katanya, menyodorkan kudapan yang diterima si kucing dengan baik. "Hari ini matahari terang sekali, tidak cocok dengan nenek tua sepertiku, hoho.."

Kucing itu, Gai, mengeong setuju, ia pun lebih suka berteduh daripada jalan-jalan di hari yang panas ini.

"Terima kasih ya, kau suka datang menemaniku." Nenek itu melihat bingkai foto keluarga di dinding dengan perasaan sedih tersirat, keluarganya sudah jarang mengunjunginya, dan yang sehari-hari ia temui hanyalah para pembeli dan kucing ini.

Gai merasakan kesedihan dalam suara si Nenek, dan dalam kebingungannya, ia menyanyikan suatu irama yang ia sukai. Seperti alunan alat musik tiup, tapi senandungnya diganti dengan 'meong meong meong.'

Nenek itu tertawa dan bertepuk tangan. "Wah, kau.. kau pintar sekali! Anak pintar!"

Gai senang nenek tidak sedih lagi.

"Kau tahu? Dulu ketika suamiku masih hidup... dia suka bermain musik juga loh, kau mengingatkanku dengannya, tunggu sebentar." Nenek itu meninggalkan si kucing sejenak sebelum kembali dari belakang lemari dengan sebuah topi usang.

Gai memiringkan kepala, Topi?

"Ini dulu punya suamiku, lumayan berdebu tapi masih layak pakai," ia terbatuk dan menepuk-nepuk topi itu untuk mengusir para debu. Nenek pun duduk di tempatnya kembali, dan memasangkan topi itu ke Gai yang tidak memberontak. Ya, jelas saja kebesaran, tapi Gai sepertinya suka. "Hahaha! Cocok sekali! Ya ampun, kau manis sekali, aku ingin memotretmu, tapi aku tidak mengerti cara memakai smartphone atau apalah itu yang dikirimkan cucuku kemarin.."

"Gai-san! Ketemu!!"

"Kapten, itu dia!!"

"Cepetan karungin!!"

"Eh, loh, ada apa ini ya?" Nenek itu terheran ketika tiga orang datang ngos-ngosan di pintu tokonya.

Gai mengeong, mengenali ketiganya. "Kalian."

Mereka seketika berhenti ribut-ribut dan membungkuk. "Eh, anu, maaf, permisi ibu... Itu.. kucing kami.."

"Oh? Kau pergi tanpa bilang-bilang ya? Dasar.." Nenek itu tertawa kecil ke Gai yang kebingungan. Dia kan bukan punya mereka, dia itu kucing bebas. "Dia suka datang mengunjungiku, seperti membawa sedikit kebahagiaan kecil dalam hidup nenek tua bangka ini, hohoho..."

"Ah... begitu ya nek.. ya tak apa lah, kami hanya khawatir saja soalnya dia sudah lama tidak mampir! Ahaha!"

"Kalian, masuklah dan makan dulu."

"Eh, tidak usah repot-repot, nek! Kita cuma mau memastikan Gai-san baik-baik saja!"

"Oh jadi namamu 'Gai-san'? Lucu sekali, mirip dengan mendiang suamiku..." Nenek itu bergumam. Kebetulan yang lucu. "Tidak apa, sebenarnya aku baru saja memanggang resep baru, dan jika tidak laku aku tidak bisa menghabiskannya sendiri~ maukah kalian membantu?"

"Boleh nek!" Jetta berkata cepat. Hehe, makan gratis.

"Hmhm, alatku ini bekerja sempurna." Shin bersiul-siul senang memeluk alat pencari kucing itu.

Naomi menggendong Gai, tersenyum lebar.

"Permisi (meong)~" mereka bertiga— berempat? Berkata ketika memasukki rumah sang nenek.

.

.

.

Author's Note. Gai itu kalau jadi kucing pasti tipe-tipe preman (?) dengan masa lalu tragis (?) yang suka playboy (?) alias mampir di rumah banyak orang dan dikasih makan terus sama banyak orang sekaligus.

.

.

.

It's A Wonderful Cat Life (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang