Kuatkan Amira Ya Tuhan

626 44 1
                                    

Ini resikonya
Semua memang harus ku terima
Sejak menerima mu dalam kehidupan ku

“Dari mana saja kamu Amira,
kamu ini seperti baru kemarin saja masuk kerja, kamu tahu sendiri kan disini jam kerja dimulai dari jam 08.30.
Jika kamu memang sudah tidak ingin bekerja kamu bisa keluar banyak yang ingin menggantikan posisi mu!”

“Maaf bu, tadi ada urusan pribadi yang mendadak”

“Kamu ini kebanyakan alasan,
kalau semua karyawan saya seperti kamu bisa bangkrut usaha saya,
jika ini terulang lagi, saya akan memecat kamu!”

Wanita pemilik toko jahit itu pergi meninggalkan Amira dengan perasaan murkanya.

Tidak,
tidak ada cairan bening yang jatuh membasahi pipi merah Amira,
air mata itu hanya menggenang di matanya.

Amira bergegas menyelesaikan pekerjaannya, sampai tidak terasa matahari kini sudah terik seolah berada di atas ubun-ubun.

“Ami, kita istirahat makan siang dulu”

“Kamu duluan aja San, aku harus nyelesaiin ini, soalnya nanti sore baju ini sudah harus selesai.”

Amira lihay sekali bermain dengan mesin jahit itu

“Ya sudah, aku duluan ya.”

“Iya San. Hati-hati.”
Sudut bibir itu ditariknya melukis cantik wajah Amira,
membuat Alsan selalu merasa bahagia didekat wanita tangguh yang diam-diam mencuri hatinya.

__

Disebrang terdapat kisah lain.

“Baik anak-anak, ibu sangat bangga sekali semua anak-anak ibu pintar sekali dalam menulis cerita. Tapi ada satu cerita yang ingin sekali ibu dengar langsung dari penulisnya. Kalian tau siapa?”

“Gak tau bu”
jawaban kompak anak-anak kecil itu,
dengan suara kelas yang tenang dan teratur meskipun masih kelas tiga sekolah dasar

“Kalu begitu, langsung kita suruh maju ya.
Said kemari nak!”

Semua memusatkan perhatian kepada Said yang duduk di barisan kedua dekat dengan jendela halaman belakang kelas.

Said Nampak ragu-ragu dan malu untuk membacakan ceritanya didepan teman-temannya.

“Ayo Said, Said”

kalimat lantang itu terucap dari teman yang sebangku dengannya,
hingga diikuti oleh tema-teman sekelasnya, sambil mengepalkan kedua tangan untuk memberi semangat kepada Said.

“Ayo Said, sini nak, jangan gugup”

Ia berdiri dan melangkah dengan menundukan kepalanya, ia semakin malu ketika berada di depan

“Coba kamu bacakan cerita mu ini, pasti teman-teman Said sangat suka medengarnya”

Said mengambil buku yang disodorkan oleh bu guru dengan tangan yang gemetar.
Bu Elsa menghampiri Said itu untuk menimbulkan rasa percaya diri anak muridnya itu.

“Said, kamu jangan gugup gak usah gerogi,
kan sudah sering bermain dengan teman-teman, jadi hanggap saja sekarang Said sedang mendongeng untuk teman-teman sekelas Said.”

“Tapi Said malu buk”

“Apa yang membuat Said semangat ketika mengerjakan sesuatu?. Bayangkan itu, sekarang Said mendongeng untuk hal itu.”

“Bapak Said, meskipun Said gak pernah lihat bapak secara langsung”

Bu Elsa menarik sudut bibirnya,
sebagai wali kelas ia memang tau jika muridnya ini sudah menjadi yatim sejak umur satu tahun.

Sebagai seorang ibu,
bu Elsa bisa merasakan rasa rindu anak ini kepada sang ayah.

“Iya nak, pasti Bapak Said bangga sekali melihat Said.”

Said tersenyum lebar mendengar ucapan itu,
ia mengganguk setuju untuk membacakan ceritanya.
Bu Elsa mengganti posisi jongkoknya tadi dengan berdiri disebelah Said

“Nah yang lainnya mendengarkan ya!”

“Iya buuu”

Abdi Negara
Kata Ibu Bapak itu gagah,
Kata Ibu Bapak itu hebat,
Kata Ibu Bapak itu penyayang,
Kata Ibu Bapak Itu tidak mengenal lelah,
Kata Ibu Bapak itu laki-laki yang bertanggung jawab terhadap tugas sebagai Abdi Negara,
Kata Ibu Bapak itu sangat sayang dengan mas Malik dan Said, tapi sebagai tentara, Bapak harus mementingkan urusan Negara di banding urusan pribadi.
Ada kewajiban yang harus Bapak tuntaskan hingga meninggal kan keluarga,
Kata Ibu meskipun Bapak tentara yang terjun ke lapangan Bapak memiliki kulit yang putih bersih,
Kata Ibu Bapak selalu bilang, Bapak akan selalu merindukan mas Malik, Said dan Ibu,
Dan Said juga akan terus merindukan Bapak,
Tidak apa-apa meskipun hanya mendengar sosok  Bapak dari cerita Ibu, Said bangga memiliki Bapak seorang Abdi Negara.

Tidak ada suara yang terdengar semua anak-anak itu terdiam,
mereka dibuat mengerti dengan rasa rindu Said kepada sosok yang ia panggil Bapak.

Said ikut terdiam ia dibuat bingung dengan pemandangan yang meneganggkan itu.
Bu Elsa berdiri dan memberi applause kepada muridnya itu,
seketika suara riuh tumpah,
semua tersenyum lebar bahkan diantaranya ada yang mengacungkan jempol,
semua menyayangi Said seperti Said yang menyayangi semua teman-temannya itu.

__

Hari sudah menjelang sore,
tugas Amira juga sudah selesai.
Ia merasa lega bisa menyelesaikan baju garapannya itu dengan tepat waktu.
Wanita itu juga sudah merindukan wajah anak-anaknya.

“Ami, mau pulang bareng? Aku soalnya ada urusan di kampung mu”

“Oh iya boleh Alsan, tapi gak ngerepotin kamu?”

“Gak lah Mi kamu ini kaya sama siapa aja”

MENCINTAI ABDI NEGARA [COMPLETED✓]Where stories live. Discover now