Akhir Kisah

3.9K 387 75
                                    

•Epilog•
•••

Tidak selamanya pertemuan adalah kebersamaan. Kadang pertemuan, adalah awal dari perpisahan.


Dulu, jauh sebelum mengenal Arkan, Nendra sama sekali tak pernah membayangkan akan tinggal bersama ayahnya lagi. Semenjak dia menghapus semua tentang ayah dari hidupnya, Nendra rasa dia tidak memiliki keluarga lagi selain ibunya.

Tapi, kini Nendra menyerah. Ikatan darah bersama Hardi, membuatnya mau tidak mau menentang keinginan yang dia buat. Dia masih memiliki keluarga, dan itu yang Arkan tekankan dulu.

Nendra hanya menyesal, mengapa setelah Arkan menyatukannya dengan ayah, anak itu memilih pergi. Padahal dia yang menjadi alasan terkuat Nendra berdamai dengan hatinya. Meruntuhkan dinding kebencian yang selama ini dia bangun. Arkan yang menjadi alasan saat dia selalu mencoba memaafkan ayahnya.

Dia memang sudah berjanji untuk ikhlas melepas Arkan. Tapi, Nendra masih berusaha. Ikhlas dalam mulutnya, tidak berarti dalam hatinya.

"Bang, lo kok belum tidur? Malah melamun disini, kesambet baru tahu rasa."

Endi yang berniat mengambil air, urung saat melihat Nendra melamun di teras belakang. Langkahnya dia bawa mendekat pada Nedra. Padahal waktu hampir menujukkan tengah malam, tapi kakaknya masih berdiam di luar.

Nendra yang menyadari kehadiran Endi, menggeser sedikit duduknya. Memberikan ruang agar adiknya bisa duduk disebelahnya.

"Lo ngapain keluar? Kan gue udah bilang, kalau perlu apa-apa telpon. Atau suruh Eja sama Riski."

Endi tersenyum, "mereka udah tidur, bang. Kasihan. Lagi pula gue capek di kamar terus. Lo ngapain masih disini? Mikirin Arkan lagi?"

Nendra mengangguk, "aneh banget rasanya gak ada dia. Gue kira, gue cuma akan beda rumah sama dia. Tapi ternyata, sekarang gue beda dunia sama dia."

"Bang.. lo janji ikhlas, kan?"

"Tapi ternyata gak gampang, Di. Kalau aja Arkan masih ada, kita pasti bisa kumpul bareng dia disini."

Endi tahu, melepaskan tak pernah menjadi mudah. Jangankan Nendra, dia saja masih berat bila mengingat bagaimana hadir anak itu membuatnya memiliki tanggung jawab. Dia juga tidak menyangka, bahwa hadir Arkan dulu, akan membekaskan luka yang cukup dalam saat dia pergi.

"Lo tahu? Arkan pernah bilang kalau dia seneng banget punya kakak kayak lo. Dia seneng banget, kalau lo yang jadi kakak dia. Jangan kecewain Arkan, dengan sikap lo yang kayak gini. Gue tahu Arkan pasti udah baik-baik aja disana. Janji dia cuma buat lo bahagia. Sama kayak lo. Jadi biarin Arkan tenang, ya. Gue siap kapanpun temenin lo ke makam Arkan, asal lo janji jangan sedih lagi." Ucap Endi yang dibalas anggukan oleh Nendra.

Tangan Nendra mengusap lembur rambut Endi. Entah, sejak bertemu Arkan, sifatnya perlahan berubah. Tidak lagi sekeras dulu. Arkan terlalu banyak mengajarkannya tentang cinta dan kasih sayang, dalam waktu yang singkat.

"Gue tahu, gue bukan Arkan. Gue gak akan bisa gantiin posisi Arkan di hati lo. Tapi gue selalu siap, kalau lo memang perlu gue di saat lo kangen Arkan."

Nendra menarik Endi dalam peluknya. "Arkan, dan lo bertiga punya tempat masing-masing di hati gue. Lo sama berharganya kayak Arkan. Bahkan setelah ayah bilang Arkan gak ada, gue juga langsung inget lo. Takut lo ikut pergi sama Arkan saat itu juga."

The Reason ✔️Where stories live. Discover now