-'; O5 : e s k a l a s i a k s i

96 25 12
                                    

Y o g y a k a r t a,

1 7  F e b r u a r i  2O19

。・:*:・゚★,。・:*:・゚☆

     Awang memfokuskan pandangan ke sosok puan di hadapan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


     Awang memfokuskan pandangan ke sosok puan di hadapan. Seorang perempuan yang tak pernah ia bayangkan akan ia temukan lagi setelah kecelakaan pukul sembilan.

       "Kamu tidak menepati janjimu untuk menyusul saya, maka saya yang menyusulmu." Barisan waja mendekorasi rupanya, mengekspos rupa yang ayu bak permaisuri raja.

       Awang memegangi kepalanya. Sungguh, sirahnya seketika lara dan pandangannya mengabur tanpa aba-aba. Samar-samar ia melihat sesosok gadis bersandang prasaja, memandanginya dengan penuh duka bagai lehernya akan dipenggal saat itu juga. Entah apa rencana semesta, pemuda ini pun tak mengerti jua.

       "Pak Awang!"

       "Raden Ayu?" Panggilan itu terkata begitu saja begitu Angga sadar kembali,  lantas membuka mata dan Gema menjadi panorama pertama yang disaksi. Dilihatnya mulai menggenang tirta di kedua pelupuk aksa sang bidadari, menandai arsa yang dirasai.

       "Aku ... Aku telah menemukanmu kembali. Dan kali ini, tidak akan ada yang memisahkan kita untuk yang kedua kali." Gema menandai setiap kata dengan sarat arti, membuat Angga merasa sangsi akan arti sejatinya. "Maksudnya?" Jelas nada ayal terpancar dari kata yang diuncal.

       Gema lantas menggayung liontin yang terlindung, lantas menunjukkannya pada pemuda yang kian linglung. "Kamu mengenali ini, kan?"

       "Ini adalah tanda perjanjian kita, untuk saling menemukan satu sama lain, kapanpun dan dimanapun

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

       "Ini adalah tanda perjanjian kita, untuk saling menemukan satu sama lain, kapanpun dan dimanapun." Gema melanjutkan wicara dengan penuh gelora, berharap Awang dapat menerka. 

       Awang mengeluarkan dompetnya dan segera dibukanya, menyebabkan sesuatu tergantung dari rantai yang terlilit darinya. Liontin yang sama seperti yang diperaga Gema. "Aku mempunyai liontin yang sama, tapi itu tidak berarti sesuatu, bukan? Sekarang mulailah bekerja, karena model kita sudah sampai." Awang memungkas diskusi, meringkas frustrasi pada gadis yang menurutnya tengah berimajinasi. Bagaimana bisa hanya sebuah kebetulan bahwa liontin yang dipunya sama, itu adalah suatu sasmita yang nyata?

       Hahaha, tolong kembalilah pada realita.

       Tetapi sekuat apapun Awang menyingkiri fakta, ia tetap tak dapat menafsiri pandangan yang ia dapati beberapa menit sebelumnya.

。・:*:・゚★,。・:*:・゚☆

       "HP-nya rusak LCD-nya mas, jadi perlu diganti. Kebetulan kami sedang ada stok LCD-nya, jadi hanya perlu diganti saja. Penggantiannya butuh waktu mungkin sekitar 1 jam, mau ditunggu atau ditinggal?" Pegawai reparasi menjelaskan kepada kedua insani yang tengah mengantri, yang lalu disambut dengan anggukan tanda mengerti. "Ditinggal aja mas, kita mau makan dulu." Brama memutusi, lalu memengaruhi Anin untuk segera angkat kaki.

       "Brama laper? Mau makan apa?" Anin menanyai dengan penuh energi sambil menatapi pemuda yang kini berjalan di sebelah kiri.

       "Taichan." Brama menanggapi tanpa ekspresi. Entah apa yang dilakui oleh orang tuanya sampai anaknya sebegini tak peduli.

       "Kok Brama tau aku lagi pengen taichan? Ayo ih, let's gooo!" Anin menarik hasta Brama, tanpa memaklumi bahwa ia telah mencuri hati sang pemuda jauh lebih lagi. Pipi Brama perlahan memerah, menandai sang empu tengah tersipu.

。・:*:・゚★,。・:*:・゚☆

       "Taichan kulit 10, taichan daging 10, lontong 1 porsi, sama es tehnya 2 ya kak!"

       Brama mendelikkan mata mendengar aksara yang disua Nalanindya. Mendengarnya saja telah membuat perutnya begah. "Itu semua buat kamu?" tanyanya, seakan tak percaya kepada sang pemilik suara.

       "Iya Brama, aku laper banget nih! Kamu nggak makan?" Anin melukis kurva, menanya Brama yang tampak tak memesan apa-apa. 

       "Enggak. Bang Awang masak tadi, ntar malah gak kemakan." Kebohongan dilantunkan Brama dengan santun, karena sebenarnya sang abang tidak memasak apapun. Bukan bermaksud menimbun dosa, ia hanya tak ingin makanan yang telah dipesan sang pemudi nanti terbuang tanpa arti. Mubazir.

       "Oke! Kalau gitu, duduk di sana yuk!" Anin menunjuk meja yang lowong dekat jendela, menghadap bumantara yang kian mementaskan parade mega. Mereka berdua pun melungguhkan diri sambil menunggui masakan jadi. Tak lama kemudian, pesanan telah diantarkan ke meja mereka yang bernomor sembilan. Anin segera melayangkan doa lantas menyantap makanan yang tersaji tanpa basa-basi.

       "Brama ... Aku nggak habis ..." Anin mengeluh karena perutnya sudah penuh. Brama mengedar pandang pada Anin dan dilihatnya masih ada 6 tusuk sate, 3 potong lontong, dan 1 es teh. Benarlah kata perasaannya kalau pemudi ini tidak mungkin dapat menghabiskan makanan yang dipesan. "Yaudah, aku habisin." Brama menjawab seraya menghadap piring dan mulai melahap.

       "Ehm, Brama? Aku mau nanya dong, boleh nggak?"

       Brama hanya menganggukan kepala tanda merestui Anin untuk mengirim tanya.

       "Ragatra itu sahabatmu, kan? Dia masih sendiri?"

       "Iya. Dia masih sendiri."

       "Aku mau deketin dia, doain biar aku berhasil ya, Brama!" Anin menyuara penuh suka, menimbulkan senyum paripurna pada piguranya. Baginya harapan telah terbit lagi bagai adicandra di kala senja yang mulai menampakkan pesona kala sang surya telah menua.

       Brama hanya terdiam mendengar jawaban Anin. Sebenarnya sanubarinya menggores lara kala mendengar sang pemudi yang dilembana malah ingin menaruh rasa pada sahabatnya. Tapi, kalau memang Sang Nalendra menghendaki Nalanindya untuk bersama dengan Ragatra dalam satu bahtera, ia bisa apa? Bukan berarti ia putus asa, ia tetap akan berusaha menggapai rasa, namun tidak terlalu bercita-cita.

。・:*:・゚★,。・:*:・゚☆

semoga        kaliansuka                 danhappy      reading!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

semoga        kalian
suka                 dan
happy      reading!

Afiliasi AfeksiWhere stories live. Discover now