one

15 1 0
                                    

Setiap orang memiliki garis takdir yang berbeda meskipun mereka sama. Nggak sedikit kok dari sekian banyaknya penduduk bumi yang merasakan sulitnya hidup. Aku disini sudah beruntung, harus bersyukur, dan kurangi kufur.

Disinilah aku, ruang tamu dengan tatanan sofa leter L berwarna hitam. Menghadap televisi dengan siaran langsung andalan. Dangdut. Bicara tentang dangdut, pasti semua orang bakal langsung teringat dengan Hj. Rhoma Irama, Rita Sugiarto, Inul Daratista, dan serentetan artis tanah air lainnya yang sedang booming kala ini.

Bosan.

Hidup seorang diri, yang berteman dengan sepi dan sunyi siapa yang tidak bosan. Including me.  Tinggal seorang diri di rumah minimalis ini cukup merasa sepi.

Salah jika orang berpendapat bahwa aku adalah seorang yatim piatu tanpa seorang pun saudara. Actually, Alhamdulillah kedua orang tuaku masih diberi kesehatan hingga umur ku sampai saat ini. Untuk saudara, jangan kaget kalau aku ini adalah anak ketiga dari enam bersaudara. Kakak dua dengan jenis kelamin laki-laki, sedangkan adikku tiga perempuan.

Monoton.

Ini memang sugguhan atau Cuma perasaanku saja. Monoton. Satu kata yang dapat menggambarkan keadaanku sebelum saat ini. Sebelum masa lalu itu datang. Sebelum mempunyai seorang tetangga tampan. Awal dari masa-masa sulitku dulu.

Drrrrrrrrrrt. Drrrrrrrrrrrrt.

Bunyi telepon yang sengaja aku silent, layar menggambarkan seseorang yang tidak asing lagi bagiku. Segera aku tarik panel hijau keatas.

"assalamualaikum, what's up?"

"wa'alaikum salam, hi sist. How's your life?" tanyanya basa basi,

"very good! Btw, apa yang ngebuat kamu nelfon aku. Tumben, nggak lembur?" tanyaku dengan nada sedikit menyindir. Teman ku satu ini memang nyebelinnya udah tingkat akut. Telfon? Pasti Cuma mau curhat tentang stranger nya dari facebook. Sampai aku sendiri bingung kalau diminta pendapat.

"hahahaha, aku kesepian nih. Kangen sama kamu, kita kan jarang ngobrol semenjak kamu resign dari pabrik. Pabrik sekarang lagi jarang lembur."

"ouh, gimana kabar temen-temen disana? Baikkan? Andin gimana, masih di pembelian?"

"alhamdulillah, semuanya oke. Kalau si Andin masih di pembelian, kan emang dia tugasnya disana. Gimana kuliah kamu? Btw udah semester berapa ya?"

Iya, beberapa bulan lalu aku resign jadi buruh pabrik. Lumayan lama. Masih pabrik dalam kota, sampai pada masa aku masuk kuliah dan satu semester kuliah aku diterima di sebuah Rumah Sakit yang nggak aku banyangkan sebelumnya. Awalnya Cuma iseng daftar, tapi Allah berkehendak untuk aku bergabung disana hingga saat ini.

"baik, udah jalan semester 2. Hmmmm, apa nih yang buat kamu telfon aku? Mau ngomongin stranger baru lagi. Heran deh, belum dapat yang klop di hati apa gimana?"

Dia emang suka banget kali ya ngumpulin gebetan. Diantara aku, Wanda, dan Risa memang Wanda yang paling banyak gebetan. Dia juga yang paling tua diantara kami, Cuma beda satu taun juga sih.

Kalau keinget mereka berdua jadi rindu masa SMP dulu. Kita sering banget kumpul Cuma buat ngobrol tentang jodoh, cita-cita, masa depan, dan nggak ketinggalan juga sketsa rumah idaman kami bertiga. Lucu. Namun, diantara kami bertiga nggak ada yang masuk SMA setelah lulus. Seperti banyangan kita waktu SMP, lulus SMP masuk SMA jurusan IPA, lulus masuk kuliah jurusan kedokteran. Itu adalah planning ku saat kelas 9.

"haha, kali ini nggak dulu deh. Belum Qil, masih keinget dia. Nggak nyangka yah, dulunya aku yang paling ngotot banget pengin kuliah. Eh, malahan kamu yang masuk duluan. Aku malah masih jadi buruh pabrik gini aja."

Hah. Helaan nafas kasar.

"iya, kita kan nggak tau takdir? Gaji kamu udah naik dong pastinya." tanyaku mengalihkan pembicaraan.

"hahaha, Alhamdulillah. Ouh ya Qil, kamu dicariin Ali tau."

"hahaha, nggak usah ngarang. Orang udah punya tunangan juga, belum nikah dia?"

" kurang tau dech, ouh ya. Tapi beneran lho Qil, Ali nanyain kamu itu.  Kapan kapan kita ketemuan yuk. Minggu besok kamu bisa nggak? Aku libur soalnya."

"so sorry, i can't. Aku ada kelas pagi, habis itu mau pulang ke kampung halaman. Emang kamu nggak pulang? tumben."

"ouh, oke. Kita ketemu di acara resepsinya Wulan aja deh. Jadi susah gini ya kalau ketemu sama kamu. Dulu aja sampe bosen aku liat muka kamu terus. Males pulkam, mesti nanti diomongin masalah perjodohan itu lagi."

Untuk masalah pribadi, memang aku yang paling tertutup dan Wanda yang paling terbuka. Sedangkan si Risa, dia tau tempat antara yang bisa dibagi dan yang nggak. Bahkan mereka nggak tau kalau ada cowok yang diam-diam aku suka. Nggak tau juga sih dibilang suka bisa apa nggak. Intinya ada rasa tertariknya aku sama dia.

Ngomong-ngomong soal perjodohan. Aku jadi ingat 3 bulan yang lalu. Dimana waktu itu aku baru 10 bulan kelulusan, umurku pun masih 19 tahun. Nggak ada angin ataupun hujan, tiba-tiba orang tua ku bilang bahwa bosnya pengin anaknya nikah sama aku. Kan bagai petir di siang bolong banget. Oke, aku nggak mau munafik. Aku akui, aku punya gengsi yang cukup tinggi. Gimana caranya aku mau dijodohin, kalau otakku aja masih mikirin gimana caranya kuliah dan seseorang di masa putih abu-abu. Lebih lagi dengan orang yang nggak aku kenal sama sekali, dan lebih tua dari aku bahkan mungkin kakak aku, serta seorang single father.

Aku pikir perjodohan walau masih ada dari jaman Siti Nurbaya sampai sekarang hanya dikalangan orang tertentu aja, nggak sampai nyangkut dalam goresan tinta takdir hidupku.

Satu, hanya untuk kalangan mereka para priyai. Karena apa? Alasanya pasti menjauhkan dari yang namanya zina, ketimbang pacaran lebih baik nikah bukan? Tapi masalahnya aku bukan anak dari kalangan tersebut, dengan keluarga yang kualitas agamanya masih stabil dan nggak alim banget. Malahan nggak jarang nyuruh aku buat pacaran.

Kedua, dari kalangan pembisnis. Yaitu pernikahan bisnis agar saling menguntungkan kedua belah pihak. Tapi ini biasa berlaku untuk mereka para pembisnis besar. Mengingat ayahku yang hanya seorang pengepul barang bekas, menurutku opsi ini tidak berlaku kan?

Kedua opsi tersebut tidak ada dalam kategori keluargaku yang sederhana dan biasa aja. Jadi aku anggap ini sebagai ujian. Ujian untuk meningkatkan keimanan. Lebih baik seperti itu. setiap hari selalu ku selipkan doa supaya dia nolak aku. Nggak setuju dan semoga aja udah punya pacar maybe.

"ya udah, see you ya."

.....

Buat kalian yang udah pernah baca cerita ini, thanks ya...

Semoga kalian suka ♥️♥️

Aku unpublish cerita ini karena nggak PD buat angkat cerita ini ke WP.😔 Nekat aja sih...

Liat cerita author lain yang keren keren jadi minder....

Semoga suka....🥰

Kritik yang membangun sangat diharapkan....
Thanks guys...
Salam kopi panas☕

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 26, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

PHASEWhere stories live. Discover now