Part (2) Kembali sekolah

155 26 32
                                    

"Dewasalah menghadapi suatu masalah, karena kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di balik ini semua."

(Diary Asma)

Jangan lupa vote, komen dan share jika kamu menyukai cerita ini 👍

Happy reading ❤️

Asma kembali bersekolah setelah satu minggu lamanya ia izin. Wajahnya sudah terlihat lebih baik dibandingkan ketika Afnan menemuinya saat menangis waktu itu.

Gadis itu keluar dari mobil hitam kekasihnya, yang langsung disambut tatapan kagum, iri dan benci dari orang-orang di sekitarnya. Banyak gadis-gadis yang menatapnya tak suka, kemesraan keduanya sudah diketahui banyak orang. Jadi banyak yang mengidam-idamkan menjadi seorang Asma. Dan ada pula yang membuat gosip tak benar agar mereka berpisah, tetapi hubungan yang dilandaskan rasa saling percaya, maka apapun akan terlewati.

Afnan membuka pintu mobilnya, sadar banyak orang yang melihatnya dan Asma. Bahkan dengan terang-terangan mereka ditatap aneh oleh orang-orang, Afnan berjalan menghampiri kekasihnya itu lalu meraih tangannya. Lelaki itu menautkan tangan mereka, menegaskan ke publik bahwa gadis ini miliknya.

"Afnan ... aku takut," bisik Asma lirih, ia membalas genggaman tangan Afnan erat.

"Enggak usah takut, ada aku yang bakalan ngelindungi kamu." Afnan tersenyum manis, yang mampu membuat hati Asma sedikit tenang.

Mereka berdua berjalan, mengabaikan tatapan orang-orang di sepanjang koridor. Banyak bisik-bisik tak enak yang mengiringi perjalanan mereka, tetapi keduanya seolah menulikan pendengarannya. Sepasang kekasih itu berhenti ketika mendengar suara gadis dari belakang yang sejak tadi memanggil-manggil nama Asma.

"Asma! Asma! Asmayah!" panggil seorang gadis dari arah belakang, sang empu nama langsung menoleh ketika mendengar ia dipanggil.

"Nisa." Asma kaget melihat kedatangan sahabatnya yang terlihat ngos-ngosan, keduanya langsung berpelukan, melepas rindu selama seminggu ini tak bertemu.

"Aku kangen banget sama kamu, Ma. Kamu sakit apa, sih? Kok sampe seminggu enggak dateng?" tanyanya kepada sang sahabat, tersirat nada khawatir di setiap kata yang ia ucapkan.

"Demam biasa, kok. Terus ada sedikit masalah keluarga," jawab Asma, matanya menoleh ke Afnan ketika ia menyebutkan kata keluarga.

"Maafin aku, ya. Aku enggak bisa jenguk kamu, kemarin Mama juga sakit. Jadinya aku enggak bisa ninggalin beliau sendiri di rumah."

"Enggak apa-apa, Nis. Kamu khawatirin keadaanku, itu udah buat aku seneng." Asma mengelus punggung sahabat lamanya, mencoba menyalurkan semangat.

"Oh, iyah. Bagas mana, Nis?" tanya Afnan yang sejak tadi diam membisu.

"Belum berangkat. Katanya tadi dia datangnya telat dikit." Afnan mengangguk, kemudian kembali meraih tangan Asma. Mengajak gadisnya masuk ke kelas. Namun belum selangkah mereka berjalan, tangan Asma lagi-lagi ditarik.

"Eh, aku pinjam Asma-nya bentar. Aku mau ngomong sesuatu sama dia. Boleh, ya, Nan?" pinta Nisa.

Lelaki itu terdiam sejenak, kemudian mengangguk. "Ya udah, aku masuk duluan."

"Siap." Setelah kepergian Afnan, Nisa langsung menarik tangan Asma, menggiring gadis itu menuju taman sekolah.

"Kita mau ke mana?"

"Taman sekolah," jawab Nisa.

Tak membutuhkan waktu yang lama untuk mereka sampai ke taman sekolah, tempat yang sejuk dan di kelilingi oleh pohon rindang itu memang jaraknya hanya sekitar 10 meter dari kelas mereka.

"Kamu mau ngomong apa, Nis?" tanya Asma memulai percakapan mereka.

"Kamu ada masalah, Ma? Mata kamu bengkak, pasti habis nangis."

Mendengar itu Asma hanya menggeleng pelan, bukannya ia tak mau bercerita dengan Nisa. Hanya saja ia tidak mau membagi rasa sedih dan sakitnya ke orang-orang.

"Enggak, kok."

"Kamu jangan bohong, Ma. Kita udah berteman sejak SMP, masa kamu enggak mau bagi keluh kesah kamu ke aku? Apa kamu enggak yakin nyimpen rahasia ke aku? Aku enggak mulut ember, kok," ujar Nisa mencoba meyakinkan Asma, gadis itu tampak merasa bersalah karena merasa tidak bisa menjadi sahabat yang terbaik.

"Bukan gitu, Nis. Aku tau kamu enggak bakalan nyebar cerita sembarang, kamu itu orang baik. Aku bukannya enggak mau cerita sama kamu, tapi aku enggak suka bagi kesedihan sama orang-orang yang aku sayang," jelas Asma.

"Aku tau, Nis. Pasti kamu juga banyak masalah, aku cuman enggak mau nambah beban pikiran kamu cuman gara-gara masalah aku. Aku enggak suka lihat kamu sedih, Nis," tambahnya lagi, ia melihat mata Nisa yang mulai berkaca-kaca. Sudah bisa dipastikan sebentar lagi gadis itu akan menangis.

"Tapi aku ngerasa gagal jadi sahabat kamu, Ma." Nisa menghambur ke pelukan Asma, dengan iringan air mata yang menetes di pipinya.

"Hust .... Kamu enggak boleh ngomong kayak gitu, kamu itu sahabat yang udah aku anggap saudara kandung aku sendiri. Kamu itu segalanya bagi aku, Nis." Asma memeluk tubuh ringkih Nisa. Beban hidup sahabatnya ini sama saja sepertinya.

Keluarga Nisa juga mengalami banyak masalah, apalagi setelah perusahaan ayahnya bangkrut. Ibunya mulai sakit-sakitan karena lelah memikirkan hutang-hutang di bank.

"Aku enggak bisa jadi sahabat terbaik kamu," cicitnya seraya menangis di pelukan Asma.

"Kamu salah, Nis. Aku yang enggak bisa jadi sahabat terbaik untuk kamu, aku terlalu sibuk sama urusanku--" Nisa menggeleng dalam pelukan Asma, ia tak setuju jika sahabat berkata seperti itu.

"Nggak! Kamu itu sahabat terbaik aku," selanya cepat, melihat senyum manis Asma membuat Nisa ikut tersenyum.

"Kamu juga sahabat terbaik aku, Nis."

Nisa mengendurkan pelukan kami, ia mengusap air matanya kasar. Lalu berkata, "Udah jangan nangis. Kita harus selalu bahagia, Ma."

"Bukannya yang nangis itu kamu, ya?" goda Asma seraya terkekeh pelan.

"Udah, lupain! Aku tuh enggak pernah nangis!"

"Iyah-iyah yang enggak pernah nangis." Nisa mencubit lengan Asma, ia jengkel karena sejak tadi digodain.

"Ya udah, ayok ke kelas. Kayaknya kita kelamaan di sini ,deh." Kemudian keduanya berjalan beriringan di sepanjang koridor. Sesekali bercanda dan tertawa. Melupakan sejenak masalah yang mereka rasakan. Asma bersyukur ia masih memiliki sahabat sebaik Nisa.

"Terimakasih Tuhan, setidaknya jika kau beri kesakitan ini. Masih ada setitik kebahagiaan yang kau bagi untukku."

****

To be continued ....

Salam hangat ❤️

Dwi Nurmalasari

Ig : dwinurmalasary28

Diary Asma (TAMAT)Where stories live. Discover now