Chapter 11

915 165 12
                                    

Hari ini Wendy ditugaskan di bangsal rumah sakit yang banyak pasien lanjut usia juga rapuh akan virus. Sehingga Wendy tidak dapat bergerak bebas keluar dari bangsal tersebut karena seperti di isolasi dari bagian rumah sakit yang lain, begitupun Seulgi dan Joy yang bertugas bersamanya saat ini.

Mereka direncanakan tidak akan bisa pulang sama sekali selama 1 minggu dan harus tidur di rumah sakit tanpa boleh berinteraksi dengan orang luar, jadi interaksi mereka hanya akan sebatas orang-orang yang bertugas didalam bangsal yang disekat oleh pintu juga banyak kaca.

Hari ini Wendy sudah melakukan shift nya yaitu berkeliling memeriksa beberapa pasien ke tiap kamar. Sekarang tugasnya tersisa merekap semua data di ruang depan bangsal tersebut, dimana ruangan tersebut akan terlihat jelas dari lorong yang sepi yang menjadi tempat orang bisa berkomunikasi dengan para pasien isolasi dari balik kaca.

Wendy mengikat rambutnya rendah dengan asal, duduk di meja dan membuka buku-buku file juga catatan yang ia perlukan untuk mulai mendata. Jujur ia merasa ekstra lelah karena ia tidak bisa pulang bertemu dengan Mark, itu sungguh mempengaruhi moodnya untuk bekerja.

Tok tok tok

Wendy menoleh mencari sumber suara dan tersenyum ketika menyadari ada seorang pria mengenakan seragam militer tersenyum dengan tampannya sambil memegang buket bunga mawar merah di tangan kiri dan juga kotak makan di tangan kanan.

"Aku tidak bisa bertemu langsung denganmu ya?" Tanya Taeyong dengan suara yang teredam kaca tebal. Wendy bangkit dari duduknya lalu kini berdiri dihadapan Taeyong dengan kaca yang menghalangi mereka berdua. "Tidak boleh sama sekali. Ada pasien rentan akan virus didalam sini, aku harus melindungi mereka."

"Sampai kapan?" Tanya Taeyong. "Aku tidak boleh keluar dari sini selama seminggu." Jawab Wendy menghela nafas pasrah. Taeyong merengut dan terlihat tidak menyukai jawaban yang Wendy berikan. "Eiy~ wajah apa itu?" Goda Wendy ketika menyadari Taeyong yang merajuk.

"Aku akan rindu padamu. Bahkan baru 2 hari tak bertemu semenjak acara kenaikan pangkat saja aku hampir gila karena rindu." Ucap Taeyong menggombal tetapi serius. Wajah Wendy bersemu mendengarnya. "Kau, mulutmu memang manis ya Lee Taeyong. Bahkan aku bukan kekasihmu."

"Mwo? Memang nya ungkapanku kemarin tidak membuat semuanya menjadi resmi?" Tanya Taeyong terkejut. "Aku tidak bilang itu bukan pernyataan resmi. Karena aku disini yang belum memutuskan bahwa aku siap menjalin hubungan denganmu atau tidak. Aku masih ingat saat acara penampilanku di rumah sakit beberapa waktu lalu, kau janji akan mengatakan sesuatu kepadaku tentang Mark. Sampai sekarang kau belum menceritakannya." Tagih Wendy.

Taeyong terkejut karena sempat melupakan itu semua. Ia lupa kalau ini sudah terlalu lama untuknya menutupi semua ini kepada Wendy.

"Jadi karena itu?" Tanya Taeyong. Wendy menganggukan kepalanya. "Tentu saja! Itu menyangkut anakku!" Jawab Wendy dengan jelas dan tidak harus dipertanyakan lagi. "Wan, aku tidak bisa membicarakan itu dalam kondisi kita terhalang begini. Kita harus langsung bertemu karena ini... ini serius. Maafkan aku jika membuatmu jadi tambah banyak pikiran." Ucap Taeyong sendu.

Wendy terdiam sejenak dengan wajah yang murung. "Aku kenal dengan orang tua kandung Mark." Timpal Taeyong. Wendy terlihat terkejut namun tidak dapat mengatakan apa-apa karena kondisi yang tidak memungkinkan. "Aku janji akan menjelaskan semuanya ketika kau sudah keluar dari ruang isolasi ini. Aku berjanji." Taeyong menatap Wendy lurus dan benar-benar serius dengan perkataannya.

Wendy menganggukan kepalanya ragu dengan senyum yang dipaksakan. "Ini. Aku taruh didepan pintu. Aku akan pergi agar kau bisa mengambilnya secara aman. Oke? Jangan lupa makan, aku tak mau kau sakit." Ucap Taeyong begitu memgkhawatirkan Wendy.

"Bolehkah aku menitipkan Mark kepadamu? Seperti mengajaknya bermain seminggu ini kapanpun kau bisa dan sempat. Aku tidak bisa melakukannya karena tugas ini." Pinta Wendy. Taeyong tersenyum. "Tentu saja bisa. Tanpa kau suruh pun sudah pasti akan ku lakukan." Wendy tersenyum lega mendengar kalimat tersebut.

"Terima kasih ayah-nya Mark." Kata Wendy bercanda. "Terima kasih kembali mama-nya Mark." Balas Taeyong balik bercanda. Mereka berdua tertawa. "Kalau begitu... aku pamit." Taeyong seperti enggan untuk pergi. Wendy tertawa melihat Taeyong kini berjalan mundur menuju lift.

"Jangan melakukan hal bodoh Taeyong! Awas kau menabrak lift!" Wendy memperingati. Taeyong tertawa lalu menjawab. "Karena aku masih ingin bersamamu~" Ucapnya dari kejauhan. "Ish. Sana!" Usir Wendy dengan gemas.

...

"Awww~ mama papa baru melepas rindu~" Goda Joy bersender di meja karena sedari tadi menonton interaksi Wendy dan Taeyong. Wendy menoleh terkejut lalu tertawa malu sambil sudah bersiap akan melempar sepatu ke arah Joy yang masih menggodanya.

"Ternyata begitu ya rasanya jatuh cinta. Pisah 1 hari rasa 1 tahun. Pisah 2 hari sampai dibawakan buket bunga~" Seulgi yang baru muncul ikut menggoda Wendy yang kini sudah merengek tak suka. "Hentikan kalian berdua." Ucap Wendy sambil menahan senyum.

"Apa kalian sudah resmi?" Tanya Joy kepo. Wendy menatap Joy jengah dan enggan menjawab. "Oh~ ayolah Wan! Aku hanya ingin tau karena kau tidak pernah bercerita kepada kami!" Bujuk Joy yang kini memeluk lengan kanan Wendy dengan manja.

"Dia sudah menyatakan perasaanya kepadaku." Akhirnya Wendy memulai ceritanya. "Lalu? Lalu?" Seulgi ikut semangat mendengarkan dan kini Wendy dikepung oleh Joy dan Seulgi. "Aku belum bisa menerimanya. Karena dia... berhutang cerita kepadaku. Tentang Mark. Dia bilang dia kenal dengan kedua orang tuanya Mark." Jawab Wendy lirih dan serius.

Joy dan Seulgi langsung terkejut dan saling bertatapan ketika Wendy menyebutkan cerita tentang Mark. Mereka jadi gugup karena mereka sudah tau lebih dulu cerita itu dari Jisoo, di cafe seberang rumah sakit, seusai Jisoo mengakui bahwa ia bersaudara dengan Taeyong dan Jaehyun.

Kring~ kring~

Telepon rumah sakit berdering. Joy menoleh dan mengangkat telepon tersebut karena ia yang berada paling dekat dengan telepon tersebut. "Ne? Dengan dr. Joy disini," Jawab Joy. Tiba-tiba Joy memasang wajah serius dan melirik Wendy sebentar sebelum akhirnya mengaktifkan mode speaker di telepon tersebut.

"dr. Wendy, ini Yeeun. Dok... maafkan aku, mungkin ini bukan waktu yang tepat untuk memberitahu berita ini karena kau sedang bertugas di bangsal isolasi. Tapi, pasien anak usia 4 tahun, Huang Yiren, pengidap kanker darah, baru saja meninggal dunia. Dana yang kau kumpulkan lebih dari cukup, dana tersebut berhasil menutupi semua kebutuhan perawatan Yiren. Hanya saja memang tubuhnya kalah dengan kankernya... sang kakek berharap bisa bertemu denganmu dan berharap kau bisa hadir di pemakaman Yiren besok pagi. Aku sedang mengusahakannya agar kau bisa hadir besok pagi ke pihak rumah sakit."

Wendy langsung menutup mulutnya dan menangis ditempat. Joy dan Seulgi ikut menangis dan langsung memeluk Wendy dengan erat. Wendy menahan suara tangisnya yang bisa saja meledak, dan kini tubuhnya bergetar tidak terkontrol seperti saat ia menerima Yiren pertama kali.

Sama ketika dulu ia selesai membedah tubuh Mark yang penuh luka.

...

P U Z Z L E✔️Where stories live. Discover now