CENGKRAMAN ASTHA

2.2K 141 11
                                    

Astha terlihat murka saat bingkai dengan gambar seorang perempuan dan anak kecil itu kini hancur berkeping-keping. Astha mengambil satu pecahan kaca lalu mencengkram dagu Alivia.

"Am--pun Tu--an" Gadis bermata almond itu tergagap saat lagunya dicengkram dengan kuat oleh Astha. Sorot tajam dari kedua bola mata laki-laki itu membuat Via ketakutan. Pecahan kaca itu sudah sangat dekat dengan pipi putihnya. Alivia tidak bisa membayangkan jika pecahan kaca itu menggesek kulitnya. Alivia memejamkan mata menahan sakit dari cengkraman tangan Astha.

"Tugasmu hanya membersihkan kamar ini. Dan jangan pernah sentuh barang apapun di kamarku. Mengerti kamu? atau kamu mau merasakan pecahan kaca ini menggores kulitmu, ha?" Alivia semakin ketakutan. Bibirnya bergetar. Bisa saja dia menendang selangkangan si Tuan besar dengan jurus karatenya. Tapi menurutnya itu akan membuat masalahnya bertambah. Dia sedang memikirkan cara untuk keluar dari rumah itu dengan hati-hati.

"I--ya Tu--an.. saya mengerti." Alivia batu bisa berkata lancar saat Astha melepaskan cengkramannya.

"Bersihkan pecahan kaca itu. Awas saja kalau masih ada ada serpihan yang melukaiku, siap-siap aaja menerima hukumanku." Astha berjongkok. Mengambil Foto di antara serpihan kaca. Tatapannya berubah sendu saat melihat foto itu. Alivia menatap heran pada sikap lelaki itu. Tapi dia segera keluar untuk mengambil sapu dan cikrak. Kalau dia tidak segera membersihkan pecahan itu bisa-bisa bosnya ini akan marah besar padanya. Bos? pantaskah dia menyebut lelaki tampan ini bos? tampan? sejak kapan Alivia sadar kalau bosnya ini tampan? mungkin setelah ia tahu wajah asli Astha yang tanpa topi dan kaca mata hitam.

'Tapi dia lebih mirip monster.' ucap Alivia dalam hati. Dengan hati-hati ia membersihkan. Pecahan kaca dari bingkai itu menyebar kemana-mana. Jadi dia harus hati-hati memungutinya. Sesekali dia melihat Astha yang terduduk di pinggir ranjang. Lelaki itu sibuk menelpon entah siapa?

"Sudah, Tuan. Bolehkah saya pergi sekarang?" tanya Alivia saat dia telah selesai membersihkan serpihan kaca. Lama dia membersihkannya. Karena dia benar-benar memastikan kalau sudah tidak ada pecahan kaca tercecer.

"Hemm.." Astha tidak mengucapkan sepatah katapun. Dia kini berdiri di balik jendela paviliunnya menatap kebun bunga melati dibelakang kamar itu. Ya karena ruangan itu sebagian besar tertutup kaca. Entah apa maksudnya, Alivia tak mau tau.

Gadis bermata almond itu berjalan menyusuri kolam renang dengan perasaan lebih lega dari sebelumnya. Kadang dia menoleh sekilas air di kolam renang yang berwarna biru. Ingin rasanya dia menceburkan diri di air yang jernih itu. Kemudian dia menunduk pilu, mimpi jika di berharap seperti itu.

Gadis itu melewati tempat bermain bilyard lagi. Masih banyak yang bermain di sana. Tapi tidak sebanyak tadi. Via melihat Reza yang sedang menatapnya. Lelaki itu sedang memantik korek untuk menyulut rokoknya. Ruangan yang penuh dengan asap rokok. Dada Alivia terasa sesak saat melewatinya.

Dia tak memperdulikan suara laki-laki lelaki yang menggodanya. Hanya Reza yang hanya diam melihat Alivia berjalan.

"Jangan ganggu gadis itu." ucapan Reza membuat Alivia berhenti sejenak tapi dia kembali melanjutkan langkah setelahnya.

"Kita cuma iseng, Za. Mana mungkin kita mau sama cewek kampungan model begitu. Jauh dari kata sexy." ucap anak buah Astha yang lain.

Alivia berjalan menyusuri lorong yang akan menuju ke kamarnya. Dia sendirian di sana. Dua malam ini dia habiskan dengan terjaga. Bagaimana tidak, ruangan yang lama kosong itu membuatnya tak nyaman. Tapi dia berusaha menghalau rasa takutnua dengan shalat. Dan sekarang setelah tasnya kembali, dia bisa kembali mengaji karena Alqur'an kecilnya ada di dalam tas itu.

Rasa kantuk itu bergelayut di matanya. Rasanya ingin sekali ia merebahkan badannya di atas kasur. Bukan kasur empuk seperti milik Astha tadi, tapi lebih tepatnya kasur yang keras dan membuat punggungnya terasa sakit.

Alivia segera mengambil air wudhu karena dia harus segera menunaikan salat dzuhur yang sempat tertunda karena insiden tadi. Dia melirik jadwal hariannya. Masih ada waktu satu jam untuk istirahat. Setelah itu dia akan kembali bekerja sebagai pembantu. Entah dengan bayaran atau tidak. Yang penting dia masih bisa makan dan minum di tempat ini. Meski hanya satu kali sehari.

Alivia memandang ke atas. Tidak ada celah untuk dia bisa keluar. Apalagi tembok-tembok di luar di pasangi kawat berduri. Membuat gadis itu harus lebih matang memikirkan caranya keluar. Setidaknya dia tidak dilecehkan di sana. Ya beruntung dia memiliki tubuh kurus kerempeng dan dada rata. Dulu dia sering mengeluh dengan kondisi fisiknya yang tidak menarik. Tapi siapa sangka ketidaksempurnaanya itu membuat dia terselamatkan dari kegiatan maksiat yang Astha jalankan.

"Ya Allah izinkan hamba memohon padamu. Selamatkanlah hamba dari orang-orang yang jahat. Lindungilah hamba dari perbuatan maksiat. Semoga suatu hari nanti engkau buka hati Tuan Astha dan semua anak buahnya. Dan kembalikanlah mereka ke jalan yang benar, yang engkau ridhoi ya Allah." Bisik Alivia.

"Aamiin.." suara itu membuat Alivia menoleh ke sumber suara. Suara lelaki yang khas Dan Alivia sangat mengenal suara itu.

"Mau apa kamu ke sini?" tanya Alivia sambil menatap curiga.

"Tenang.. Aku hanya ingin membawakan makan untukmu." Reza membawa sepiring nasi dan semur daging sisa dari Astga tadi. Alivia bukannya mengambil, tapi malah semakin menatap curiga.

"Ga aku ga mau. Jangan-jangan kamu kasih sesuatu di dalamnya. Aku tidak mau."

"Buang jauh pikiran burukmu itu. Aku akan mencobanya terlebih dulu kalau kamu tidak percaya."

"Ya sudah silahkan saja kamu coba."
Rezapun mengambil satu sendok dan menyuapkan ke mulutnya.

"Bagaimana? aku masih hidup kan?" Ucap Reza yang diam selama sepuluh menit.

"Baiklah aku percaya." Alivia mengambil piring itu dan mulai makan dengan tangannya tanpa sendok. Dia tidak mungkin makan dengan sendok bekas Reza. Sebenarnya dia enggan. Tapi karena perutnya keroncongan,

"Lapar ya?" tanya Reza yang kemudian ikut duduk lesehan berhadapan dengan Alivia.

"Enggak.. masih saja nanya. Aku dari pagi belum makan. Bagaimana mungkin aku tidak lapar." Alivia makan dengan lahapnya.

"Maafkan aku ya. Gara-gara aku, kamu jadi terperangkap di tempat ini."

"Tidak akan aku maafkan. Selama kamu belum membantuku keluar dari sini."

"Itu tidak mungkin. Tuan Astha menyukai masakanmu. Jadi mungkin selamanya dia akan menurutmu di sini."

"Apa... selamanya? gila apa itu orang. Kenapa tidak cari istri yang bisa masak saja? kenapa harus mengorbankan aku? Aku jadi tidak punya masa depan kalau begini."

"Tenang saja. Siapapun yang mengganggumu, Tuan Astha tidak akan suka. Karena dia tidak akan membiarkan satu orangpun melukai orang yang bisa memanjakan perutnya."

"Bagaimana kamu tahu?" Reza hanya tersenyum miring.

KAU WANITAKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang