9 - I Think I Like You

3.6K 545 41
                                    

"Yang sering sematin puisi di sini itu Renjun, ya?"

Doyoung mendorong kursi lebih dalam sebelum mendongak dan menjawab, "Iya. Dia emang sering sematin puisi di situ." Lemari di sisi kanan digeser pintunya. Tas yang disimpan di dalam diambil untuk kemudian disampirkan pada bahu. Doyoung melanjutkan, "Dia suka baca puisi, katanya penyemangat kerja. Ya udah, saya izinin aja." Lemari dikunci dua kali. "Suka puisi juga?"

Jaehyun mengangguk pelan. Kertas berwarna putih gading berisi bait-bait puisi yang ditulis tangan Renjun diusap lembut. "Lumayan suka," jawabnya seraya berbalik badan. Tas yang tergeletak di atas rak berisi kumpulan resep-resep narkotika diraih dan dikenakan. "Kadang kita ingin mengungkapkan sesuatu namun susah untuk menyuarakan. Pada akhirnya jari-jemari yang bekerja dengan cara menuliskan itu semua."

Jaehyun keluar ruangan lebih dahulu. Doyoung menyusul setelah memastikan kalau komputer yang sedari pagi dipakai sudah mati. Barulah pintu ruangan ditutup dan dikunci dua kali. "Yakin saya, kalau kamu ngobrol sama Renjun pasti nyambung."

Doyoung mengulum senyum. Ia bukan seseorang yang suka memperhatikan ekspresi orang lain, namun tatapan yang Renjun berikan pada Jaehyun cukup mencolok dan membuatnya curiga. Prasangka Doyoung mengenai Renjun yang ada apa-apanya pada Jaehyun makin diperkuat dengan Renjun yang sempat salah tingkah ketika mengobrol dengan Jaehyun. Benar, pasti Renjun memiliki sesuatu pada Jaehyun. Suka mungkin? Kalau memang begitu, bagus lah. Berarti Renjun sudah membuka hati pada orang lain.

"Ten, ayo pulang. Jangan gosip terus." Doyoung menarik kerah Ten main-main. "Teteh juga jangan gssip terus. Kerja, Teh."

Yoona menunjuk meja di hadapannya yang penuh dengan platik klip. Tumpukan keranjang juga tak luput ia tunjuk. "Ini lagi kerja, kok! Ten aja nih, ngajak gosip."

Ten menaruh kursi yang ia pakai untuk duduk tadi ke pojokan. "Nih, pulang. Tapi, besok-besok jangan tarik kemeja gue, oke? Mahal ini. Setara dua rumah ̶ "

Belum sempat Ten menyelesaikan ucapannya nyelenehnya, Doyoung lebih dulu membekap mulut laki-laki berkacamata itu. "Berisik lo, ah." Ten ditarik masih dengan posisi mulut dibekap Doyoung. "Balik duluan ya, semua. Semangat lemburnya." Dengan tangan kiri, Doyoung membuka pintu Apotek. Tentunya bekapan pada mulut belum dilepas juga sampai luar. Ten meronta-ronta meminta tolong pada Jaehyun namun laki-laki itu hanya diam. Masalahnya, tatapan Doyoung sekarang begitu tajam seperti memerintahkan untuk tidak melakukan apapun. Ya sudah, Jaehyun manut saja daripada Doyoung mengamuk.

"Duluan semuanya. Semangat kerjanya." Jaehyun membungkuk sedikit. Ucapan 'terima kasih' juga 'hati-hati di jalan' bersahutan. Setelahnya pintu Apotek ditutup dan ia menyusul Doyoung juga Ten yang berdebat sepanjang jalan. Jaehyun hanya bisa geleng-geleng kepala. Ia kira dua orang itu cukup serius, namun nyatanya di luar ekspetasi. Mungkin butuh waktu yang cukup lama untuk bisa beradaptasi dengan sifat absurd dua rekannya itu. Apalagi sifatnya itu pendiam, juga tidak mudah beradaptasi dengan orang baru.

"Dek Doyoung."

Jaehyun menoleh pada asal suara, begitu juga dua orang di depannya. Seorang laki-laki yang mengenakan kemeja biru dengan sneli yang tersampir pada lengan menghampiri mereka. Jaehyun tentunya tidak tahu siapa orang itu, tapi sepertinya salah satu Dokter di Rumah Sakit ini. Dan yang terpenting, antara si Dokter dengan Doyoung terdapat sesuatu sebab Ten terlihat menggoda Doyoung dan mendorong si Apoteker main-main. "Tuh, Masnya manggil." Ten tersenyum dan membungkuk sedikit. "Sore, Mas Taeil. Tumben di Rumah Sakit? Ada praktek?"

"Sore, Ten." Taeil, si Dokter paru-paru, ikut tersenyum. "Gak ada kok. Cuma tadi ada urusan sedikit."

"Oh, urusan." Ten menyenggol lengan Doyoung yang sudah kesal setengah mati terhadap orang di sebelahnya itu. Kalau tidak ada Taeil, Doyoung tidak akan segan mengajak Ten adu debat karena demi apapun ia kesal sekali. "Ya udah deh, kalau begitu. Saya duluan sama Jaehyun. Mas Taeil mau sama Doyoung, kan? Nah, saya persilahkan."

Time Of Our LifeWhere stories live. Discover now