Chapter 03 - Tuduhan

98 50 92
                                    

Brak!

Aku membuka dengan paksa lemari berisi pakaian-pakaian kerajaan yang ada di dalam lemari itu. Banyak sekali baju di dalam sana. Ada gaun panjang seperti yang Pharon pakai tadi. Ada yang baju biasa namun modelnya tetap seperti pakaian kerajaan.

Aku bingung akan memilih pakaian yang mana. Lebih baik aku meminta saran dari Pharon. Dengan tubuh yang masih terbungkus mantel handuk. Aku berlari kecil keluar bilik menenteng dua macam pakaian yang menempel pada gantungan baju.

“Pharon! Aku butuh saranmu!!” teriakku hendak menuruni tangga.

Namun pada langkah ketiga, aku mengurungkan niatku untuk lanjut melangkah. Karena ada banyak manusia-manusia di bawah sana mengenakan gaun dan jas kerajaan.

Dengan cepat aku berlari kembali menuju bilikku. Kini aku tak terkejut lagi melihat lingkaran cahaya yang ada di depannya.

Astaga! Aku benar-benar malu keluar dengan tubuh yang masih berbalut mantel handuk ini di depan orang ramai. Semoga tidak ada yang menyadarinya.

Pharon menipuku! Ia bilang hanya dirinya sendiri yang tinggal di sini. Nyatanya hampir ratusan orang berada di bawah sana. Aku mengumpat dalam hati.

Bruk!

Tak sadar karena keasikan berlari, aku menabrak dada bidang seorang lelaki berpakaian rapih dengan jas hitam yang menambah kesan glamor pada dirinya.

Astaga jangan sekarang! Aku ingin cepat-cepat menenggelamkan kepalaku di bawah bantal karena malu.

“Kau ini miskin atau bagaimana? Membeli sehelai baju saja kau tak sanggup?!” hardiknya.

Aku memelototkan kedua mataku. “Apa kau tak melihat aku membawa dua buah baju sekaligus?” tanyaku mengangkat kedua tanganku menampilkan dua buah baju tepat di depan matanya.

“Memalukan! Cepatlah bersiap. Dan layan semua tamu! Acara perenungan sembilan tahun atas meninggalnya ayah Just akan dimulai!” ucapnya.

Aku menginjak kakinya yang bersampul dengan sepatu hitam berkilat. Kuat sekali. Membuatnya mengerang kesakitan. Ia pikir aku ini pelayan kerajaan?!

“Rasakan itu! Dasar lelaki mesum! Lebih baik kau tobat! Dan ingat satu hal, aku bukan pelayan!!” teriakku sebelum meninggalkannya yang sedang mengusap-usap sepatunya.

📷📷📷

Hari ini aku benar-benar kesal. Mulai dari ditipu oleh Pharon, sampai bertemu dengan laki-laki menyebalkan itu. Teruntuk perlakuan bibi Maria terhadapku ... itu sudah jadi lauk pauk makananku sendiri.

Lalu, mengenai laki-laki tadi. Mentang-mentang tampangnya seperti lelaki bangsawan, ia pikir aku ini apa? Pembantunya? Benar sih, tampilanku memang seperti pembantu karena hanya mengenakan mantel handuk saja.

Aku menggerutu kesal sembari menghentak-hentakkan kakiku. Rasanya kurang puas karena hanya menginjak kaki laki-laki itu.

Kini fokus ku teralihkan pada dua buah baju yang aku lempar di atas kasur barusan.

Tunggu dulu. Tadi laki-laki itu menyebut nama ... ayah Just? Nama ayah mertua Pharon. Nama yang unik. Mengapa tidak Justin saja? Atau Just apel agar mudah ditemukan di mana-mana. Maaf, omonganku sudah merambat. Abaikan saja.

Aku mengetuk-ngetuk daguku dengan jari telunjukku. Mataku yang semula fokus pada dua buah baju yang ada di atas kasur kini teralih ke lemari baju yang sama sekali belum ku tutup.

Just's Camera(?)Where stories live. Discover now