Chapter 2 : Opia

1.3K 226 25
                                    

Hari itu bukan hari pertama yang buruk.

Namun, Dorothea tidak bisa bilang hari itu berjalan lancar.

Setelah pertemuannya dengan sosok di kamar mandi, Dorothea segera berlari keluar—menembus si hantu yang terperangah—dan mencari aula tempat mereka seharusnya berkumpul untuk orientasi.

Dan pada saat dia sudah sampai di aula, si hantu mengikutinya.

Berdiri di sudut ruangan.

Memperhatikan.

Dorothea berusaha untuk tidak memikirkannya. Fokus kepada Kepala Sekolah Nezu yang berpidato di depan. Si tikus—beruang—apalah dia itu—berbicara tentang keselamatan di sekolah. Akan tetapi, Dorothea tidak bisa menangkap poinnya. Dia sibuk berusaha untuk tidak menghiraukan si hantu.

Mata sosok itu tertutup poni putih yang berantakan. Akan tetapi, gadis berambut merah itu bisa merasakan pandangan dingin yang lebih mencekam daripada manusia hidup. Pandangan yang memperhitungkan sesuatu. Seperti mengatur strategi.

Dorothea terus memandang lurus. Memasang ekspresi datar terbaiknya. Pura-pura tidak melihat dan mendengar. Dia biasa melakukan itu. Jika sejak kecil kau bisa melihat hantu. Kau pasti berlatih untuk menghindari mereka sebisa mungkin.

Jangan menoleh, batin Dorothea. Apapun yang terjadi, jangan menoleh.

"Hei."

Jantung Dorothea serasa berhenti berdegup.

Wajah si Rambut Putih ada di sampingnya. Tubuhnya melayang. Menembus teman sekelas yang duduk di sebelah Dorothea.

Kapan dia mendekat?

"Kau bisa mendengarku, kan?"

Iya, sialan, suara batin si gadis berseru. Tapi tolong lihat kondisi! Aku tidak bisa menjawabmu sekarang! Aku bakal terlihat seperti orang gila!

Untunglah, setelah tidak mendapat respon darinya, si Rambut Putih menjauh. Barulah postur tubuh Dorothea kembali rileks. Sayangnya, setelah apa yang dilakukan Rambut Putih, semua hantu di ruangan itu menjadi ikut memperhatikannya. Dan itu seratus kali lebih parah daripada saat dia harus memperkenalkan diri di kelas.

Dorothea mengatur napas. Berdoa semoga orientasi itu cepat selesai.

***

Jam makan siang akhirnya datang.

Dan Dorothea masih diikuti.

Dalam hati dia merutuk. Kenapa hantu yang satu ini keras kepala sekali?

Nampan berisi nasi dan ayam dia bawa erat-erat. Matanya menyisir kafetaria. Mencari tempat duduk. Beberapa hantu lain berseliweran. Dorothea berusaha tidak duduk di dekat salah satu makhluk itu.

Anak-anak lain sudah pada menggerombol. Mulai memiliki grup teman sendiri-sendiri. Sampai matanya terpaku pada rambut ungu yang menyembul dari kerumunan.

Shinsou Hitoshi.

Dan dia duduk sendirian.

Dorothea mengumpulkan keberaniannya dan mendekati laki-laki pendiam itu. Dia bisa melihat bahwa teman sekelasnya itu terlarut pada pikirannya sendiri. Pandangannya kosong. Sumpitnya bahkan tidak menyentuh nasi.

"Permisi," bisik Dorothea lirih. Supaya tidak mengagetkan Shinsou. Tetap saja anak itu sedikit terlonjak. Dorothea berusaha memasang senyum.

"Aku boleh duduk di sini?"

Tidak ada jawaban. Mata violet memandang dengan tajam. Dorothea berdiri dengan kikuk. Akhirnya, Shinsou hanya membuang muka.

Batin Dorothea menjerit.

Normal (A BNHA Fanfiction)Where stories live. Discover now