Part 47

317 67 25
                                    

Jika kau berpikir aku membencimu... ya, mungkin aku memang membencimu. Tapi bukan berarti aku tidak bisa memaafkanmu. Aku sadar, sikapmu selama ini berawal dari kesalahanku.
.....






Pagi ini Hanbin membuka matanya yang terasa begitu berat. Tangisan kemarin membuat kelopak matanya terlihat sedikit bengkak dengan bola mata memerah. Kepalanya juga terasa pening, namun ia tetap berusaha bangkit dari pembaringannya.

Pria itu menyapu pandangan ke setiap sudut ruang kamar miliknya. Masih terasa kosong dan tidak ada tanda-tanda keberadaan Jisoo disana. Hanbin kemudian mengarahkan pandangannya pada frame pernikahan dirinya dan Jisoo.

"Aku merindukanmu." Sangat lirih. Mungkin hanya Hanbin yang bisa mendengar suaranya sendiri saat ini.

Dengan langkah gontai, pria itu akhirnya beranjak dari ranjang menuju kamar mandi. Ia mulai membersihkan tubuhnya dan mengganti dengan pakaian bersih. Sudah sepekan lebih Hanbin tidak masuk kantor. Ia tak bisa membagi pikirannya untuk hal-hal lain belakangan ini.

Tapi sepertinya hari ini ia harus berangkat ke kantor karena ada rapat penting yang membuatnya tidak bisa absen. Jujur Hanbin masih sangat berat jika harus menjalani hari-harinya tanpa kehadiran Jisoo disini.

"Hanbin-ah, duduklah. Bibi sudah membuatkan sup rumput laut untukmu." ucap Bibi Jung yang seketika membuat Hanbin termangu.

Ia segera duduk di kursi makan dan mulai memakan sarapannya. Satu sendok sup rumput laut baru saja masuk kedalam mulutnya. Hanbin mengulum bibir dengan mata mengembun.

Rasanya tidak sama dengan buatan Jisoo. Tapi bukan itu masalahnya. Hanbin hanya tidak mampu mengontrol emosinya pada setiap hal yang mengingatkan dirinya pada sosok Jisoo. Semua hal tentang wanita itu terlalu dalam melekat dibenak Hanbin.

Demi menghargai Bibi Jung, akhirnya pria itu tetap menghabiskan sarapannya. Meski sesekali ia harus menahan air matanya agar tidak tumpah lagi hari ini. Ia harus terlihat kuat dihadapan orang lain.

"Aku sudah selesai. Bibi, aku berangkat dulu."

"Hati-hati dijalan." ucap Bibi Jung sembari mengusap punggung Hanbin. Pria itu mengangguk kemudian berlalu meninggalkan kediamannya.

Di penghujung musim gugur ini, Hanbin harus menelan pil pahit dengan perginya Jisoo. Harapan besar ia berikan pada Yoona. Berharap wanita itu masih memiliki belas kasih untuk memberitahu dimana keberadaan Seungri dan Jisoo.

Sementara itu di tempat lain, Yoona sedang berdiri termenung di depan foto keluarga Kim. Ada Jiyong, Yoona, Bobby, dan Hanbin. Melihat wajah Jiyong dan Hanbin membuatnya teringat kembali pada semua kesalahan yang ia lakukan selama ini.

"Apa aku sudah bertindak terlalu jauh?" gumam Yoona dengan mata berkaca-kaca. Pertemuannya dengan Hanbin kemarin membuat wanita itu berkali-kali memikirkan kembali perbuatannya.

"Apa kau masih bisa memaafkan kesalahan ibu, Bin? Ibu bersalah. Ibu memang keterlaluan. Bagaimana bisa aku tega mencelakai cucuku sendiri." Air mata Yoona luruh membasahi pipinya. Sekarang hanya ada penyesalan yang menyelubungi dirinya.

.

.

.

Yoona membuka pintu ruangan itu dengan perasaan campur aduk. Ini sangat sulit untuknya. Tapi lagi-lagi kata-kata Hanbin kemarin membuat wanita itu mau tak mau harus membulatkan tekad. Ia tak ingin menyesal lebih jauh.


CEKLEK


Pintu ruang perawatan itu akhirnya terbuka. Di atas ranjang sudah ada seorang pria paruh baya yang duduk sambil membaca buku. Begitu melihat kehadiran Yoona, pria itu segera menutup bukunya dan meletakkannya di atas meja.

✔ Beauty & The JerkWhere stories live. Discover now