BAGIAN 31

6.8K 634 35
                                    


Jika aku jatuh cinta, aku tidak akan bertanya pada bintang, bulan atau pun matahari. Aku hanya akan bertanya pada senyumku, apakah dia telah melengkung sempurna?

-Afifah Afra-

-
-
-
-
-
-
-

Yang menanti Naren-Kanya ada?
Kita lanjut scene kemarin yak. 😄😄😄
Jangan lupa tap bintang 🌟 dan ramaikan Gaes....

💕💕💕

Aku bingung, kenapa Naren membuka bajunya? Bahaya. Aku tidak mau  terpedaya seperti kejadian tempo hari. Jika Naren saja tidak bisa mengendalikan diri,  gimana dengan aku? Gawat.

"Berhenti di situ!"

Aku mengangkat tangan. Naren yang sudah akan maju menghampiriku, reflek berhenti. Dahinya berkerut, bingung.

"Ke-kenapa itu...  Itu kamu, kenapa kamu buka baju?" susah payah aku melontarkan tanya. Dada bidang itu, aku tidak mau ambil resiko jika sedikit saja tersentuh olehku.

"Udara di sini tiba-tiba gerah, makanya aku buka baju. Just it." Naren mengedik lalu bergerak maju.

"Stop, Naren. Jangan mendekat." tanganku masih terayun, menghentikan langkah Naren.

"Kenapa?"

"Jangan mendekat, kalo kamu belum pake bajumu kembali."

Naren menganga. Lalu berkacak pinggang dan menghembuskan napas kasar. "Aku nggak percaya ini." Dia menggeleng lantas memungut kemejanya.

Aku mengerjap beberapa kali saat Naren mulai mengenakan kemeja.  Waktu seolah bergerak sangat lambat saat tangannya mengaitkan satu persatu kancing bajunya. Entah apa yang aku pikirkan. Yang aku tahu adalah Naren mendadak jadi terlihat tampan di mataku.

"Aku udah selesai. Boleh aku mendekat?"

Seumur hidup mengenal laki-laki itu, bahkan saat semua mengganggapnya pria paling charming sekali pun, tidak pernah aku dengan suka rela memujinya. Tapi kali ini beda, aku merasakan aura lain.

"Kanya, aku boleh ke situ?"

Mungkin karena terlalu sering bersama dan mengetahui sifatnya luar dalam, aku cenderung biasa saja saat melihatnya.

"Kanya, are you Ok?"

Deg!

"Apa yang kamu pikirkan?"

Aku terkejut saat wajah Naren tiba-tiba sudah tepat berada di depanku dengan jarak yang sangat dekat.

"Aku... Haus," jawabku gelagapan. Segera aku memalingkan muka. Naren menarik wajahnya lantas beranjak mengambil minuman. Aku menoleh dengan gerakan bola mata yang mengikuti langkahnya. Dia memungut botol air mineral yang ada di tikar tempat kami makan tadi.

Aku buru-buru kembali ke posisi awal saat dia berbalik ke arahku lagi.

"Ini minum." Naren menyerahkan botol minuman setelah  membuka tutupnya yang masih bersegel.

Setidaknya dengan minum bisa sedikit membuang perasaan aneh yang aku rasakan. Aku meneguknya pelan.

"Kamu kehausan sampai mukamu memerah begitu?"

Ini bukan merah karena haus. Tapi karena malu oleh reaksi tubuhku yang mendadak tidak jelas beberapa saat lalu.

Tubuhku kembali menegang, saat Naren mendekat. Tangannya terulur meraih botol yang tanpa sadar aku genggam erat sebagai pegangan. Dia meletakkannya di atas meja kecil dekat sofa bed.

Prince Charming Vs Gula Jawa ( TAMAT) ✓Where stories live. Discover now