4. Bujukan Dean

86 35 14
                                    

Hallooooooo 💜
Adakah yang berkunjung???
Jangan lupa vote dan komen ya ☺️💜
__________________________________

Lahan parkir milik kampus tempat Aira menimba ilmu masih dihiasi beberapa kendaraan pribadi milik warga kampus. Dean melonggarkan dasi kala selesai memarkirkan mobil dan memilih bertahan di sana. Ia mengenakan kemeja putih yang lengannya sudah digulung sampai siku. Jas hitamnya diletakkan di atas kursi di sampingnya. Sementara ponselnya ia utak atik untuk mengirim pesan kepada Aira yang memberi tahu telah berada di kantin kampus bersama Sana.

Dean berada di tempat ini untuk menemui Sana. Gadis yang beberapa menit lalu dijemput oleh Aira dan dibawa ke kampus atas perintah Dean. Ia sengaja melakukan pertemuan di kampus Aira agar dapat menghindari pengawasan suruhan sang ayah. Meski ia sendiri tidak yakin dapat lolos dari mata-mata itu.

Sembari menanti Aira dan Sana menghampiri mobilnya, Dean memilih memeriksa kembali pesan yang Aira kirimkan minggu lalu. Pesan yang berisi alasan Sana menolak tawarannya.

'Kak, tadi Sana curhat sama saya. Katanya, dia takut nggak ada yang mau sama dia setelah dia jadi janda.

Dia juga minder sama keluarga kakak.

Dia juga ... takut terbawa perasaan.'

Begitulah isi pesan tersebut. Berkali-kali Dean membaca pesan itu dan memaksa otaknya untuk menemukan solusi bagi penolakan Sana.

"Kak?" Aira tiba di depan mobilnya didampingi oleh Sana.

"Oh? Masuk saja." perintah Dean yang segera dilaksanakan oleh Aira dan Sana.

"Sana di depan saja." Sana yang semula akan duduk di kursi penumpang bersama Aira, akhirnya menuruti kemauan Dean.

"Mapnya dibawa, Ra?"

"Bawa, Kak." Aira bergerak mengeluarkan map titipan Dean dan menyerahkan pada pemuda itu.

Dean membuka map tersebut untuk memastikan isinya masih sama seperti saat ia menitipkan benda itu pada Aira.

"Oke, jadi ...." Dean menggantung kalimatnya seraya memikirkan kata-kata yang tepat. Namun akhirnya, Ia memilih untuk berterus terang. "... saya sudah mengetahui alasan kamu menolak Saya. Saya menanyakannya pada Aira." Sana tidak terkejut mendengarnya. Aira telah memberitahunya ketika menjemputnya di panti asuhan Kasih Ibu. Meski sedikit kesal, Sana berusaha mengikhlaskan sebab Aira berani mengaku padanya sebelum Dean yang mengatakan.

"Jadi ... kamu takut jadi janda? Maksud saya, kamu takut sulit mendapat pasangan setelah menjadi janda?"

"Iya." Sana menjawab singkat.

"Oh. Itu ... saya akan bantu carikan pasangan kalau kamu mau." Sana seketika menoleh pada pemuda di sampingnya. "Serius?"

"Iya. Saya akan carikan pasangan yang mau terima status kamu. Tentunya yang mapan."

"Memangnya ada, lajang yang mau menerima janda?" Oh ... harus lajang ya?

"Kamu ... nggak mau terima duda?" Sana reflek melengos.

"Oke, saya akan carikan pria lajang yang mau terima status janda kamu. Gimana?" Ucapan Dean membuat Sana mengembalikan atensinya pada pemuda itu.

"Saya, juga akan berusaha untuk menjaga kamu dari intimidasi keluarga saya dan membuat kamu nyaman selama pernikahan ini." tambah Dean. Ia melihat Sana mulai memikirkan ucapannya.

"Terus, biar enggak canggung, kamu bisa anggap saya seperti kakak kamu. Panggil saja kak Dean." Sana terdiam di tempatnya. Kak Dean? Kakak? Kakak aku? Ia mulai mengabsen hal-hal yang dijanjikan oleh Dean; uang bulanan, emas, berlian, sepeda motor, laptop, handphone, dibantu cari pekerjaan, janji dicarikan pasangan, ... jadi, nggak ada lagi alasan buat nolak ya?

"Oh iya!" suara Dean tiba-tiba menyentaknya. Sana terkesiap dan menatap pemuda itu. "Soal kamu mau tinggal di mana setelah kontrak berakhir, kamu bisa beli rumah minimalis yang bayarnya boleh dicicil. Nanti saya bantu cari." pungkas Dean yang membuat Sana tidak tahu lagi akan beralasan apa. Semua hal yang dikhawatirkannya telah mendapat solusi dari pemuda itu. Hanya tinggal menunggu satu kata dari mulut Sana untuk menentukan masa depan gadis itu. Iya, atau tidak.

"Gimana?" dua orang di dalam mobil milik Dean sama-sama menanti jawaban dari Sana. Yang satu mencoba mencari planning lain apabila mendapat penolakan, sementara yang lain berharap sang sahabat mau menerima tawaran dari Dean. Sayang banget, Na. Kalau ditolak. batinnya, seolah Sana bisa mendengar itu.

Sana menggigit bibir bawah bagian dalamnya. Menahan kegugupan yang tiba-tiba, serta jantung yang berdetak kencang. Ia berdebar. Luar biasa takut, panik, gusar, ia tutupi kuat-kuat. Benarkah ini? Benarkah Ia harus menerima tawaran Dean? Benarkah Ia harus mau menjadi istri kontrak? Benarkah Ia harus menikah kontrak?

Di tengah kemelut pikiran Sana, Aira menelan ludah. Melihat ketegangan di wajah sang sahabat, membuat Ia ikut merasa tegang. Apa Sana bakal nolak? pikirnya bertanya-tanya.

Dean sendiri berusaha mengatur raut wajah setenang mungkin. Meskipun hatinya sedikit dag dig dug menunggu keputusan gadis di hadapannya, Apa dia bakal nolak lagi?

Menarik napas dalam, Sana bergerak membuka mulutnya. "Iya". Satu kata itu lolos dari bibirnya. Dua orang lain yang berada di sana mematung, membeku, dan hening. Sebelum akhirnya menyadari kata yang keluar dari mulut Sana. Iya? Sana berkata iya? Mata keduanya kontan membulat dan langsung menatap Sana.

"Iya?" Dean mengulang untuk memastikan jika pendengarannya tidak salah. Sana mengangguk samar seraya berucap. "Iya."

Seketika beban di pundak Dean berkurang begitu saja setelah mendengar kata itu kembali.

"Jadi, kamu mau menerima tawaran saya?" Dean menanyakannya lagi untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa persetujuan Sana bukanlah mimpi.

Pemuda itu tidak dapat menahan senyumnya kala melihat anggukan kecil dari Sana. Ah, akhirnya .... tidak sia-sia aku membujuknya langsung.

Di belakang mereka, Aira menyandarkan kepala dan mendesah lega. Akhirnya, Sana terima juga.

"Tapi," napasnya mendadak tertahan mendengar kata itu. Tapi? Ia kontan menegakkan tubuh tanpa sadar. Bersiap mendengarkan kalimat berikutnya dari Sana.

"... semua hal yang Kak Dean janjikan harus ditulis di surat perjanjian. Untuk jaminan biar Kak Dean nggak ingkar janji." mendengar itu, Dean tidak dapat menyembunyikan senyumnya. Kak Dean? panggilan itu seolah menegaskan bahwa Sana memang telah siap untuk menjalani pernikahan kontrak dengannya.

"Ah, iya, akan saya tulis." pemuda itu bergegas membubuhi hal-hal yang telah disepakati ke dalam surat perjanjian yang ia buat, dan saat itu juga, Sana dan Dean resmi menandatangani surat perjanjian pernikahan kontrak.

###

Bersambung....

Hallooooooo 💜
Sepi ya?
Baiklah.
Jangan lupa vote dan komen 😊
Sampai jumpa di bab berikutnya 💜

Sana : Work, Marriage, LoveWhere stories live. Discover now