🐻 9. Tentang dia 🐻

7.1K 574 18
                                    

Tubuh Edgar membeku serta pandangannya terkunci di dalam tatapan Julia. Sesaat, dahinya berkerut. Ia mengingat kembali pertanyaan yang diajukan gadis itu. Butuh beberapa waktu untuk Edgar mencernanya hingga akhirnya menjawab, "Kenapa nanya?"

"Mau tau."

Edgar memalingkan wajah. Ia menatap Leon yang juga menatapnya. "Empat tahun yang lalu," jawabnya pelan.

Jari telunjuk Julia di dagu. Gadis itu memandang ke atas. "Tujuh belas dikurangi empat jadinya tiga belas. Tiga belas, gue SMP. Lah, kok gue nggak diundang?!" tanyanya dengan terkejut.

Edgar berdiri setelah meletakkan cangkir di meja. Matanya menatap Julia. "Diundang, tapi kamu nggak dateng," balasnya.

"Pas itu gue kemah. Lo kenapa nikah pas gue kemah?"

Helaan panjang dibuat Edgar. Ia berkacak pinggang. "Nggak tau," sahutnya, lalu melenggang ke dapur.

Sepeninggalan Edgar, Leon menatap Julia. Matanya yang jernih penuh rasa penasaran. Ia berhenti minum sejenak untuk bertanya, "Emah apa?"

Julia mengalihkan pandangannya. "Kemah itu nginep di hutan, tapi seru karna banyak cogan," jelasnya.

"Ogan apa?"

"Cogan itu," jawab Julia menggantung. Ia melihat sekeliling. Dirinya butuh contoh agar Leon mengerti, "Cogan itu kayak Daddy."

Telinga Edgar seketika sensitif. Di tengah aktivitasnya menyiapkan camilan, matanya menyipit begitu mendengar namanya disebut. Edgar mendengus. Ngomong apa itu anak?

"Daddy ogan!" seru Leon dan bertepuk tangan.

Tiba-tiba, gemuruh memekakkan telinga memenuhi bumi. Kedatangannya diiringi cahaya ungu yang terang. Dalam satu kedipan mata, semua lampu di rumah mati. Kini, ruangan itu gelap gulita. Samar-samar terdengar rintikan hujan yang pelan, lalu berubah menjadi deras.

"Mommy ...."

Di tengah kegelapan, Julia merasakan tangan kecil menempel di tubuhnya. Ia tersenyum miring dan memutuskan memeluk Leon. Ketika mendengar anak itu mengadu ketakutan, Julia makin senang. "Leon takut, ya? Sini, sini peluk. Kecil banget sih kamu. Kalo digeprek, jadi apa, ya?" celotehnya dengan hati gembira.

"Apa?"

Suara yang rendah, dingin, dan tidak bersahabat terdengar dari belakang punggung. Julia melihat bayangan besar dengan lampu putih di sekitarnya. Ia meneguk ludah. Tubuhnya berbalik ke belakang. Edgar berdiri membawa senter. Matanya yang setajam pisau seolah tidak sabar menguliti Julia.

Leon mendengar suara Edgar. Anak itu mendongak dan tersentak saat menemukan sosok tinggi di sana. "Daddy?" panggilnya ragu.

"Kenapa, hm?"

"Daddy, gendong."

Edgar mengambil Leon dari Julia. Sebelah tangannya memeluk anak itu. Ia juga memberikan kecupan di pipi tembam itu.

"Eyon atut," adu Leon.

"Daddy di sini. Leon nggak perlu takut."

Tangan Julia terlipat di depan dada. Dirinya sedikit iri melihat interaksi mereka. Namun, ada hal yang lebih penting dari sekadar iri. Ia bangkit dari duduknya. Julia berdiri menghadap Edgar. "Ada lilin atau apa? Nggak mungkin kita gelap-gelapan kayak gini," tukasnya.

My Neighbor'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang