S e m b i l a n

602 45 12
                                    

Always be happy and be gratefull guys ⁦❤️⁩

_________________

"Sekarang aku tahu, alasan Allah menciptakan 'Penyesalan' diakhir sebuah perjalanan. Barangkali Dia ingin kita sadar bahwa apa yang saat ini sudah kita genggam, lebih dari pantas untuk sekedar 'diperjuangkan'. Jauh sebelum ia melebur bersama sebuah kata 'Kehilangan'."

Gus Farras

•••

"Ras, kamu siap-siap gih! Sebentar lagi keluarga Mbah Yai Dimyati sampai"

"Mbah Yai Dim? Berarti wanita antagonis bermuka dua itu bakalan ikut juga?" Dialognya dalam hati.

Entah mengapa rasa-rasanya Farras selalu merasakan aura negatif mengelilingi wanita yang digadang-gadang bapaknya sebagai menantu idaman itu---Ning Mazida.

Memang Farras akui, dalam pandangan mata dzohir Ning Mazida yang 3 tahun lebih tua darinya itu memiliki fisik yang mendekati sempurna. Tubuh tinggi semampai, kulit cerah, hidung bangir, serta mata tajam yang selalu ia garis dengan celak arab dengan sedikit lebih tebal yang menimbulkan efek tegas dan tajam. Tapi tetap saja, mata terindah dan paling teduh yang pernah Farras lihat adalah mata Ibunya dan gadis malang itu---Kanabi Hafiyya.

"Assalamualaikum..."

"Wa'alaikumussalam, monggo pinarak lebet Yai" terdengar suara Yai Muayyad sedang mempersilahkan keluarga Mbah Yai Dim masuk.

Farras mencomot songkok hitamnya diatas nakas. Lalu melangkah gontai menuju ruang tamu. Sejenak ia menyapu pandangannya dengan malas, serta mengulas senyum yang sejujurnya ia paksakan kepada seluruh tamunya. Nampak Mbah Yai Dim duduk didepan Bapaknya, disampingnya ada Gus Fawwaz, Gus Mahfudz beserta istri, dan tentunya wanita antagonis itu---Ning Mazida.

Sementara dari pihak keluarganya, ada Bapaknya, kakak pertamanya Mbak Nafisah dan suaminya Mas Azmi, satu lagi. Mas Aziz.

Ahh... Sepertinya ada yang kurang.

Farras berbalik arah. Semua yang duduk diruang tamu menatapnya bingung.

Farras mengetuk pintu kamar utama rumahnya itu pelan. Ia tahu tidak akan ada jawaban dari dalam. Sekedar formalitas unggah-ungguh yang dijunjung tinggi keluarganya. Perlahan Farras mendorong gagang pintu kamar tersebut, menimbulkan sedikit deritan yang membuat penghuninya mengalihkan pandangan kearahnya. Farras mengulas senyum terindah untuk malaikatnya.

Ia melangkah pelan menuju samping ranjang dimana malaikatnya terbaring lemah tak berdaya beberapa tahun terakhir.

"Ibuk... Keluarga Mbah Yai Dim sampun rawuh. Farras harap ibuk mau mendampingi Farras mengakhiri segala mimpi dan harapan Farras"

Dadanya bergemuruh mendengar ucapan putranya yang terdengar bergetar. Ingin sekali ia memberi pelukan untuk sekedar menguatkan putranya saat ini juga. Memberitahukan kepada putranya bahwa 'Ia akan selalu mendukungnya'. Namun takdir berkata lain, Allah punya segudang rencana yang lebih indah untuk putranya. Meskipun tanpa dukungannya. Ia hanya mampu mengedipkan matanya pelan pertanda menyetujui ucapan putranya.

Farras meraih kursi roda disudut kamar ibunya, merapikan khimar hijau tua yang dipakai ibunya.

"Bahkan ibuk masih terlihat cantik walau tanpa polesan bedak sama sekali" tuturnya seraya memapah tubuh ibunya keatas kursi roda yang tadi disiapkannya. Mendorongnya pelan menuju keberadaan keluarganya.

TheShouq : (Mahabbah Rindu)Where stories live. Discover now