1. Insiden Kecil

333 42 6
                                    

Memberi kepercayaan itu susah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Memberi kepercayaan itu susah. Sedangkan, tidak bisa dipercaya itu sakit.

———

"Saya Galendra Januarsa, menyatakan dengan ini, jika Avragoz resmi di bubarkan."

Tidak ada sorakan ramai yang biasanya melingkupi ketika anak-anak Avragoz sedang berkumpul. Sekumpulan laki-laki itu hanya menunduk tanpa minat. Bersamaan dengan pembubaran itu, semua guru yang tadinya menonton kini kembali ke ruangan guru. Anak murid yang tadinya menonton juga sudah kembali ke kelasnya masing-masing. Kini, hanya tersisa empat pemuda di lapangan yang memutuskan untuk pergi ke kantin. Langkah mereka gontai, seolah jiwanya menghilang. Teman-teman yang dijadikan rumah kedua, dibubarkan begitu saja.

"Gal, tadi beneran bubar?," tanya cowok yang biasa dipanggil Ajep itu.

"Ya ngga lah sinting. Drama doang itu mah," ucap Gale santai.

"Bangsat. Terus maksud lo masang muka murung apa? Faedahnya kita galau merana kayak gini apaan kalo ngga jadi bubar,"

"Ya biar lancar dramanya, bodoh. Gitu aja ngga paham,"

Daripada melihat teman-temannya yang asik adu mulut, Gale memutuskan untuk mengundurkan diri dan berjalan kearah tukang es langganannya. Cowok itu mengangkat tangannya untuk memberikan selembar uang, namun tiba-tiba, sebuah pekikan terdengar dari cewek di depannya. Gale melebarkan matanya saat tau jika gelang yang ia pakai tersangkut di anting kecil cewek itu.

"Aw. Lo gimana sih, hah!?," ucap cewek itu sambil memegangi telinganya yang sedikit tertarik.

"Harusnya gue yang nanya. Kok bisa nyangkut gini?"

"Yaudah ini lepasin cepet," oceh cewek itu seraya menarik tangan Gale.

"Jangan ditarik bodoh, gelang gue rusak nanti."

"Bodo amat sama gelang lo. Kuping gue lebih penting. Sini lo ikut gue."

Tangan Gale ditarik oleh cewek yang tak dikenali nya itu. Entah akan dibawa kemana, yang jelas langkah kaki Gale hanya bisa mengikuti. Tanpa mereka sadari, mereka menjadi tontonan apik seantero sekolah. Bagaimana tidak, dengan posisinya Gale yang merangkul cewek itu, membuat mereka terlihat seperti orang yang sedang pacaran secara terang-terangan. Hingga akhirnya, Gale sadar jika ia berada di kelas lain. Mungkin, ini kelas cewek itu.

"Lo mau ngapain sama gunting itu?," tanya Gale panik saat melihat cewek itu yang mendekatkan sebuah gunting ke pergelangan tangannya.

"Gue gunting gelang lo."

"Jani, berani lo gunting gelang gue, kuping lo yang gue iris berikutnya." Nada dingin dan datar mulai keluar dari kerongkongan Gale yang memperlihatkan jika cowok itu tak main-main. Sedangkan cewek yang di panggil Jani itu hanya mampu menelan ludahnya ketakutan. Namun, ia tak mungkin kan terus-terusan ada di posisi seperti ini.

"Te-terus ini gimana?"

"Miringin badan lo. Gue lepasin dulu anting nya." Jani hanya menurut tanpa bantahan.

"Kok lo tau nama gue?," tanya Jani. "Nametag lo terpampang jelas. Lo pikir, gue buta?"

"Oh, iya. Terus, nama lo siapa?" Jani seolah tak pernah keabisan pertanyaan untuk memulai topik. Sebenarnya, ini hanya pengalihan dari rasa canggung nya karena terlalu dekat dengan cowok di sampingnya. "Gale."

"Lo kelas mana?"

"Bawel. Nih anting lo."

Gale keluar, meninggalkan Jani di kelasnya. Beberapa menit kemudian, teman sebangku Jani langsung menodong cewek itu dengan pertanyaan konyol. "PACAR BARU LO YA JAN?"

"Berisik, Findy," ucap Jani sambil menutup kedua telinganya. "Gue nanya serius."

"Mau pacar atau bukan, apa urusannya sama lo?"

"Ya kalo bukan, mau gue pepet. Abisan dia ganteng sih, gue kan jadi terpesona."

"Ngga usah ngelawak lo, doi lo yang kemarin aja belom peka." Jani langsung mendapat tatapan sinis dari Findy. "Ya ngga usah di perjelas juga, Jan. Salah password, jadi dia belom peka sama kode gue."

———

Jani duduk dikursi paling pojok yang menyajikan pemandangan setiap sudut kantin. Seketika pikiran cewek itu melayang kembali ke kejadian pagi tadi. "Apa spesial nya gelang itu, sampe mau gue gunting aja langsung ngamuk. Lagian, cowok kok suka pake gelang, alay," gumam Jani yang di dengar oleh Findy.

"Heh! lo lagi ngedumelin siapa?," tanya Findy. "Ngga ada."

"Ayolah Jan, gue harus gimana biar lo bisa anggep gue sebagai teman dekat yang baik hati, cantik, dan tidak sombong." Jani menatap lekat Findy yang berdiri di depannya. Ia tau dirinya egois karena selalu ingin sendirian padahal ada Findy yang selalu berusaha untuk ada di sampingnya.

Jani hanyalah cewek dengan segala rasa takut yang ia punya. Ia takut akan kemungkinan kemungkinan yang selalu muncul di kepalanya jika ia berhubungan dengan orang lain. Ia takut di kecewakan, ia takut di tinggalkan, dan yang lebih parahnya lagi, ia takut orang itu menjadi penghalang dari semua ambisinya. Tapi, bukan kah manusia memang ladang dari rasa sakit?

"Fin, gue takut nyakitin lo. Jadi, ada baiknya kita ngga perlu sahabatan."

"Oh, c'mon Jan. Lo siapa? Psikopat? Sampe mau nyakitin gue segala." Findy duduk di samping Jani sambil menghela nafas pelan. Cewek itu juga masih berusaha untuk mengukir senyum manis nya.

"Jan, lo tau ngga sih? Dari sekian banyak manusia, cuma dua orang yang bisa bikin gue ngemis kayak gini. Pertama, lo. Kedua, itu tuh yang lagi nyender di meja." Jani hanya diam mendengar ucapan Findy. Cewek itu menunggu agar Findy melanjutkan ceritanya. Namun, bukannya terus bicara, Findy hanya membuang nafasnya kasar seraya menyembunyikan kepala diantara lipatan tangannya.

"Fin?"

"Hm?"

"Kita temen."

Findy sontak mendongakkan kepalanya dan menatap Jani dengan muka senangnya. "Sumpah lo?"

"Ya ngga usah sumpah-sumpahan segala. Ngga perlu pake teriak juga."

"Ya sorry, gue terlalu exited aja. Kalo lo aja bisa luluh, berarti dia juga." Findy mengalihkan pandangannya kearah cowok yang tadi ia sebutkan.

"Lo suka banget sama Zico?"

"Biar gue ralat, Jan. Kak Zico. Lo tau kan dia kakak kelas kita."

"Ya, whatever lah panggilannya. Gue cuma ngingetin aja, jangan terlalu over kalo ngejar orang, atau lo malah bakal dimanfaatin sama dia."

"Dan satu lagi, gue udah percayain lo buat jadi temen, gue harap lo ngga ngecewain gue ya." Findy mengangkat jempol nya sambil tersenyum manis.

———

Okey, buat pemanasan update segini dulu ya. Maaf kalo kurang memuaskan mata. Jangan lupa vote dan komen untuk dukungannya.

© deasvina

TRIALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang