白 - 学校?Extra

297 41 2
                                    

Warning of suicidal thoughts or something like that. If you know Dazai Osamu, you should know about that.






"Aku manusia yang gagal. Kenapa mereka terlihat begitu bahagia? Apa mereka bahagia di atas penderitaanku...? Haha, seharusnya seperti itu. Iya, begitu!"

Atap sekolah memang jadi tempat favorit setiap orang penyendiri. Menikmati udara kencang sampai masuk angin, bersandar pada beton akibat panas matahari, melihat langit dengan mata tidak bisa dibuka sepenuhnya akibat silaunya mentari. Apa enaknya ada di atap sekolah? Dazai Osamu tidak peduli. Dia hanya ingin menangisi dirinya sendiri. Bahkan air matanya sekarang sudah mengering akibat tertiup angin. Bunyi bel sedari tadi berbunyi, tapi tidak ada satupun niatan pantatnya untuk lepas dari lantai. Dia hanya duduk memeluk kaki, menutupi sebagian wajahnya dengan meletakkan kepalanya di lutut. Tangisannya sudah lama berhenti, kini berubah menjadi ungkapan kalimat depresi hingga akhirnya dia bilang dia ingin mati.

"Benar juga... Mati pilihan yang baik, ya.... Manusia itu menakutkan. Hidup itu menakutkan.... Untuk apa aku berada disini coba...." Entah masalah apa yang dihadapi oleh bocah itu sampai akhirnya dia mengeluarkan kalimat mengerikan seperti itu. Dia lelah. Dia mengangkat kepalanya dan bersandar pada tembok, menatap langit cerah yang terlalu terang baginya. Ah, lihatlah langit yang luas itu. Dibandingkan dengan yang lainnya, dia hanya sekecil semut. Sekecil semut yang akan bisa hilang mendadak. Siapa yang akan sedih jika dia menghilang? Tentu saja tidak ada, bukan?

"Sampai segitunya kau ingin mati?"

Dazai mendengar suara. Sekolah itu berasal dari sisi lain tembok tempat pintu masuk ke atap sekolah. Matahari memang tidak menyinari bagian sana, sehingga tempat yang disana bagus untuk berteduh. Dazai terlalu lelah hingga ketika dia mencapai pintu atap, dia langsung menangis.

"Siapa...?"

"Kau tidak perlu tahu," ucap suara itu.

"Tukang nguping!"

"Aku sudah disini dari tadi. Kau yang tiba-tiba saja membanting pintu dan menangis disana."

Dazai mengingat-ingat, iya juga ya. Betapa bodohnya Dazai, dia tidak memastikan bahwa atap itu benar-benar kosong. Dia hanya melihat sekitar dan merasa atap sekolah sepi, kemudian akhirnya jatuh terduduk sambil bersandar pada tembok yang panas ini.

"Iya juga...." Dazai bahkan tidak punya tenaga untuk berbicara. "Iya, benar... Aku ingin mati... Aku ingin mati sampai rasanya sebentar lagi aku akan melompat dari atap ini...."

"Itu tidak boleh,"

"Kenapa...."

"Karena nanti aku yang repot,"

"Manusia.... Menakutkan... Egois.... Lihatlah.. Siapa yang akan peduli padaku.... Manusia hanya mengumbar rasa kasihannya ketika melihat suatu kejadian tragis, memperlihatkan kalau mereka suci dan mulia karena merasa kasihan... Tapi tidak ada satupun hal yang dilakukannya untuk mengurangi kesedihan yang dialami korban itu... Iya... Begitu.... Haha...."

"Tidak ada salahnya dengan pemikiranmu. Bukankah kau mengatakan hal itu dari sudut pandang manusia pula?" Suara buku tertutup bisa tertangkap di telinga Dazai, ah, orang itu sedang membaca buku. "Kalau kau bisa berpikir seperti itu, berarti kau ingin dikasihani? Kau benar-benar selemah itu?"

"Iya... Apa salahnya dengan itu...? Tidak ada satupun yang mengerti perasaanku, tidak ada yang menolongku. Aku membutuhkan bantuan, tapi kenapa.... Kenapa aku yang salah... Aku tidak salah apa-apa..."

Suara itu tidak lagi meresponnya. Dazai juga menghela napas panjang, orang itu pasti tidak ingin berurusan lagi dengannya. Orang itu tidak peduli dengannya, memangnya siapa juga yang...

Bungou To Alchemist -Drabble-Where stories live. Discover now