Prolog

110K 3.2K 30
                                    

“Bun, liburan nanti aku mau nginep di Jogja 1 bulan ya bun? Please?”

“Hm? Ngapain sih nak? Toh liburan di Jakarta juga asik”

“Aih bundaa…aku kan kangen eyang, lagipula aku sekalian mau magang di sana”

“Bunda pikirin dulu”

Please??” aku merajuk di hadapan bunda dan memasang puppy eyeku agar bunda menyetujui permintaanku ini.

Minggu depan adalah liburan tengah semester di tahun terakhir kuliahku. Aku adalah seorang gadis berumur 23 tahun, ya kuliah 5 tahun tidak buruk ‘kan? Ngomong-ngomong soal kuliah, aku kebetulan kuliah di salah satu universitas swasta ternama di Jakarta dan masuk di jurusan arsitektur. Aku memang hobi menggambar sejak dulu, selain menggambar aku juga pandai bermain piano dan menari loh. Hehe, pede sedikit tidak apa-apa ‘kan?

Aku melirik bunda yang sedang serius membaca majalah tentang masak-masakan. Ugh bunda! Anakmu ini sedang merana menunggu jawaban darimu. Hiks!

“Bun….” aku menggoyangkan lengannya dengan kencang agar bunda mengacuhkanku lagi.

“Hmm? Apasih? Kamu berisik banget” bunda melirikku sekilas dan lalu kembali fokus membaca majalah yang terletak di atas pangkuannya.

Please please?  Laras dan Andin juga ikut kok bun…kita di sana bakalan tinggal di rumah eyang, di rumah eyang kan ada pak Suryo, supir pribadi eyang. Juga ada mbok Sumi dan pak Nardi yang menjaga rumah eyang” aku mendekatkan diriku kearah bunda, menatap matanya dengan tatapan sendu agar hati bunda luluh, hehe bunda biasanya gabakalan tahan jika aku sudah merajuk seperti ini.

“Hanna…”

“Lagian mas Gilang juga katanya pulang dari Australia 2 minggu lagi. Aku bakalan aman di sana bun, lagipula aku kan sudah besar, bunda tidak percaya sama aku?”

“Bukan begitu sayang, masalahnya…”

Haduh bunda ini kebanyakan mikir yang macem-macem sih, kebanyakan nonton sinetron ya bun?” akupun terkikik karena berhasil menggoda bunda.

Aku tidak tahu apa jadinya kalo bunda tidak mengizinkanku pergi ke Jogja selama 1 bulan nanti, padahal aku dan kedua sahabatku, Laras dan Andin sudah merencanakan ini dari jauh-jauh hari. Kami di sana akan magang di sebuah kafe dan berencana untuk membantu eyang mengurus butiknya, yah lumayan untuk mengisi waktu liburan selama 1 bulan. Daripada hanya menghabiskan waktu dengan tidur, nonton dvd, main komputer, dan hal-hal lain yang menurutku tidak bermanfaat, lebih baik menghabiskan waktu liburanku dengan rencana yang sudah kami buat tadi, bukan?

Menurutku 1 bulan juga bukan waktu yang lama, hanya 30 hari. Apakah bunda mengkhawatirkanku? Aih, tentu saja bunda pasti mengkhawatirkanku, aku kan anak perempuan bunda satu-satunya. Tapi apakah kehadiran pak Nardi, mbok Sumi, dan pak Suryo tidak cukup meyakinkan bunda? Ditambah lagi dengan kehadiran mas Gilang yang notabennya adalah sepupuku yang memang tinggal di rumah eyang sejak jaman baheula. Seharusnya kepulangan mas Gilang dari Australia merupakan kesempatan besarku untuk bisa menginjakkan kaki di kota kelahiranku itu dengan mudah.

Huh, membayangkan aku gagal merayu bunda dan menghabiskan waktu liburanku di Jakarta membuatku meringis. Hiks, pasti akan banyak tumbuh jamur dan lumut di sekitar wajahku, leherku, atau mungkin di….ah sudahlah, aku sepertinya terlalu berlebihan. Eh tapi beneran deh, aku gamau banget liburan cuma di Jakarta doang. Huaa bundaa izinkan anakmu ini bunda, janji deh bakal rajin shalat dan beresin kamar sampai kinclong.

“Bundaa!” aku sedikit jengkel karena bunda sepertinya benar-benar mengacuhkanku.

“Hmm? Iya nanti bunda pikirkan lagi” bunda akhirnya menggubris perkataanku walaupun wajah bunda tidak berpaling dari majalah tidak jelas itu. Hadeh bunda, yang anaknya ini aku atau majalah tijel itu sih?

“Bener ya bun? Jangan lama-lama mikirnya, aku kan harus memesan tiket kereta dan lainnya”

“Hmm” bunda hanya menjawab pertanyaanku dengan gumaman. Aduh bunda, jangan membuatku bingung.

“Aih bun, jawabnya gabisa yang beneran dikit? Cuma hm-hm aja daritadi, otakku belum bisa mengartikan kata-kata dibalik hm-hmnya bunda tau” akupun memajukan bibirku beberapa senti kedepan. Biar saja, habis bunda menyebalkan sekali hari ini.

“Hih, jelek banget anak bunda kalo manyun gitu. Kaya bebek kejepit gerbang sekolah”

“Ye bunda, emang bebek bisa sekolah?”

“Bisa aja kalo bebeknya punya uang”

“Ih bunda aneh-aneh aja nih. Yaudah bun, jadi gimana keputusannya?” aku yang makin jengkel karena bunda mulai membicarakan yang aneh-aneh. Huh bundaku yang satu ini memang ya.

“Bunda bilang kan bunda pikir-pikir dulu”

“Aih, tapi jangan kelamaan ya bun?” aku kembali memasang wajah memelasku dan puppy eyeku lagi. Sepertinya seminggu ini aku benar-benar harus menjadi anak yang berbakti kepada orang tua.

“Gak janji”

“Huaa bundaa!!”

-----

Hallo semua! ini adalah short story pertamaku hehe maklum nih masih newbie aku. Maaf ya kalo banyak typo atau kesalahan-kesalahan yang berarti. Aku rada gapede nih huhu, bantuin pake vomment ya biar aku semangat nulis :D

Xie xie:)

A Stranger in TrainWhere stories live. Discover now