US - Let It Be

490 57 32
                                    

Bagi Umi, anak adalah titipan yang Tuhan berikan padanya dan dijadikan sebagai pelajaran. Sang pencipta menjadikan setiap manusia berbeda. Tidak ada yang sebentuk meski dari benih yang sama. Tidak persis meski dididik dengan cara yang serupa.

Diajarilah Umi setiap masa untuk menerima bentuk apapun mereka. Ada yang pemalu, riang, judes, mudah sedih, penuh bakat, luwes, penolong dan lainnya.

Umi mengagumi setiap mereka. Perbedaan mereka. Kekuatan dan kelemahan masing-masing. Cara mereka setiap beradaptasi dengan keadaan adalah pelajaran. Bahkan hal-hal kecil mulai dari... Karakter mereka, kebiasaan, cara mereka memecahkan masalah, saling menjaga, saling mengganggu, argumentasi dan lainnya.

Anak-anaknya akan selalu menjadi kanak-kanaknya. Pernah waktu itu saat berkunjung ke museum serangga, disana mereka sibuk berlari kesana dan kemari. Menyentuh ikan. Memberi nama burung. Bergosip riang tentang kumbang yang suka bermain kotoran hewan dan manusia. Saling berbagi tawa serta berteriak riang. Iya, anak-anak Umi akan selalu menjadi kanak-kanaknya. Hari itu diakhiri dengan menikmati sepiring pecel dan semangkuk bakso serta mie ayam di emperan jalan. Seperti mengasuh ponakan yang masih balita, begitu kata hati Umi.

Mendampingi anak-anaknya saat mereka mulai beranjak dewasa, Umi membebaskan apa yang mereka benar-benar inginkan. Bukan hal yang tabu bagi Umi dan anak-anaknya untuk saling berargumentasi. Nasihat Umi mereka perhatikan dan cerna sampai paham, lalu kemudian hampir selalu dipatuhi mutlak atau menjadi bahan keputusan.

Melihat putra-putranya melangkah menuju usia dewasa, Umi yakin bekal mereka telah semampu jiwa dan raga Umi berikan. Umi akan mundur satu langkah dibelakang, membiarkan anak-anaknya berjalan dengan selalu mengingat Tuhannya. Umi telah melahirkan, mengasuh, menjaga, mendampingi, dan membimbing anak-anaknya. Sekarang tiba waktunya Umi pun belajar menghormati keputusan-keputusan yang menjadi pilihan anak-anaknya.

Kelak jika Umi semakin tua, akan tiba saatnya Umi yang akan patuh pada pendapat anak-anaknya. Anak-anaknya pasti selalu ingin yang terbaik bagi Umi. Seperti percaya pada setiap takdir baik, Umi percaya anak-anaknya akan jauh lebih baik daripada Umi.

Umi nggak pernah membiarkan anak-anaknya larut dalam kesedihan. Kalau sudah begitu, Umi akan menenangkan mereka dengan sebuah pelukan hangat dan menyampaikan sebuah kalimat menenangkan.

Sini...
Berikan sedihmu padaku
Aku sudah hidup lebih dulu
Tau bagaimana membunuh pilu
Mari...
Biar kutanggung sakitmu
Aku sudah belajar lebih dulu
Sudah kuat seperti batu
Tapi kau akan sendiri
Jika aku terbujur kaku
Biar kuajari kau menjadi tangguh, kau pasti bisa berdiri kukuh

Umi dan Abi gak pernah ingin merepotkan anak-anaknya di hari tuanya. Bahkan ketika anak-anaknya sudah bisa menghasilkan uang, Umi dan Abi masih tetep menjalankan bisnis kulinernya. Alasan mereka gak ingin menghentikan bisnisnya, mereka gak mau ngerepotin siapa-siapa di hari tua nanti sekalipun itu udah jadi kewajiban anak-anaknya.

Tanpa ada yang tahu, kalau setiap malam Umi selalu menyempatkan untuk melihat foto anak-anaknya yang terletak di atas nakas kamar tidurnya. Dia memandang satu-satu persatu anak-anaknya. Dalam keheningan, Umi bergumam lirih dalam hatinya.

 Dalam keheningan, Umi bergumam lirih dalam hatinya

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.
La FamiliaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora