Yang Pertama

111 3 1
                                    

Siapapun kamu yang membaca kisah ini, saya hanya berharap kamu tidak merasakan hal yang sama, itu saja.

...

"Doy?"

Saya sedikit terkejut ketika lengan kekar laki-laki itu melingkar di perut saya.

Saya merasa aneh karena perlakuannya. Dia sangat jarang melakukan skinsip yang tiba-tiba seperti ini. Biasanya laki-laki itu akan tersenyum terlebih dahulu ketika meminta sesuatu yang lebih. Padahal tanpa diminta pun, saya akan menyerahkan diri saya sepenuhnya.

Karena sudah saya garisi dalam lembar hidup saya saat ini, saya adalah miliknya.

Cukup lama kami terdiam dalam posisi dimana saya membelakanginya. Saat ini saya tengah duduk di depan cermin. Wajah teduh laki-laki itu tersembunyi di ceruk leher saya. Dapat saya rasakan hembusan nafas hangatnya mengalir sampai ke telinga. Lalu usapan bibirnya terasa begitu lembut. Saya memejamkan mata. Kemudian mencoba mengingat-ingat ketika pertama dia menyentuh saya. Saya yang tidak punya pengalaman apapun sangat kewalahan mengimbangi lelaki  ini.

Beberapa detik kemudian, dapat saya rasakan tangannya mengangkat bahu saya agar berdiri. Lalu dia mengambil alih kursi yang saya duduki dan membiarkan saya untuk duduk dipangkuannya.

Saya terlihat canggung. Tidak berani menatap wajah itu dari pantulan cermin. Saya mengedarkan pandangan, berusaha tak acuh untuk membalas tatapannya karena saya tahu dia tengah memandang saya sedari tadi.

Ngomong-ngomong sejak tadi tangannya tak berhenti mengusap paha saya. Saya jadi gelisah haruskah meladeninya saat ini? Ini sudah jam delapan pagi dan saya harus pergi karena ada janji.

"Lihat aku!"

Suara seraknya menguar di telinga. Dia memang baru bangun tidur. Saya sengaja tidak membangunkannya karena hari ini katanya dia libur bekerja. Lalu seakan tidak bisa terbantah, saya dengan segera menolehkan kepala ke samping. Kemudian menemukan sorot mata sayu itu membalas tatapan saya. Anehnya, tatapan itu seakan mengunci saya agar tidak bisa berpaling pada siapapun. Tatapannya seakan berbicara bahwa hanya dia yang berhak atas saya--tidak akan ada orang lain yang boleh menyentuh saya selain dia.

Dia tersenyum miring--senyum khasnya. Meskipun saya sedikit tidak suka senyumnya yang itu. Tapi saya tidak pernah bilang soal itu. Menurut saya, tiga bulan masih terlalu singkat untuk saling memberi tahu apa yang disuka dan apa yang dibenci satu sama lain.

Saya membiarkan hubungan kami mengalir begitu saja. Saya hanya tidak mau dia merasa tidak nyaman dan berasumsi kalau saya mengatur-ngatur kehidupannya. Pun tak ingin terkesan mendominasi karena sejauh ini laki-laki itu bahkan tidak pernah bertanya sejauh saya memikirkan hal-hal yang menggangu ketika bersamanya.

"Kamu kenapa?"

Pertanyaannya membuat saya mengangkat alis. Entahlah apakah ekspresi saya terlihat begitu kentara sedang berpikir. Tiba-tiba saya merasa sungkan kalau selama ini laki-laki ini tahu saya menilai buruknya.

"Aku gapapa kok," jawab saya lalu terkekeh pelan. Jujur saja saya begitu canggung untuk ukuran orang yang baru mengenal laki-laki dalam artian yang lebih jauh dari sekadar teman. Ya, laki-laki ini yang pertama. Bahkan ketika umur saya yang sudah menginjak kepala dua saya belum pernah menjalani status seperti ini.

Bukannya saya orang yang tertutup atau antisosial sehingga sangat buruk untuk menjalin hubungan, hanya saja saya terlalu sibuk kemarin-kemarin. Tanggung jawab pada pendidikan mengharuskan saya untuk mengisi penuh waktu dan pikiran saya hanya untuk itu. Perihal asmara, saya tidak terlalu memprioritaskan, meskipun sebenarnya banyak hati yang ingin singgah. Saya tidak ingin ambil pusing. Menurut saya, waktu juga masih panjang untuk berpikiran mengubah status.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 08, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The First [ One Shoot Doyoung NCT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang