P A R A S I T E

124 5 2
                                    

....

Ada pepatah, 'lebih baik kesepian daripada bersama seseorang yang mengambil alih pena untuk menulis kisah hidupmu'.

Terkadang cara terbaikmu mencintai, adalah meninggalkan.

Aku pernah mencintai dengan cara yang kacau. Cara yang tak pernah sama dengan cara siapapun mencintaiku, selain dia.

Kami tertawa, hanya sedetik kemudian berteriak satu sama lain.

Bagian kita hampir seimbang,
Antara bahagia, atau menciptakan parasit.

Kurasakan itu adalah kecanduan.
...

Kedua kalinya ia datang,
Kukira kita hanya akan bercerita bagaimana hobi kami idetik sama? Aliran musik sama? film yang sama? Selera yang sama?
Bukan.

Ia menatapku berapa detik.
Menyampaikan maksudnya yang lain.

Tanganku diraihnya, hingga menyentuh bibirnya yang tidak halus.

Segalanya Berubah sejak itu.
Kupu-kupu mulai berterbangan diperutku,
Mengata bahwa aku memiliki rasa yang sama.

Ia akan mengklaimku miliknya besok, berbalik sama denganku.
Hariku indah dengan hal-hal sederhana dengannya.

Singkatnya, kami sama-sama overdosis.
Seperti sintesis dari gabungan kutipan sempurna, menjadi apa yang dibutuhkan.
Kami memiliki standar romansa yang sama.
Ia menulis note setiap hari, memberi pesan singkat, kemudian aku membalasnya.
Ia akan membuat malamku terjaga hanya untuk membalas pesanya, mengulang-ulang membacanya lagi hingga Tertawa.
Setelah itu ia akan bernyanyi, membuat tidurku seperti putri.
Siangnya aku merasa kehilangan jika ia tidak ada. Sorenya ia marah jika pesannya tak terbalas olehku.
Paginya kami akan bercerita tentang novel yang sama, film yang sama, beratus-ratus kesamaan kami yang sangat relate. Sama nyambungnya.

Aku akan selalu ada. Dia pun begitu.
Masalahnya adalah masalahku.

Kurasa,
Itu semacam ketergantungan dalam dosis tinggi.

Dua bulan kemudian ia mulai rapuh.
Kesempurnaan itu menjadi parasit. Aku menghiburnya. Pesannya bukan lagi tentang hal yang membuat lelucon, Tapi ungkapan buruk untuk siapapun yang mendekatiku.
Ia menjadi posesif. Setiap masalah tidak lagi dimiliki bersama. Aku merasa berat sebelah.
Aku merasa kehilangan keadilan terus membuat kepercayaan, tapi tak ternilai.
Dan penyakit itu akhirnya menular. Aku juga marah dengan siapapun disampingnya.
Aku akan marah dengan siapa ia bicara.
Berasumsi apa yang ia lakukan saat datang terlambat. Apapun yang mengotori pikiranku kusampaikan padanya. Lalu ia akan berteriak padaku. Mengapa aku tak percaya padanya?

Besoknya aku berfikir ingin melakukan hal yang sama.
Hal yang sama untuk membalas rasa sakitku.

Aku akan berteman dengan banyak orang hanya untuk membuatnya cemburu.
Aku akan terlambat pulang hanya untuk memberinya asumsi menyedihkan tentang dengan siapa aku bersama.
padahal aku sendirian, sembari menatap waktu agar lekas berjalan.
Maka aku akan kembali padanya, Dengan beribu pertanyaan, cukup membuatku puas ternyata ia masih peduli padaku.
Hidupku melelahkan antara bolak balik kesalahanya dan kesalahanku.
Waktuku terbuang cuma untuk menangis.
Berteriak padanya kalau aku sakit.
Aku sakit parah.
Aku ingin pergi. Ia menangis.
Jika ia ingin pergi, aku bisa gila tanpanya.

Lalu Kuberi dia ruang.
Kami menjadi baik lagi. Ucapanya semanis dulu. Pesanya kembali membuatku tertawa demi tidak kehilangan satu sama lain.
Ia akan melakukan hal-hal manis. Menyentuhku dengan cara yang tak pernah ia lakukan dulu.
Perasaan itu menjadi Akut.
Lebih takut lagi jika harus kehilangan, suatu waktu nanti.

Benar dua hari kemudian penyakit itu kambuh.
Ia datang tertambat,
Memberiku beribu-ribu kecemasan tanpa berdasar.
Boleh dikata aku memiliki syndrom thantophobia;
Ketakutanku berlebihan untuk kehilangannya.

Maka jika ingin penyakit itu disembuhkan, aku harus kehilangan. Demi menyembuhkan diriku sendiri.

Aku berterus terang padanya, melepaskan diriku setelah bertahun-tahun bertahan dalam jenis kebersamaan yang kacau. Toxic. terlebih Psikis.
Aku mengerti ia akan sekarat dengan keputusanku. Aku egois demi melajutkan hidup yang layak. Hidup yang bukan hanya tentang dirinya, setiap waktu.
lalu ia berteriak lagi.
Dan aku menyelesaikannya dengan catatan kita akan tetap berteman.
Tapi ia menolak.
Walau sebenarnya aku tak yakin dengan kata 'teman', jika melihatnya lagi aku tak akan sanggup.

Aku mulai mengerti kekacauan pada hari-hari itu bukan karna kami berbeda. Tapi karna kita begitu mirip. Kami sama dominan. Kami bukan bagian yang saling melengkapi, sperti halnya puzzle yang berlubang ditutup dengan sudut puzzle yang cembung.

Kami seperti halnya potongan kubus yang sempurna. Saling bertabrakan jika bertemu. Ia sempurna, aku pun sempurna.
Dulu ia seperti gambaran dari mimpi. yang berarti memiliki segala fantasi tentang seseorang yang ingin kuajak bersama, dimasa depan.
Tapi ternyata, hidup bukan tentang mencari kesempurnaan, tapi mencari yang melengkapimu.
Mencari yang akan menjadi air dari api.
Menyambung energi saat kau sesak karena begitu banyak mengomel.
Pada akhirnya kesempurnaanmu menjadi kekurangan dimatanya, kemudian akan ia lengkapi.
Menjadikan pertahanan dari waktu ke waktu dengan kekurangan-kekurangan itu.

Bukan dia. Yang sempurna.

...

Someone has inspired me-Duapuluh empat Agustus 2020.

MELUKIS KESEPIAN [berbait Elegi] ✔Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz