BAGIAN 2

240 11 0
                                    

Wajah Pendekar Rajawali Sakti tampak bingung dan tidak mengerti. Kehadirannya di sini tadi karena mendengar keributan. Dan kini dia memiliki tanggung jawab besar.
"Mustika apa ini? Kenapa bisa jatuh ke tangan mereka...?" gumam Rangga tidak mengerti. Pendekar Rajawali Sakti memandang peti kecil di tangannya untuk beberapa saat. Lalu perlahan lahan dibukanya peti kecil. Tampak di dalamnya terdapat sebuah belati yang langsung berkilauan begitu tertimpa cahaya matahari. Pandangannya sempat dipalingkan karena silau. Kemudian pandangannya kembali ditegaskan. Dan kini Rangga terkejut, ketika melihat batang belati itu terbuat dari intan. Gagangnya amat sederhana, terbuat dari emas yang ujungnya terdapat lambang mahkota kecil bertahtakan permata. Jelas, benda itu amat langka dijumpai.
"Hm.... Benda ini amat langka. Pantas mereka memperebutkannya dengan taruhan nyawa...," Lanjut Rangga bergumam. Segera ditutupnya kembali kotak kecil berukir itu.
Pendekar Rajawali Sakti lantas bangkit, dan melangkah mendekati seekor kuda hitam berbadan besar tidak jauh dari situ. Seekor kuda yang diberi nama Dewa Bayu. Namun baru saja melompat ke punggung Dewa Bayu, mendadak lima orang laki-laki bertampang kasar mencegat dari arah yang berlawanan. Dan mereka persis berhenti di depannya.
"Heaaa...!"
"Berhenti...!" Seorang yang berada paling depan membentak nyaring. Matanya memandang tajam ke arah Rangga. Kelopaknya yang menyipit, kini tampak kian menjadi segaris. Wajahnya berkerut sinis dan mengawasi Rangga dengan seksama.
"Hm.... Kalau tidak salah, kau pasti Pendekar Rajawali Sakti?" duga orang itu menyelidik dengan nada datar.
"Tidak salah, Kisanak. Ada perlu apa kalian mencegatku?" Tanya Rangga tenang.
"Ha ha ha...! Sudah lama sekali aku mendengar nama besarmu yang amat kesohor itu. Namun sungguh sayang, hatiku saat ini sedang tidak suka beramah tamah. Kecuali..."
"Tidak usah bicara berbelit-belit, Kisanak. Apa maksudmu...?" ulang Pendekar Rajawali Sakti.
"Hm...." Orang itu kembali menunjukkan wajah dingin. Senyumnya yang hanya sekejap, sirna tanpa bekas. "Berikan kotak yang ada di tanganmu itu!" ujar orang itu tanpa basa-basi.
Rangga memandang kotak di tangannya. Lalu pandangannya kembali berpaling pada orang itu sambil tersenyum dingin. "Hm.... Agaknya dugaanku tidak salah...."
"Pendekar Rajawali Sakti! Aku tidak peduli segala nama besarmu itu. Mungkin orang lain akan takut. Tapi Walatikta, si Maling Hitam Tombak Sakti, tidak pernah mengenal rasa takut pada siapa pun. Berikan kotak itu!" dengus laki-laki berkulit hitam yang tak lain Ki Walatikta alias Maling Hitam Tombak Sakti.
"Hm... Jadi kau ini Walatikta atau Maling Hitam Tombak Sakti?! Hm.... Walatikta, tahukah kau apa isi kotak di tanganku ini?" tanya Rangga tanpa mempedulikan kata-kata Maling Hitam Tombak Sakti.
"Ha ha ha...! Kau kira untuk urusan apa aku mengejar-ngejarnya kalau tidak mengetahui isinya? Baru saja pemimpin mereka kami bunuh, karena telah berhasil menipu kami dengan melarikan diri. Kami menduga, isi kotak itu berada di tangannya. Padahal, sebenarnya kotak yang asli dipegang salah seorang anak buahnya, yang saat ini berada di tanganmu. Ketahuilah! Sesungguhnya mereka yang mencuri dari kami. Dan aku berhak mengambil barangku kembali!"
"Maling Hitam Tombak Sakti! Apakah kau kira aku bisa tertipu? Namamu menyiratkan perbuatan rendah. Dan kini, kau hendak memutarbalikkan kenyataan. Aku yakin, sesungguhnya kaulah pencurinya. Kau mencuri mustika ini dari kerajaan, lalu mereka berhasil merampasnya darimu!" sahut Rangga lantang.
"Ha ha ha...! Agaknya percuma saja aku bicara baik-baik denganmu. Memang orang sepertimu tidak bisa diajak beramah-tamah. Sekali lagi kuperingatkan kembalikan kotak itu padaku kalau tidak ingin mendapat kesulitan!"
Rangga tertawa enteng mendengar ancaman itu. Kemudian tawanya hilang. Kini yang ada hanya seraut wajah sinis dengan sorot mata tajam menantang. "Kisanak, ketahuilah. Kotak ini berada di tanganku. Dan saat ini, tidak seorang pun boleh mengambilnya sebelum melangkahi mayatku!" sahut Pendekar Rajawali Sakti.
"Huh!" Ki Walatikta mendengus tajam seraya memandang Rangga dengan penuh kebencian. "Sebenarnya aku menaruh hormat terhadap nama besarmu. Tapi kau melangkahi hakku. Dan kalau aku tidak unjuk gigi, maka kau akan semakin besar kepala. Kau boleh rasakan akibatnya dengan keangkuhanmu itu!" balas Mabng Hitam Tombak Sakti.
Ki Walatikta segera memberi isyarat pada anak buahnya dengan kibasan tombak. Seketika anak buahnya langsung melompat turun dari kudanya langsung mencabut senjata masing-masing. Dan seketika mereka mengurung pemuda itu.
"Yeaaa...!" Ki Walatikta langsung melompat dari kudanya Tubuhnya melayang ringan ke arah Rangga. Tombaknya segera diputar sehingga menimbulkan suara mendengung dan angin bersiur kencang.
"Hup!" Rangga cepat bagai kilat melenting ringan dari punggung Dewa Bayu. Setelah berputaran dua kali, kaki kanannya menghantam ke arah dada Ki Walatikta. Namun Maling Hitam Tombak Sakti cepat menangkis dengan mantap.
Plak!
"Uhhh...!" Ki Walatikta tersentak kaget. Tenaga dalam pemuda itu sungguh dahsyat. Bahkan gerakannya demikian cepat. Dan kalau saja dia tidak melompat ke belakang, serangan susulan Pendekar Rajawali Sakti akan menghantam dadanya dengan telak.
Kedua kaki Maling Hitam Tombak Sakti menjejak ringan di tanah. Dan saat itu juga, anak buahnya langsung menyerang Rangga yang baru saja mendarat di tanah. "Heaaat...!"
Wuuut!
"Yeaaat!" Rangga cepat melompat ke atas sambil menekuk tubuhnya untuk menghindari tebasan senjata pengeroyoknya. Lalu dengan pengerahan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa', tubuhnya meluncur dengan kedua kaki berputaran cepat menghantam ke arah lawan-lawannya.
Duk! Krak!
"Aaakh...!" Ujung-ujung kaki Pendekar Rajawali Sakti menghantam berturut-turut ke leher lawan-lawannya. Seketika terdengar tulang yang berderak patah diiringi pekik kesakitan. Rangga terus berkelebat cepat menyambar golok yang terlepas dari seorang lawannya. Seketika, golok di tangan Pendekar Rajawali Sakti menyambar leher lawan-lawannya yang lain.
Bret! Bret!
"Aaa...!" Kembali terdengar jeritan menyayat dari dua anak buah Ki Walatikta. Begitu ambruk di tanah, mereka tewas bermandikan darah.
"Bedebah...!" Ki Walatikta menggeram dan melompat ke arah Rangga.
Wuuut!
Tombak di tangan Maling Hitam Tombak Sakti menderu dahsyat seperti badai topan yang melindas apa saja yang berada di dekatnya. Debu berterbangan bersama dengan dedaunan kering. Dan ranting-ranting pohon pun bergoyang-goyang keras.
"Hiyaaat...!" Trang! Bet!
Tubuh Pendekar Rajawali Sakti berkelebat lincah, menerobos pertahanan Maling Hitam Tombak Sakti. Golok di tangan Rangga tiba-tiba menghantam sekali senjata Ki Walatikta. Terlihat bunga api terpercik. Dan ini sudah membuat pemuda itu tersenyum kecil. Tombak laki-laki hitam itu agaknya lebih dahsyat ketimbang golok yang berada di tangannya. Namun itu tidak membuatnya berkecil hati. Karena disadari kalau tenaga dalam Maling Hitam Tombak Sakti masih berada dibawahnya. Juga terlihat sepintas kalau Ki Walatikta memiliki gerakan yang amat gesit. Namun hal itu sama sekali tidak menimbulkan kesulitan baginya. Begitu habis mengadu senjata, secara tak terduga Pendekar Rajawali Sakti melepaskan tendangan menggeledek. Begitu cepat gerakannya sehingga Maling Hitam Tombak Sakti tak mampu mengelak lagi. Dan....
Duk!
"Aaakh!" Ki Walatikta menjerit keras. Satu tendangan telak menyodok perutnya. Tubuhnya kontan terhuyung-huyung ke belakang.
"Yeaaat!"
"Heaaat!"
Pendekar Rajawali Sakti tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Langsung diberikannya serangan susulan. Tubuhnya melompat ringan dengan senjata terhunus. Namun anak buah Ki Walatikta agaknya tidak tinggal diam begitu saja melihat pemimpinnya terancam. Serentak mereka memapaki serangan Pendekar Rajawali Sakti. Terpaksa Pendekar Rajawali Sakti menghentikan serangannya. Tubuhnya langsung berbalik dan membabatkan golok di tangannya.
Bret!
"Wuaaa...!" Golok di tangan Rangga berkelebat, menyambar leher salah seorang lawan hingga memekik kesakitan. Begitu ambruk di tanah, orang itu tewas bermandikan darah. Dan kembali golok di tangan Pendekar Rajawali Sakti berkelebat. Namun dua orang lagi berhasil menangkisnya.
Trang! Trang!
Belum juga mereka bersiap, Pendekar Rajawali Sakti mengibaskan tendangan ke arah kedua lawannya yang tak mampu mengelak.
Duk! Begkh!
"Aaakh...! Uhhh...!" Kedua orang itu kontan terjungkal sambil mendekap dadanya yang terasa remuk.
"Hiaaa...!" Disertai teriakan lantang menggelegar, Pendekar Rajawali Sakti terus mencelat ke arah Ki Walatikta yang kali ini telah bersiaga penuh.
Maling Hitam Tombak Sakti menggeram hebat. Dari pancaran matanya, terlihat amarah yang meluap-luap. Dan seketika tubuhnya melenting menghadang kelebatan golok di tangan Pendekar Rajawali Sakti dengan kebutan tongkatnya.
"Yeaaa...!"
Trak!
Golok di tangan Pendekar Rajawali Sakti patah dihantam tombak Maling Hitam Tombak Sakti. Namun pemuda itu sama sekali tidak terkejut. Dan dia juga tidak bermaksud membuang sisanya. Bibirnya tersenyum tipis. Pada saat itu, datang sambaran ujung tombak Ki Walatikta ke dada dan perutnya. Cepat bagai kilat Pendekar Rajawali Sakti kembali mencelat ke atas. Begitu berada di atas, Rangga mengayunkan satu tendangan. Sementara Ki Walatikta menyambutnya dengan kibasan senjata. Namun Rangga menarik pulang tendangannya. Lalu tubuhnya berputar gesit di udara. Dan seketika itu pula ujung kakinya yang lain menghantam rahang kanan Ki Walatikta dengan telak.
Prak!
"Aaakh!"
Ki Walatikta menjerit keras begitu kaki kiri Pendekar Rajawali Sakti mendarat di rahangnya hingga retak. Tampak dari mulutnya mengeluarkan darah. Tubuhnya nyaris terjerembab mencium tanah kalau saja kaki kirinya tidak berpijak erat.
Namun Pendekar Rajawali Sakti tidak memberi kesempatan sedikit pun. Begitu menjejak tanah, Pendekar Rajawali Sakti melemparkan potongan golok di tangannya. Seketika potongan senjata itu melesat menyambar kearah Maling Hitam Sakti.
Crab!
"Aaa...! Ki Walatikta memekik rertahan. Sepasang matanya melotot lebar dengan mulutnya ternganga. Patahan golok yang dilemparkan Pendekar Rajawali Sakti melesak ke jantungnya, hingga yang terlihat hanya gagangnya saja. Maling Hitam Tombak Sakti tetjungkal roboh dan tewas sesaaat dengan meninggalkan sorot kebencian.
"Hm..." Gumam Rangga pelan Lalu kepalanya berpaling ketika melihat sisa anak buah Ki Walatikta yang masih bernapas melarikan diri. Dia sama sekali tidak bermaksud mengejar.
Tanpa berkata apa-apa Pendekar Rajawali Sakti melangkah tenang menghampiri kudanya. Dan dia terdiam sejenak sambil memandang mayat yang banyak berserakan di tempat ini. Lalu kepalanya berpaling pada kotak yang berada dalam genggamannya.
"Biarlah akan kukembalikan kotak ini ke kerajaan. Mungkin besar artinya bagi mereka. Kalau tidak salah, pastilah ini lambang kerajaan itu. Kalau hilang, berarti hilang pula kepercayaan rakyat terhadap junjungannya," gumam Pendekar Rajawali Sakti pelan.
Tanpa sepengetahuan Pendekar Rajawali Sakti, diam-diam ada sepasang mata mengawasi tindakannya. Dan sebelum Rangga menghampiri kudanya, orang yang mengawasi itu berkelebat cepat meninggalkan tempatnya.

140. Pendekar Rajawali Sakti : Mustika Bernoda DarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang