"Ego is dangerous."
Suara dentuman sepatu mahal dengan lantai koridor terdengar menggema, membuat suara yang mengintimidasi hingga para murid lainnya otomatis menyingkir memberi jalan, bahkan mereka menunduk karena takut melakukan kesalahan pada sosok angkuh yang tengah berjalan dengan aura tak bersahabat bersamaan dengan dagunya yang diangkat lebih tinggi dari harga diri orang-orang di sana.
Decitan terdengar kala ia berhenti melangkah. Eric menatap ke arah kanan dengan tatapan dingin nan menusuk. Menatap sesuatu yang seharusnya sudah ia beli kemarin jika tidak mendapati gangguan dari keluarganya, ia melangkah mendekat pada seorang murid laki-laki yang mulai panic melihat sang tuan angkuh mendekat padanya.
"Siapa yang menyuruhmu memiliki benda ini lebih dulu dari padaku?"
Eric menatap benda yang melingkar pada leher teman satu kelasnya itu, headphone yang seharusnya ia dapatkan itu sudah ia lihat di depan matanya, namun hal buruknya adalah benda itu bukan miliknya.
Eric merampas paksa benda itu dari leher sosok di hadapannya, lalu tanpa berkata apapun ia langsung pergi dari sana dengan benda rampasan itu di tangannya. Eric melangkah cepat melewati kelasnya, membuat atmosfer di koridor itu semakin keruh hingga akhirnya Eric berbelok di ujung lorong, suara napas yang tertahan terdengar dari sepanjang koridor. Karena tadi atmosfernya terasa begitu menyiksa hingga tanpa sadar mereka di sana menahan napas saat menyaksikan bagaimana Sohn Eric dengan tatapan dingin dan kehendak mutlaknya untuk berbuat sesuatu.
Kedua tungkai Eric masih terus melangkah tanpa ragu, malah kini dipenuhi dengan rasa kesal dan amarah yang semakin membucah. Ia menaiki anak tangga hingga akhirnya menendang pintu rooftop dengan cukup kuat. Eric melewati pintu itu masih dengan emosi yang tak stabil hingga ia berdiri di tengah-tengah rooftop, menatap nyalang pada benda yang bukan miliknya itu di genggaman tangannya.
Eric mengumpulkan napas dalam satu tarikan di ujung tenggorokan sebelum akhirnya berteriak kuat demi melampiaskan amarahnya hingga napas di ujung tenggorokannya habis. Hal berikutnya yang ia lakukan adalah membanting headphone itu tanpa perasaan, kala bayangan sosok pemiliki headphone itu yang tersenyum kecil seraya mengelus headphone itu sempat tertangkap oleh mata Eric membuatnya semakin kesal, dan pada akhirnya kakinya bergerak menginjak headphone itu hingga semakin hancur berkeping-keping.
Setelah puas meluapkan emosi dan rasa sesak yang dari tadi menumpuk di dadanya, Eric akhirnya turun dari rooftop dan kembali melangkah menuju tujuan umum warga sekolah jika datang ke sekolah—ruang kelas. Langkah kaki yang berantakan itu tentunya kembali mengundang perhatian, tetapi kala mendapatkan pembuat onar itu adalah Sohn Eric, tak ada satupun yang berani mengangkat kepala. Memangnya siapa yang berani melawan anak pemilik sekolah?
Pemuda Sohn itu mengambil posisi duduk di ujung belakang kiri tepat di sebelah jendela yang mengarah ke luar. Suasana kelas mendadak terasa dingin kala Eric sudah berada di tempatnya, tak ada lagi suara tawa kecil atau beberapa murid perempuan yang biasanya akan mengusapkan make up tipis di wajah mereka. Semua mendadak terasa kaku kala kehadiran Sohn Eric.
KAMU SEDANG MEMBACA
Interlude : Blue to Wedgewood || The Boyz ✔️
FanfictionA part of The Boyz 3rd Anniversary Reading Tour Event 'Wanderlust in Spectrum' The Boyz is a Korean boy group with 11+1 members having a different charms that will make you fall in love. This event lasts from November 24th to December 6th 2020. Enjo...