Chapter 17

10.6K 1.7K 156
                                    


Sarapan pagi itu terasa lebih nikmat menurut Donghyuck. Tentu saja bukan karena wajah Mark adalah hal pertama yang dia lihat saat dia terbangun, bukan karena Mark berjalan bersamanya ke aula untuk sarapan, dan bukan karena Mark mengambilkannya panekuk dengan saus maple serta duduk di sebelahnya selama makan pagi. Setidaknya itu yang lelaki berkulit tan itu berusaha sangkal. Johnny tak hentinya menggoda mereka berdua, mengatakan kalau Mark semakin lama semakin less subtle.




Tujuan kunjungan kedua angkatan kelas dua belas dalam acara karya wisata mereka adalah sebuah museum geologi nasional yang terletak di tengah kota. Kurang menarik dibanding museum yang kemarin, kalau menurut murid-murid, apalagi mereka disuruh mengambil gambar batu-batuan alami dan menulis laporan tentang bahan kimia yang terkandung di dalamnya.


Donghyuck termasuk salah satu dari murid-murid tersebut. Dia memotret batu-batuan yang dipajang dalam rak kaca tanpa minat, kecuali yang rupanya bagus, seperti batu opal atau amethyst. Tapi tiba-tiba senyumnya melebar ketika melihat salah satu batuan mineral.


"Kak Mark! Lihat!" Donghyuck menepuk-nepuk lengan Mark sambil menunjuk sebuah batu kristal berwarna merah muda dengan warna hijau di bawahnya.


"Huh?" Mark menengok.


"Watermelon tourmaline!" Donghyuck membaca label di bawahnya dengan antusias.


"Aah," Mark lalu tertawa ketika menyadari maksud Donghyuck memberitaunya, "iya, warnanya seperti semangka."


Donghyuck masih asik mengagumi batu di dalam rak kaca di depannya hingga tidak menyadari Mark mengacak rambutnya pelan, "cute."




Donghyuck berdecak kesal. Dia kehilangan jejak Mark dan teman-temannya di area historis museum karena tadi dia berhenti sebentar untuk memotret artefak yang menurutnya menarik. Dia berdiri di tengah lorong yang cahayanya agak redup karena ruangan tersebut memang dibuat untuk mengaksentuasi suasana goa di zaman purba. Hanya ada beberapa siswa yang Donghyuck bisa lihat dari posisinya, jumlahnya bisa dihitung jari, dan tidak ada satu pun dari mereka yang merupakan teman-teman dekat Mark.


Donghyuck menyusuri lorong yang menampilkan patung-patung manusia purba di kedua sisinya, berharap dia tidak salah jalan dan malah kembali ke pintu depan area tersebut. Lelaki itu menekan tombol telepon di ponselnya beberapa kali, tapi Mark tidak menjawabnya.


Tidak tahu kenapa, Donghyuck jadi waswas sendiri. Dia takut jika patung di sisi kiri-kanannya tiba-tiba bergerak dan mengayunkan senjata palu kuno mereka. Apalagi, Donghyuck tidak melihat siapa pun selama semenit terakhir dia berjalan.


Tap

Tap

Tap


Donghyuck mendengar langkah kaki samar-samar di belakangnya. Dia refleks berjalan makin cepat. Tapi sosok yang mengikutinya juga ikut berjalan makin cepat. Donghyuck langsung panik. Dia langsung berlari menghindari kejaran sosok di belakangnya.

Time Controller | MarkHyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang