Kedai Kopi Utara

5 0 0
                                    

Hesti tahu, Riko berbohong. Setiap mereka berbincang, mata Riko seolah berkabut. Setiap Hesti mulai bicara, Riko selalu mengalihkan pandangan.

"Kamu sudah kasih tau ibumu soal kita?" tanya Hesti.

Riko pasti mendengar pertanyaan itu, tetapi tampaknya Riko seolah berharap pertanyaan lewat saja tanpa perlu dijawab. Riko terus mengaduk minumannya. Terus saja diaduk sejak dipesan, diminum hanya sesesap-sesesap saja.

"Riko?" kali ini ada nada mengejar dalam suara Hesti.

Riko mengangkat wajahnya dan menatap Hesti tetapi tetap tak berani lekat-lekat. Riko lebih sering berkedip, menunduk, menatap sesaat dan kembali menunduk memperhatikan adukan sendok di gelas minumannya.

"Sudah," pendek dan datar jawab dia.

***

Kedai Kopi Utara malam ini tidak terlalu ramai. Dari sembilan meja, hanya tiga yang terisi. Kesemuanya pasangan muda-mudi. Di meja lain suasananya romantis dan meruap bahagia pasangan saling cinta.

Hesti melirik ke sebelah kirinya berselang dua meja. Yang perempuan pakai jins dan jaket gombrong. Tomboy tapi manis, kelihatannya masih SMA. Di depannya ada lelaki muda pemalu tapi jelas tak menyembunyikan ketertarikan kepada pasangannya. Mata si pemuda berbinar walau si perempuan tampak lebih sering bicara.

Di meja lain ada pasangan mahasiswa-mahasiswi. Keduanya membuka laptop dan tampak sesekali mengetik. Mengerjakan tugas kuliah bareng memang sekarang jadi gaya hidup. Jelas tugas bukan proyek utama mereka malam ini, karena sesekali kedua tangan mereka bertaut jari.

Bahkan tak sungkan mahasiswa jangkung di meja sana itu mengangsur wajah mengendus rambut pasangannya dan mengusap punggung tangan hingga menjawil hidung. Sejoli itu betul-betul tak menganggap sekitarnya ada karena dimabuk asmara. Kalau lagi jatuh cinta, dunia serasa milik berdua.

***

Hesti mengalihkan pandangan ke Riko, pacarnya itu malah terus menunduk dan mengaduk minuman.

"Riko! Kamu kok diam terus sih?" kali ini suara Hesti sedikit mengeras dan di penghujung mencicit seperti menahan tangis. Wajahnya yang bulat tampak menyemu merah. Kelihatannya Hesti menahan diri jangan sampai menangis.

Dua pasang di meja lain seperti mendengar sergahan Hesti tadi dan melirik diam-diam tapi langsung mengalihkan pandangan. Mencampuri urusan orang di kedai kopi bukan suatu kelaziman. Yang pergi ke kedai punya kegiatan masing-masing.

"Riko, maaf ya. Kamu mau makan? Fish and chips di sini enak loh. Aku pesan ya, pesan satu kita makan bareng-bareng," kali ini Hesti bertanya dengan suara yang lebih halus cenderung manja.

Dia tahu, Riko sebetulnya tak pernah marah walaupun dia suka manja dan kekanak-kanakan. Hesti tahu persis kalau Riko sayang sama dia.

Tak menunggu jawaban Riko, Hesti beringsut menuju meja kasir sekaligus tempat pesan.

"Mbak, aku pesan fish and chips ya. Tolong ikannya digoreng lebih krispi, pacar saya kadang suka nggak doyan kalau masih ada rasa amis gitu," pesannya.

"Meja empat ya! Sama tambah lagi teh anget sama yang kayak sebelumnya," Hesti memesan dengan langsung membalik badan kembali menuju ke meja tanpa menunggu respon pelayan kedai. Langkahnya terlihat lebih enteng, senyumnya mengembang.

***

"Riko, besok kamu masuk kuliah ya? Sudah dua minggu kamu bolos terus. Jangan males lah. Laki-laki itu harus rajin, supaya nanti kalau kita nikah nanti, kamu bisa jadi kepala rumah tangga yang baik. Kamu kudu banyak duit," cerocos Hesti.

Vous avez atteint le dernier des chapitres publiés.

⏰ Dernière mise à jour : Aug 31, 2020 ⏰

Ajoutez cette histoire à votre Bibliothèque pour être informé des nouveaux chapitres !

CERPEN: KEDAI KOPI UTARAOù les histoires vivent. Découvrez maintenant