Haechan meraih tas ranselnya, mengenakan sepatunya, lalu berbalik untuk memberi salam pada sang mama.
"Haechan berangkat ya bun.." setelah terdengar sahutan sang bunda dari dapur, Haechan pun menutup pintu rumah.
Haechan tidak punya transportasi pribadi untuk berangkat ke sekolah, lagipula jarak dari rumah ke sekolahnya masih bisa ditempuh dengan berjalan kaki.
Kepala Haechan yang tadinya tegap, kini mulai menunduk ketika ia mulai memasuki lingkungan sekolah.
Haechan baru saja menginjakan satu kakinya ke tangga gedung utama, tiba-tiba suara Hyunae terdengar dari belakang.
Haechan menoleh, mendapati Hyunae baru saja turun dari mobil, samar-samar ia juga dapat melihat sosok Lucas yang sedang tersenyum ke arahnya.
Klakaon mobil berbunyi dua kali, bertanda Lucas akan pergi meninggalkan halaman sekolah.
Hyunae melambaikan tangannya, berbalik sambil tersenyum pada Haechan, lalu berlari kecil menghampirinya.
"Baru sampe?" Haechan mengangguk, ia tidak bisa tenang jika Hyunae ada dengannya sekarang, ia terus melihat sekitar, mengecek berbagai macam respon orang.
"Kenapa sih? Yang ngajak ngobrol ada di sini loh, kok liatnya kemana-mana?" Haechan langsung menoleh. "Ah.. enggak.." gumamnya.
"Nanti siang, mau makan bareng? Di taman belakang sekolah deh!" ajak Hyunae. "Hyunae!" si empunya nama menoleh sambil melambaikan tangannya saat tau yang memanggilnya adalah Ryujin.
"Aku duluan ya! Nanti istirahat jangan lupa, dadah!" Haechan hanya menaikan setengah tangannya, melambai kecil, lalu kembali menurunkan tangannya untuk memegang ujung tali ranselnya.
Bohong jika Haechan tidak sadar semua mata tertuju padanya dan Hyunae, bahkan selepas Hyunae pergi, mata-mata itu masih memandang Haechan.
Bagi Haechan, mungkin ini sudah biasa. Tapi ada satu hal yang membuat Haechan khawatir sekarang. Bagaimana dengan Hyunae?
Hyunae tentu tidak terbiasa menerima tatapan layaknya yang Haechan terima sehari-hari.
Tinggal satu langkah terakhir untuk masuk ke gedung utama, namun tas Haechan ditarik dari belakang, membuatnya harus menuruni tangga dengan posisi terbalik sambil terseret.
Orang-orang di sekitar mulai riuh, Haechan tidak bingung, dia hanya kaget. Karena dia tau pasti apa yang akan menimpanya setelah ini.
~~~
Hyunae mengangkat buku tugas teman sekelasnya untuk dibawa ke ruang guru, tak lama Ryujin datang, membagi dua tumpukan buku, dan berjalan beriringan dengan Hyunae.Hyunae menghela nafas, Ryujin pun menoleh dan bertanya, "Kenapa?"
"Padahal gue ada janji mau istirahat bareng Haechan, malah disuruh bawa buku," keluh Hyunae.
Ryujin hanya bisa menandangi wajah sedih sahabatnya. Iya, Ryujin tau betul, mau dilarang sebagaimanapun, Hyunae tetaplah Hyunae. Gak bisa diganggu-gugat kalau sudah ambil keputusan. Semacam... keras kepala?
"Ya udah, ini biar gue aja, lo samperin Haechan sana," Hyunae langsung membulatkan kedua matanya, nyaris berteriak.
"Tapi janji jangan sampe kenapa-napa, nanti gue yang repot nelfon-nelfon bang Lucas," tambah Ryujin. "Iyaaa iyaaa, emangnya bakal diapain sih? Orang cuman makan!"
"Hmm, udah bukunya taro, nanti gue minta tolong yang lain bawain," Hyunae menurut, lalu berlari kecil ke kelas untuk mengambil tempat bekalnya, dan langsung menuju kelas Haechan.
Hyunae mengernyit saat meja yang seharusnya diduduki Haechan kosong, ia melihat sekeliling, dan menemukan Xiaojun.
"Xiaojun!" yang dipanggil menoleh, mendekati Hyunae, "Nyari Haechan?" Hyunae mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] Bully || Lee Haechan
Fanfiction"Aku ingin menjadi orang terakhir yang mengucapkan ini. Selamat ulang tahun." [Bully] Di saat mencintai seseorang bukanlah lagi sekedar berbagi rasa, melainkan berbagi segala. Termasuk kehidupan dan salam perpisahan.