PROLOGUE

5.4K 289 34
                                    

Note : Tadinya saya pengen coba ikutan lomba yang diadakan salah satu YiZhan fandom dalam rangka Bday Zhan bulan depan nanti. Tapi rasanya ini msh blom cukup pantes. Haha. Jadinya saya numpang taroh disini aja ya buat dinikmati bersama bagi siapa aja yang lagi gabut ga ada bahan bacaan. Isi cerita ini murni karena kehaluan saya dan juga kerinduan saya dengan moment Yizhan. Huksss... Semoga cerita ini bisa menghibur kalian juga ya. Kritik dan saran SANGAT dipersilahkan. Jika berkenan untuk vote, saya akan sangat bersyukur. Hehe. Terima kasih.

Salam,

Vyn




nǐ shì cǐ shēng zuì měi de fēng jǐng

You're the most beautiful wind of your life.

cái lìng wǒ zhì jīn yí zài xiǎng qǐ

just make me think about it again to this day.

zhè yàng ài guò yí gè rén

This kind of love over a person

shì duō xìng fú de shì qíng

It's a blessing

(Song "You are the most beautiful scenery in my life")

Seorang remaja lelaki tersenyum ketika mendengar senandung yang meski sudah tak selantang semasa muda dulu, tapi kepiawaian vokalnya masih tampak jelas. Di kejauhan dia menatap kakeknya sedang duduk sambil bernyanyi di samping sebuah nisan. Sudah satu tahun ini, sang kakek rajin mengunjungi nisan itu. Di nisan itu tertulis nama seseorang :

Wang Yibo, 5 AGUSTUS 1997 – 27 SEPTEMBER 2077

"Kakek, hari sudah menjelang malam, sudah saatnya pulang." Suara lelaki itu terdengar agak nyaring. Sang Kakek menoleh ke arah suara yang memanggilnya, sebelum tersenyum lebar. Meskipun gigi kelincinya sudah tanggal termakan usia, namun manisnya senyuman sang Kakek masih terlihat.

"Oh, Bo Bi-ah, kapan kau datang? Zhan-zhan tidak memberitahuku sama sekali tentang kepulanganmu."

Pemuda yang dipanggilnya Bo Bi hanya terkekeh.

"Ya, aku sengaja meminta papa untuk merahasiakannya dari Kakek, karena aku ingin memberi kejutan di hari ulang tahun Kakek. Selamat ulang tahun, Kek." Bo Bi merangkul erat kakeknya.

"Aiyooo.... Cucu Kakek yang baik, terima kasih atas ucapannya. Aku bahagia sekali masih bisa melihatmu di usiaku yang ke- 87 ini."

"Nah, jangan berkata begitu, Kakek akan selalu panjang umur bahkan sampai aku punya cucu nanti."

"Aiyoo... jika aku hidup selama itu, bagaimana dengan Yibo-ku tersayang. Dia akan kesepian menungguku." Kakek tertawa, tetapi Bo Bi terlihat sedih menatapnya. Dia masih ingat bagaimana wajah sendu Xiao Zhan ketika ditinggal oleh Yibo tahun lalu. Dia tahu kakeknya sekarang hanya ingin menghabiskan sisa hidupnya menunggui nisan itu sampai waktunya tiba. Xiao Zhan bahkan sudah mempersiapkan liang di samping Yibo untuknya kelak. Dia sudah berpesan kepada keluarganya agar nanti jika dia sudah tiada, dia ingin dimakamkan di samping pria tercintanya.

Menyadari perubahan ekspresi cucunya, sang kakek mengacak-acak rambut cucunya. "Anak bodoh, untuk apa memasang wajah sedih seperti itu. Semua manusia pasti mati, kan? Aku sudah sangat bersyukur bisa melihat anak dan cucuku hidup berbahagia. Sama seperti harapan Kakek Yibo-mu kepadaku."

"Kakek Zhan pasti sangat mencintai Kakek Yibo, ya?" Bo Bi tersenyum kepada Kakeknya.

Sang Kakek menggeleng. "Kakek Yibomu-lah yang lebih mencintaiku. Buktinya dia sudah menghadiahkan putra dan menantu berbakti kepadaku dan kemudian ibu dan ayahmu menghadirkan cucu kembar menggemaskan sepertimu dan Zhan Bi." sang Kakek mencubit hidung cucunya.

"Kek, aku sangat ingin tahu tentang kisah Kakek Zhan dan kakek Yibo."

"Eh? Apa kau yakin ingin mendengarnya? Cerita cinta kami sangat memalukan." Sang kakek tertawa, namun Bo Bi menggelengkan kepalanya dengan cepat.

"Tidak mungkin. Papa bilang kalian adalah pasangan teromantis yang pernah dia lihat. Dan Kakek Zhan adalah sosok pengganti Ibu yang sempurna ketika papa merindukan kasih sayang seorang Ibu. Karena itu papa memakai nama Kakek Zhan dan kakek Yibo di nama kami. Aku pun merasakan itu. Kakek Zhan selalu setia mendampingi kakek Yibo hingga akhir hayatnya."

"Aiyaa... kalian terlalu berlebihan. Kakek Yibo-mu ini selalu menyebalkan dan membuatku kesal. Benar, kan, sayang?" Xiao Zhan menatap nisan di sampingnya. Bo Bi menoleh ke arah kakeknya. Dia tahu kedua kakeknya selalu saling mencintai. Meskipun mereka harus menghadapi banyak rintangan, tapi akhirnya cinta mereka mengalahkan segalanya.

Tidak ada yang lebih indah dari sebuah cinta kasih yang tulus, dan mereka adalah cerminan cinta sejati. Jauh dalam hati Bo Bi, dia ingin menemukan cinta sejati seperti kedua kakeknya, tidak peduli siapapun cinta yang dia temukan kelak. Baginya, cinta adalah menyangkut hati dan perasaan, bukan jenis kelamin.

"Aku tidak peduli. Kakek harus menceritakan kisah kakek kepadaku sesampainya di rumah nanti." Bo Bi mengerucutkan bibirnya, kebiasaan yang sama yang dilakukan Xiao Zhan semasa mudanya.

Sang kakek tertawa. "Baiklah, baiklah, cucuku yang keras kepala. Kau semakin mengingatkanku dengan Bobo-ku. Tidak heran kau menjadi cucu kesayangan Yibo."

"Tidak, Zhan Bi yang cucu kesayangan Kakek Yibo. Aku adalah cucu kesayangan Kakek Zhan. Benar, kan, Kakek Yibo?" Bo Bi mengajak bicara nisan di sebelah Xiao Zhan seolah-olah sedang berbicara dengan seseorang.

"Kalian berdua adalah cucu kesayangan kami. Baiklah, sesampainya di rumah, kakek akan menceritakan semuanya kepada cucu kesayangan kakek ini." Kakek Zhan kemudian berjongkok dan mengelus nisan di hadapannya. "Bobo-ah, aku pulang dulu. Besok aku kesini lagi. Malam ini aku akan menceritakan kisah kita kepada cucu kita. Tenang saja, aku tidak akan menjelekkan dirimu di depan cucu kita, walaupun kau memang sering membuatku kesal." Bo bi hanya terkekeh mendengar kata-kata Kakeknya.

"Kakek Yibo, kami pulang dulu. Besok pagi aku akan mengantar Kakek Zhan kesini lagi. Aku akan disini cukup lama sebelum liburan musim panas berakhir. Tapi Zhan Bi masih belum bisa pulang karena masih harus mengurus tugas kuliahnya. Kakek Zhan akan menjadi tanggung jawabku selama disini." Xiao Zhan tersenyum menatap cucunya.

Mereka berjalan perlahan meninggalkan pemakaman pribadi itu. Bo Bi menggamit lengan kiri kakeknya sementara tangan kanan sang kakek menggenggam sebuah tongkat.

Angin semilir berhembus menggoyangkan helaian daun di atas pohon yang menaungi nisan itu. Bulan sabit mulai muncul meski masih samar, seolah tersenyum menatap punggung kedua lelaki yang berjalan menjauh itu.

"On ne voit bien qu'avec le cœur, l'essentiel est invisible pour les yeux."

"Seseorang hanya dapat melihat dengan sebaik-baiknya melalui hatinya, karena yang terpenting (dalam kehidupan) tidak terlihat oleh mata." -Le Petite Prince

~0~0~0~

Love Conquer It All (END	)Where stories live. Discover now