Takdir 12 : Legenda

4 1 0
                                    

Mengikuti Celeste, ketiganya berjalan di belakangnya tanpa berani bersikap uring-uringan. Walau mulanya tidak ada yang tahu ke mana perempuan itu akan mengantar mereka pergi, lambat laun semua tahu juga mereka akan dibawa ke mana.

Melewati lorong, menaiki anak-anak tangga. Sampai ke lantai dua, mereka berbelok dan masuk ke dalam perpustakaan.

Rahang Alva turun sedikit. Ketika sadar mereka sedang berada di mana, ia hanya bisa membatin dalam hati. Untuk apa di sini?

"Ayolah," rengek Arizon. "Hanya pecundang yang mau datang ke tempat seperti ini."

Serta merta Auris menyikut lengannya.

"Namun, kamu juga mau saja ikut dengan dokter jaga ruang kesehatan yang PECUNDANG ini ke perpustakaan. Apa itu artinya kamu juga seorang pecundang?" balas Celeste, memberi sorot mata tajam. "Sekali lagi kamu berbicara seperti itu, dokter PECUNDANG ini akan memastikan bahwa kepalamu terpisah dari badannya."

"Dasar bodoh," ucap Auris.

"Otak udang," balas Arizon.

"Diamlah," tegur Alva. "Rasanya jengah sekali jika setiap kali harus mendengarkan kalian beradu mulut seperti ini."

"Jadi?" Keduanya bertanya balik secara serempak.

"Akan saya tunjukkan sesuatu," sela Celeste, sebelum percakapan mereka berlanjut.

Celeste kemudian beralih pada sebuah rak tinggi; matanya bergerak dari ujung ke ujung seperti sedang mencari sesuatu. Dari rak yang hampir semuanya berisi buku-buku tebal dan tua, wanita itu menarik sebuah bukuーbuku yang baik di mata Auris maupun Alva sama-sama familier.

Ia membuka bagian tengahnya. Semuanya mendekat, menatap lembaran yang kosong.

"Semua jawaban ada di sini. Paduka Ratu, silakan."

"Namun, ini Buku Takdir Jilid II, Mrs. Celeste!" sembur Auris. Alva sontak membekap mulutnya sebelum ia mengucapkan kalimat lain dengan suara yang sama kencangnya.

Celeste menatap keduanya untuk sesaat. "Kalian pernah membuka isi sebenarnya buku ini?"

Alva mengangguk ragu. "Tanpa sengaja, tentunya. Kami tidak lanjut membaca isinya."

"Mohon dicoba lagi, Paduka Ratu. Kita memerlukan apa yang ada di dalamnya."

Sekali lagi, Alva mengangguk. Dikeluarkannya jari telunjuknya, berfokus mengeluarkan bola cahaya itu sekali lagi seperti pertama kali ia membuka buku itu. Ditempelkannya jemarinya ke sampul buku, lalu muncullah garis-garis keemasan yang mengalir seperti sungai.

"Buku Takdir Jilid II," baca Arizon dengan nada aneh. "Buku pertama ke mana?"

"Tidak di sini," jawab Celeste singkat. "Sekarang, kita lihat isinya."

"Ngomong-ngomong Mrs. Celeste, Anda sekolah di mana?" tanya Arizon tiba-tiba.

"Universitas Gramington. Memangnya apa?"

"Tidak apa-apa," balasnya, sebelum matanya berfokus kembali pada lembaran yang mulai terisi tulisan itu."

"Buku ini sebenarnya menggunakan aksara khusus yang tidak ada di dunia ini. Tapi kalian bisa membacanya, betul? Artinya, kalian bukan sembarang orang. Hanya segelintir orang terpilih yang bisa."

"Apa kami bisa?" tanya Alva, ingin memastikan.

"Kalian bisaーsebab kalian adalah salah satu dari segelintir orang itu."

"Apa maksudnya itu?" tanya Arizon dengan tatapan malas. Ia merasa bahwa hal ini akan berlangsung sangat lama.

"Akan saya ceritakan," katanya, "sebuah kisah kuno dari Atlas."

***

Dahulu, Dewi pernah jatuh cinta pada seorang manusia. Cintanya itu kemudian melahirkan sepasang kembar anak berdarah campuranーsatu laki-laki dan satu perempuan.

Anaknya yang perempuan ia namai Lunathara , dan anaknya yang laki-laki ia namai Mihir.

Lunathara memiliki kekuatan untuk menghasilkan cahaya, sedangkan Mihir memiliki kemampuan untuk mengontrol kegelapanーia bisa mengeluarkan maupun menghilangkannya dengan mudah.

Tapi di dunia yang bernama Atlas itu, keberadaan keduanya tidak disambut baik. Para manusia takut akan kekuatan yang mereka miliki, hingga sang raja mengeluarkan perintah agar mereka diburu.

Mengetahui hal itu Sang Dewi kemudian memanggil keduanya, supaya mereka berjanji untuk tidak melukai manusia apa pun yang terjadi.

Baik Lunathara dan Mihir berjanji, bahwa mereka tidak akan melukai manusia dan hidup dengan menyembunyikan kekuatan masing-masing.

Akan tetapi, suatu ketika Mihir melanggar janjinya.

Sama seperti ibunya, Mihir jatuh cinta pada seorang manusia perempuan. Baru saja ia mengira akan bisa hidup bahagia bersama perempuan itu, warga desa berhasil membuka identitas aslinya. Malangnya, sang kekasih mati di tangan warga desa itu.

Hal ini tentu memantik amarah Mihir. Dendam kesumat mengakar di hatinya. Ia membantai setiap manusia yang ia temui, tak peduli siapa mereka.

Kabar ini pun sampai ke telinga Lunathara, saudarinya. Ia meninggalkan kehidupannya yang sekarang hanya untuk pergi menemui Mihir dan memintanya untuk berhenti.

Mihir menolak. Di belakang tirai, ternyata Mihir sudah mengumpulkan pasukan sekaumnya untuk membantai manusia. Mereka menamai diri mereka nephilim.

Tampaknya, perbuatan ibu mereka bertahun-tahun silam juga diikuti oleh beberapa dewa-dewi kecil lainnya.

Lunathara pun pergi menghadap sang raja dengan nyawanya sendiri dipertaruhkan. Ia menyampaikan apa yang ia lihat.

Sang raja tidak menghiraukan peringatannya, dan malah bersikeras agar Lunathara segera dieksekusi.

Lunathara tahu ia tidak boleh mati begitu saja. Ia berusaha menyelamatkan diri berkali-kali, hingga akhirnya ia berhasil keluar saat perang antara manusia dan nephilim sudah pecah. Sang raja yang memerintahkan supaya ia dieksekusi telah mati di tangan Mihir, saudaranya.

Untuk terakhir kalinya Lunthara mempersuasi Mihir untuk berhenti membunuh manusia. Dengan berat hati, ia menghunuskan Sanctus (pedangnya) untuk membunuh saudaranya sendiri ....

Dengan demikian, perang sudah berakhir. Sang Dewi sendiri di pihaknya mengeluarkan larangan bagi dewa-dewi untuk memiliki keturunan dengan manusia untuk mencegah hal yang sama terulang kembali, dan kerajaan yang kehilangan pemimpinnya dalam perang besar itu lalu menjadikan Lunathara sebagai seorang ratu oleh karena tindakan heroiknya.

Lunathara kemudian memiliki keturunan bersama seorang manusia. Sama seperti dirinya, anak perempuan yang ia lahirkan memiliki kekuatan yang sama.

Akan tetapi, karena lemahnya kekuatan itu, Sang Dewi akan melengkapi dan memperkuat kekuatannya melalui upacara khusus ketika ia menginjak usia enam belas tahun.

The Seven Heroes of Fate [Hiatus]Where stories live. Discover now