6 | Met

1.8K 292 10
                                    

Langit jingga dengan semilir angin mengantarkan pria berwajah kebaratan itu ke sebuah venue besar di pusat kota Tokyo. Sebelah tangannya menggenggam sebuket bunga lavendel.

Hari ini Naruto berencana untuk memulai kembali kisah antara dirinya dan Hinata yang sempat tertunda. Dada pria itu berdesir, ia merasakan kembali perasaan yang sempat ia rasakan dulu saat bersama tunangan kecilnya.

Bagi Naruto tak masalah jika ia harus membayar dengan nominal besar agar dirinya bisa menemui Hinata secara personal. Ya, pria itu membayar Suigetsu dengan nominal luar biasa hanya untuk sekedar membuat dirinya dapat bertemu dengan Hinata saat gadisnya sedang menari.

Sebuah seringai penuh kepercayaan diri tarpatri di bibirnya. Ia akan membuat Hinata menjadi miliknya sekali lagi. Kaki berbalut sepatu mahalnya melangkah dengan pasti menuju lantai dua tempat di mana gadis itu berada.

Alunan piano dan violin bersatu menjadi melodi winter wind yang amat memanjakan indera pendengarannya. Pintu besar itu terbuka, Suigetsu sudah merencanakan hal ini dengan matang maka tak heran jika Naruto dapat menginvasi gedung ini dengan mudah.

Hinata memutar tubuhnya seiring dengan irama musik klasik yang melantun merdu. Buliran keringat menetes di lehernya, ia terus menari tanpa menyadari bahwa ada sepasang mata tajam seorang pria yang sedang menatap dirinya lekat-lekat.

Begitu alunan musik berhenti dan Hinata menyelesaikan tarianya, Naruto menarik sudut bibirnya, gadis itu cantik sekali. Surainya digulung tinggi, memamerkan leher jenjang seputih susu milik sang gadis.

Hinata mengambil handuk kecil di sudut panggung dan menyeka keringatnya, saat ia menoleh ke arah kursi penonton ia terkejut mendapati seorang pria duduk di kursi penonton. Bukankah pria itu yang ia lihat di pintu samping venue waktu itu?

Naruto bangkit berdiri dari kursinya dan melangkah mendekat kearah panggung dengan langkah pasti.

"Hinata."

Sejenak Hinata terdiam, seolah kata-kata yang ia miliki tertelan entah kemana. Dadanya berdegup kencang seolah jantungnya mengenali pria ini dengan amat jelas. "Maaf?"

"Untukmu," Ucap Naruto seraya menyerahkan satu bouquet lavendel yang telah ia persiapkan. "Akhirnya aku menemukanmu." Sebelah tangan Naruto mengusap lembut pipi Hinata yang nampak tersipu malu.

Mendapati perlakuan mengejutkan dari pria itu membuat Hinata tersentak, namun entah mengapa dirinya tak dapat menolak sentuhan yang pria itu berikan. Mata amethyst gadis itu berkaca, Hinata tidak tahu mengapa namun dirinya merasakan kesedihan yang tak dapat di jabarkan itu menguasai dirinya.

"Jangan menangis, baby doll." Naruto kembali berkata seraya menghapuskan setetes air mata yang menggenang di sudut mata gadisnya.

"K-kau siapa?"

Di detik itu, Naruto merasakan dadanya tertikam secara tak kasat mata. Rasanya begitu sakit hingga dia tak dapat mendeskripsikan perasaannya. "Hinata?"

Namun yang Naruto dapati adalah gadis itu mengambil langkah mundur, tak luput lavendel yang sempat ia berikan terjatuh ke lantai dengan sia-sia. Bola mata gadis itu membelalak secara sempurna namun Naruto tak dapat merasakan kilatan penuh kasih dari mata Hinata. Ke mana tatapan penuh damba gadis itu? Dulu Naruto selalu mendapati tatapan itu dari mata gadisnya!

Hinata merasa kakinya melemas, entahlah ia tidak mengerti dengan reaksi tubuhnya yang begitu tiba-tiba seperti ini. Ia juga mulai ketakutan saat pria itu menatapnya tajam dan kilatan marah yang nampak nyata.

Dengan terburu-buru Hinata mengambil tasnya dan berlari pergi meninggalkan panggung, entah kenapa berada didekat pria itu membuatnya sesak.

Naruto menggeram marah "kusso!" Jadi Hinata tidak mengingatnya!?

.
.

"Hinata." Toneri menatap bingung pada kekasihnya yang setengah berlari masuk ke mobil. "ada apa?"

Hinata duduk dikursi mobil sambil menghela napas pelan.

"Hey.."
Toneri menatap heran pada kekasihnya.

"Ada seorang pria yang menemuiku saat di venue."

"Siapa?" Toneri bertanya dengan nada dingin.

"Aku tidak mengenalnya, pria bersurai blonde. Aku seperti mengenalinya tapi aku tidak ingat sama sekali." Hinata meremat jemarinya, ia merasa cemas entah karena apa.

Toneri termangu, rambut blonde? Apa itu Naruto? Ia dengar Lebovny sedang berada di Jepang saat ini, apa mereka sudah mengetahui keberadaan Hinata?

.
.

Naruto meremat selembar foto ditangannya dan mendengus marah.

Jadi Hinata tidak ingat padanya? Apa maksudnya ini semua, gadis itu mengubah nama depannya dan sekarang dia bersikap seoalah tak mengenalnya?

Naruto melempar botol wine ditanganya kearah kaca besar yang ada diruang kerjanya.

PRANG

Kaca besar itu hancur berkeping-keping dalam sekejap.

Ia mengusap wajahnya kasar, dalam keadaan setengah mabuk ia melampiaskan amarah yang menggebu-gebu di ikuti rasa kecewa.

'Hinata, aku bersumpah akan membuatmu bertekuk lutut.'

.

Kakashi menghela napas pelan seraya berdiri di depan pintu besar ruang kerja Naruto. Suara pecahan kaca dan bantingan barang terus terdengar bersahutan dari dalam sana.

"Astaga, kebiasaan buruknya itu belum berubah juga." Ia bergumam pelan.

"Kakashi, ada apa?" Aoba menghampiri Kakashi dengan terburu-buru.

Kakashi mengangkat bahu "jangan ganggu dia, kalau tidak mau mati sia-sia." Ia melenggang pergi dari depan pintu.

Aoba mengikuti langkah Kakashi "apa dia sudah menemui Hinata?"

"Dia menemuinya tadi sore, lalu pulang seperti itu."

Aoba menarik napas dalam, ini akan menjadi rumit.

.
.

Tbc
In a collaboration with Cleorain

To My World [Published]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن