Day 19: Lavanya

312 46 3
                                    

Para gadis menertawakan Chandni secara sembunyi-sembunyi, akan tetapi sengaja agar terdengar ketika Chandni lewat di dekat mereka saat Chandni mendorong keranjang berisi bunga yang akan dipakai untuk hiasan acara pengiring hantaran Lavanya ke istana sebagai selir.

“Kenapa Chandni masih di sini dan mengerjakan pekerjaan pembantu? Bukankah seharusnya dia berdandan untuk acara malam nanti? Chandni 'kan akan jadi selir.” Gadis-gadis itu memanasi Chandni.

“Oh, apa kalian tidak tahu? Chandni bukan penari bertopeng yang dikirim ke istana. Bekas lukanya pasti sangat mengerikan sampai-sampai Ibu Kepala tidak berani memilih Chandni.”

“Wah, Lavanya yang baru seminggu di sini saja sudah terpilih menjadi selir, itu baru namanya hebat. Tidak seperti Chandni yang bisa menyombong saja. Pada akhirnya, nasib Chandni memang selalu sial. Nah, sudah pasti itu tidak akan ada yang mau menikahi Chandni.”

Prapti yang mengiringi Chandni mendengkus kesal. “Ugh, biar kuhajar mulut musang-musang itu!” Prapti sudah menyingsing lengan bajunya.

“Sudahlah, biarkan saja,” seloroh Chandni. “Daripada meladeni mereka lebih baik membereskan bunga-bunga ini. Upahnya lumayan jadi koin untuk kusimpan. Jika aku jalan-jalan keluar nanti, aku ingin membeli sesuatu di pasar. Lagi pula Paman Akash harus segera menyelesaikan dekorasi kereta dan alat musik. Aku tidak boleh menyusahkan Paman Akash.”

Prapti terenyuh mendengar pendapat Chandni. Tidak ada gadis yang pernah diketahuinya bisa bersikap sesabar Chandni. Mereka pun meneruskan pekerjaan mengangkut bunga-bunga.

Aroma udara di sanggar hari itu lebih wangi karena ramuan dan asap dupa ritual perawatan kecantikan yang dijalani Lavanya. Chandni melihat para gadis mengerubungi Lavanya di sebuah gazebo. Mereka merias rambut Lavanya, menghiasi kedua tangan dan kakinya dengan mehendi. Gadis-gadis itu tertawa kecil bersenda gurau. Chandni menoleh ke arah lain dan menyerahkan keranjang bunga pada Paman Akash. Pamannya membawa masuk keranjang itu ke dalam sasana.

Lavanya melihat Chandni dan memanggilnya. “Chandni, kemari!”

Dengan enggan Chandni mendatangi Lavanya. “Ada apa?” tanyanya.

“Ini!” Lavanya mengulurkan ronce bunga-bunga yang menjadi gelang tangannya pada Chandni.

Chandni menyambutnya. “Apa ini?”

Lavanya tersenyum. “Ada kepercayaan di desaku jika gelang tangan dari mempelai jatuh ke tangan seorang gadis, maka tidak lama lagi gadis itu akan menikah juga. Aku baru di sini dan sudah terpilih menjadi selir. Aku berharap keberuntungan yang sama akan datang padamu.”

Gadis-gadis di sekeliling Lavanya menatap lekat Chandni.

Chandni membalas senyuman Lavanya. “Terima kasih, Lavanya.”

“Bagaimana kalau kau duduk di sini, bergabung bersama kami?” tawar Lavanya.

Chandni menggeleng pelan. “Maaf, aku harus membantu Bibi Sarasvati menyusun gaun. Aku pergi dulu. Permisi.” Chandni berbalik dan berlari kecil meninggalkan gazebo itu.

“Waah, Lavanya, kamu baik sekali,” puji salah satu gadis.

“Iya, sempat-sempatnya kau memikirkan Chandni. Padahal dia ‘kan sainganmu ....”

Play In Darkness 2: The Beginning (END)Where stories live. Discover now